Part 15
Sinta berbaring di atas ranjangnya, memikirkan ucapan Anastasya kemarin sore, di mana Rehan sebenarnya sudah tahu penyakitnya dan bahkan berharap bisa kembali dengannya. Jujur saja, Sinta juga masih mencintai lelaki itu, namun hatinya terlanjur kecewa dengan apa yang sudah dilakukannya, berselingkuh dan menikah diam-diam di belakangnya.
Sebagai perempuan, tentu saja Sinta merasa dikhianati, namun perasaannya masih belum sepenuhnya berubah walau telah berkurang setengahnya. Dalam hati, Sinta juga ingin kembali dengan Rehan, namun saat mengingat sikap lelaki itu dan keluarganya, rasanya juga mustahil kembali menerimanya. Belum lagi, anak Anastasya yang sangat membutuhkan sosok seorang papa.
Bila Sinta menerima Rehan kembali, artinya lelaki itu juga harus menceraikan istrinya yang sekarang, yaitu Anastasya. Jujur saja, meskipun sudah disakiti, Sinta merasa tidak bisa membalas perbuatan wanita itu dengan cara yang sama.
Di sisi lainnya, Rehan memencet bel pintu rumah Sinta, ia berniat menemui wanita itu dan memohon maaf atas sikapnya selama ini. Tak lama menunggu, mantan mertuanya membuka pintu sedangkan matanya tampak tak suka melihat ke arah Rehan.
"Rehan, ada apa kamu ke sini?"
"Ma, aku mau bertemu dengan Sinta. Aku boleh menemuinya kan?"
"Mama? Kamu itu sudah bukan menantuku lagi, panggil aku dengan sebutan Tante!" Wanita itu menjawab tegas, yang sempat didiami oleh Rehan, seolah dirinya bisa merasakan apa yang Sinta rasakan saat mamanya mengatakan hal yang sama.
"Iya, Tante. Aku boleh menemui Sinta kan?"
"Untuk apa kamu mau menemui Sinta? Mau kamu sakiti dia lagi?" tanya wanita itu dengan nada menantang, merasa sakit hati dengan kelakuan lelaki yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.
"Enggak, Tante. Aku mau minta maaf dengan Sinta, aku baru tahu kalau dia punya penyakit, karena itu dia sulit hamil. Andai Sinta memberitahuku sejak awal, mungkin aku enggak akan menyelingkuhi dia, Tante." Rehan berujar dengan nada penyesalan, namun wanita itu justru tersenyum licik.
"Kamu masih ingat kan, Tante dan papanya Sinta ke rumah kamu dulu? Kami berniat membicarakan pernikahan kalian pada saat itu, tapi apa yang keluarga kamu katakan tentang Sinta? Terutama Mama kamu, dia merendahkan Sinta tanpa tahu yang sebenarnya. Tapi apa yang kamu lakukan pada saat itu? Kamu cuma diam? Kamu juga enggak membela kami, padahal saat itu kami ini masih mertua kamu. Sekarang dengan seenaknya kamu mau menemui Sinta? Kamu pikir, Tante akan mengizinkan kalian berbicara? Enggak." Wanita itu berujar tegas sembari menggeleng pelan.
"Sinta memang memiliki penyakit, dia juga susah hamil, tapi bukan berarti kamu dan keluarga kamu bisa merendahkan dia. Sinta sangat berharga untuk Tante dan papanya, jadi jangan pernah datang dan menggangunya lagi, dia sudah cukup menderita karena kalian." Ia kembali melanjutkan ucapannya sembari menunjuk ke arah Rehan yang tertunduk penuh penyesalan.
"Maafkan aku, Tante. Aku dan keluargaku memang salah, saat itu kami enggak tahu kondisi Sinta yang sebenarnya, andai dia membicarakannya secara baik-baik, mungkin semua itu enggak akan terjadi." Rehan berusaha meminta maaf dan memberi mantan mertuanya pengertian.
"Sinta memilih enggak mengatakannya karena dia enggak mau kamu khawatir dengan kondisi dia. Tapi apa karena dia berbohong, kamu bisa berselingkuh dan menikahi wanita lain? Enggak. Seluntur apapun perasaanmu ke Sinta pada saat itu, berselingkuh enggak bisa dibenarkan. Kamu sudah mengkhianati Sinta, yang sakit enggak cuma dia, tapi Tante dan papanya Sinta juga merasa sakit. Kamu paham enggak?" tanyanya dengan nada geram.
"Iya, aku paham, Tante. Aku ke sini juga ingin memperbaiki semuanya, semua kesalahanku dan juga keluargaku. Tolong beri aku kesempatan untuk meminta maaf pada Sinta, Tante."
![](https://img.wattpad.com/cover/280447590-288-k218124.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...