Part 12
Jonathan, Sinta, dan mamanya begitu asyik mengobrol di meja makan, ketiganya baru saja sarapan bersama. Jonathan yang memang baru pertama kali ke sana, tentu saja merasa tak nyaman, Sinta dan mamanya terlalu memperlakukannya dengan ramah dan hangat.
"Oh ya dulu kamu kuliah di luar kan? Sampai-sampai Baskara dan Diana juga ikut pindah cuma mau menemani kamu di sana, sekarang bagaimana kabar orang tua kamu? Tante sudah lama enggak pernah ketemu sama mereka." Mamanya Sinta bertanya ke arah Jonathan yang tersenyum ramah seperti biasa. Sedangkan Sinta yang berada di sana hanya menghela nafas panjangnya, mamanya itu terlalu ingin tahu menurutnya.
"Kabar mereka baik, Tante."
"Sampaikan salam buat Mama dan Papa kamu ya, dari Tante Linda, mereka pasti langsung paham."
"Pasti, Tante. Tapi kayanya ini sudah terlalu siang, aku pamit dulu pulang ya, Tante? Aku masih ada urusan di rumah. Terima kasih untuk sarapannya," ujar Jonathan sembari mendirikan tubuhnya.
"Kok buru-buru sih? Kapan-kapan main lagi ke sini sama Mama dan Papa ya?"
"Siap, Tante. Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu ya, Tante, Sinta."
"Iya, hati-hati." Sinta menyunggingkan senyumnya, namun justru mendapatkan tatapan tak percaya dari mata mamanya.
"Hati-hati? Antar Jonathan ke depan sana, enggak sopan tamu pulang sendiri sebelum pintu rumah." Mamanya tiba-tiba berujar dengan ketus, Sinta yang mendengarnya tentu saja merasa kesal, meskipun apa yang diucapkan mamanya adalah kebenaran.
"Iya-iya."
"Enggak usah diantar juga enggak apa-apa, aku masih ingat arah pintu depan rumah kamu kok." Jonathan menyahut dengan nada candaan, berbeda dengan Sinta yang tampak tersinggung dengan ucapannya.
"Iya, aku antarkan kamu sampai depan rumah, kalau perlu sampai depan gerbang. Ayo!" Sinta mendirikan tubuhnya lalu melangkahkan kakinya, meninggalkan Jonathan yang tersenyum dan mamanya yang tampak kesal dengan kelakuan putrinya.
"Maafkan Sinta ya, Jo? Dia orangnya memang enggak terduga, tapi Sinta orangnya baik kok, jangan kapok ya berteman sama dia."
"Iya, Tante. Meskipun kami baru kenal, tapi kami memang suka bercanda, jadi Tante tenang saja."
"Kenapa masih di situ? Ayo, katanya mau pulang?" Sinta membalikkan tubuhnya dan bertanya ke arah Jonathan.
"Iya, sebentar. Aku pulang dulu ya, Tante."
"Iya, hati-hati."
Jonathan hanya menyunggingkan senyumnya lalu berjalan mengikuti langkah Sinta, kini keduanya bahkan berjalan bersama, yang justru ditatap bahagia oleh Linda, seolah mereka adalah pasangan yang baru saja menikah. Namun di detik berikutnya, Linda justru memanyunkan bibirnya, saat mengingat ucapan Sinta tadi malam.
Putrinya itu tidak akan mau menikah dengan lelaki yang belum menikah karena tidak akan bisa memberinya anak, padahal mereka sangat serasi menurutnya. Namun bila dipikir lagi, apa yang diucapkan putrinya memang benar. Bukannya ingin egois, hanya saja Jonathan memang berhak mendapat wanita yang lebih sempurna dari Sinta, yang bisa memberinya anak. Memikirkan semua itu, Linda seolah dibuat hancur dengan angan-angan yang berada di pikirannya.
Di sisi lainnya, Sinta mengantarkan Jonathan sampai di dekat mobilnya. Sinta yang merasa tidak enak hati dengan Jonathan atas sikap mamanya yang terkadang berlebihan, berusaha untuk meminta maaf.
"Aku minta maaf atas sikap Mamaku, ucapannya memang suka ceplas-ceplos." Sinta berujar menyesal, namun Jonathan justru menggeleng pelan.
"Enggak kok, aku malah senang dengan sikap Mama kamu, beliau memperlakukan aku dengan sangat baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...