—Satya's
Akhirnya sembuh juga nih muka gue. Wajah gue udah layak untuk ditunjukkan ke khalayak ramai. Sesuai apa yang gue bilang waktu itu, begitu gue sembuh, gue bakal ngajak Fira jalan-jalan. Gue mau menghabiskan waktu sama dia, cuma berdua, ngobrol sepuasnya.
Gue berjalan dengan semangat 45 kayak pahlawan mau merjuangin kemerdekaan NKRI. Tapi yang gue perjuangin Titania Safira. Ehe.
Insting gue mengatakan kalau Fira masih di FIB. Nggak tau deh tuh insting datangnya darimana, yang jelas gue yakin banget. Yaudah lah ya, kita coba aja. Kalau bener, berarti pertanda baik, berarti niat gue direstui.
Belum ada satu menit gue memasuki wilayah FIB, ada Fira lagi turun tangga sendirian. Tumben banget rombongan lenongnya nggak ada. Hari ini dia tampil as casual as usual, rambutnya dijepit pakai jedai. Padahal rambut dia sebahu doang, ternyata bisa ya dijepit gitu. Cakepnya jadi berlipat ganda.
"Kak?" suara lembut milik Fira membuyarkan lamunan gue.
Lebih tepatnya gue takjub sama pesona dia siang ini. Kok bisa ya, ada cewek capek abis kelas seharian tapi masih cakep banget?
"Hai," balas gue. "Tumben sendirian, Fir?"
"Yang lain udah balik, Kak."
"Lo ditinggal?"
Fira mengangguk, "Gue abis ada urusan bentar tadi."
"Oohhh," gue ikut mengangguk pelan. "Sekarang udah selesai semua kan kelasnya?"
"Udah, Kak."
Tuh kan, dugaan gue benar. Nggak meleset sedikit pun.
"Berarti bisa ya?"
Fira mengernyitkan dahinya, "Bisa apa?"
"Gue udah sembuh, berarti udah bisa menjalankan agenda yang tertunda waktu itu kan?"
"Tapi gue mau nugas di Perpus, Kak."
Lagi-lagi, rencana tak seindah realita. Bukannya mendapat persetujuan buat jalan, Fira malah berniat ke Perpus. Ceritanya gue sengaja nggak bilang dulu, biar kesannya impulsif aja gitu. Eehhhh... gagal.
Sialan. Siapa sih yang tega ngasih tugas? Nggak ngerti orang lagi mau PDKT apa yak?
"Nugas? Lama nggak?"
Fira malah ketawa, "Nggak tau, Kak. Tergantung referensinya gampang dicari atau enggak."
Gue lihat sih dia udah siap banget bawa laptop dan beberapa kertas penuh coretan. Nggak tau deh itu coretan rangka buat paper atau apa. Kirain karena abis kelas tadi, ternyata bukan.
Begini amat sih nasib gue, Ya Tuhan...
"Yaudah gue temenin nugas," kata gue.
"Lo ada tugas juga emang?" tanya Fira.
"Ada," jawab gue secepat kilat. "Lo duluan aja, nanti gue susulin ke Perpus. Gue baru inget ada yang ketinggalan di Kelas."
"O—oh... okay," jawab Fira. "Duluan ya, Kak."
Tebak apa yang gue lakukan setelahnya? Benar, balik ke Kos demi NGAMBIL LAPTOP. Nggak mungkin gue ikut "nugas" di Perpus tanpa perlengkapan apapun. Yang ada di pikiran gue detik itu adalah gue harus balik ngambil laptop. Ada sesuatu ketinggalan di Kelas itu cuma akal-akalan gue aja.
Fira, andai lo tahu betapa niatnya gue demi bisa berlama-lama ngobrol sama lo.
Nggak perlu waktu lama, gue sudah duduk manis di depan Fira. Lokasinya di lantai 2 Perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe, Probably
Fiksi PenggemarSebuah kisah klasik masa muda dengan bumbu FTV. Ketika yang kelihatannya nggak mungkin, jadi mungkin.