7

75 28 4
                                    

—Satya's

Apa kunci sukses gue dalam memikat kaum hawa? Tentu saja jawabannya adalah pintar memanfaatkan kesempatan.

Dari awal gue udah bilang kan kalau gue ini dikejar, bukan mengejar. Gue bisa ngomong gini bukan karena narsis—dikit sih—tapi didukung oleh fakta di lapangan. Kalau ada yang menarik perhatian, biasanya gue pepet dengan cara ajak ngobrol, atau curi-curi pandang. Bikin mereka merasa dikejar, padahal akhirnya mereka yang bakal ngejar.

Gue nggak pernah randomly deketin cewek. Pasti semuanya berawal dari gak sengaja duduk bareng di Kantin, teman kepanitiaan, atau kenal lewat teman waktu ngopi bareng. Kalau cocok ya gue prospek. Niat gue selama ini emang bukan cari pacar, tapi cari pengisi dikala senggang.

Banyak cewek kok bangga.

Enggak kok, gue punya hal lain yang bisa dibanggakan. Pertama, gue jago olahraga lari sama sepak bola. Medali sama piagam gue numpuk di rumah. Kedua, gue becus soal kerjaan di kepanitiaan. Gak mungkin gue bisa kepilih jadi Ketua Pelaksana salah satu acara prodi kalau gak becus kerjanya kan?

Satu hal yang perlu kalian tau, gue gak pernah bangga sama label yang melekat di diri gue ini. Tapi gue juga gak ada niat untuk membela diri atau klarifikasi atau apalah itu namanya. Biarin aja, orang lain gak perlu tau juga kok kenapa gue akhirnya jadi begini. Yang penting kuliah aman, IPK aman, uang saku aman, hidup tidak kesepian.

Disclaimer, gue nggak pernah skinship sama mereka. Kalau lagi naik motor pun, gue nggak pernah membiarkan tangan mereka melinggar di pinggang gue. Gue suruh pegang ke pundak aja. Paling mentok, gue sama mereka cuma ngobrol di restoran cepat saji sampai tengah malam, gak pernah sampai netflix and chill.

Jadi womanizer kok nanggung.

Bukan soal nanggung, bukan juga karena gue gak mampu bayar kamar dan beli konidomi, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati. I only make her eyes wet, not her coochie. Gak ada ceritanya sperma bertemu dengan sel telur menghasilkan satu unit Vario. Pasti hasilnya manusia baru, malah kadang langsung dua.

"Sat, itu si Adel bukan?"

Gue meneguk sebotol air mineral sambil menoleh ke arah yang ditunjuk Umar. Ada Adel baru datang dengan pakaian santai dan rambutnya yang dicepol asal pakai jedai. Eh, bener kan ya namanya jedai?

Malam ini gue baru selesai futsal sama anak-anak jurusan gue. Lawannya anak FH, termasuk pacarnya si Adel. Selama main, gue sadar banget kalau cowoknya Adel berusaha nyerang gue dengan cara main body. Tapi jelas dia kalah soalnya main pake emosi, bukan strategi. Kasian kan, jadi keliatan begonya. Heboh sendiri, tapi tetep kalah juga.

"Nyamperin lo?" tanya Umar sekali lagi.

"Kagak lah. Nyamperin cowoknya," jawab gue sambil menutup kembali botol air mineral yang masih gue pegang di tangan kanan.

"Cowoknya?" bisik Umar dengan wajah bingung.

Adel melempar senyum ke arah gue, dan tentunya gue balas dengan senyum juga. Everything that ever happened between us is just a nine days' wonder. Sifatnya sementara, as it should be.

"Hai Sat, Mar," sapa Adel.

"Yooo Del," balas gue dan Umar serempak.

Maybe, ProbablyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang