—Raihan's
Gue yakin lo semua pasti kaget kenapa tiba-tiba gue muncul di tengah huru-hara anak muda ini.
Pertama-tama, gue mau ngasih tau aja kalau gue NGGAK PERNAH berminat buat ngurusin kehidupan orang lain, apalagi kalau menyangkut urusan pribadi yang njelimetnya naudzubillah. Lebih kusut dari benang kusut, kayak Satya dan anak Sasing yang namanya Fira itu.
Tapi, nggak selamanya kehidupan yang fana ini berjalan sesuai keinginan kita. Betul apa betul apa betul banget apa betul, betul, betul?
Salah satunya adalah ketika lo dikasih kelebihan yang (mungkin) bagi sebagian orang seru banget, tapi enggak buat gue. Kalau kalian hobi mantengin akun gosip atau stalking medsos orang lain pakai akun bodong, mungkin kalian bakal iri sama gue.
Gue nggak pernah nyari tau lebih jauh soal Satya dan Fira. Bahkan dari awal gue kenal Satya dan tahu kalau dia itu masuk dalam kategori cowok yang hobinya mengobrak-abrik kehidupan kaum hawa, gue nggak pernah ngepoin dia lebih lanjut. Kalau ngatain sih pernah, soalnya itu orang jago bener mainnya. Kayak nggak takut kena karma.
Tapi kayaknya kali ini ceritanya beda, dan perbedaannya signifikan banget. Biasanya gue menangkap aura positif penuh bunga asmara setiap kali Satya nongkrong di Kantin FIB. Juga Fira, yang otomatis mikirin Satya setiap kali kita papasan di sekitar gedung Fakultas. Tapi akhir-akhir ini, gue malah menangkap aura suram dari dua orang itu. Fira dipenuhi emosi, sementara Satya ngerasa bersalah. Isi kepala mereka berdua bertentangan.
Hmmm... si Satya abis bikin perkara apa lagi nih?
What the heck he's doing here?
Meskipun kemampuan bahasa Inggris gue nggak bagus-bagus amat, tapi gue paham lah apa yang diomongin Fira—di dalam kepalanya—beberapa hari lalu begitu dia masuk ke area Kantin FIB. Cowok yang hadir bersama Fira, kalau gak salah namanya Tyo ya? Yang pernah ketemu sama gue di tempat cucian motor, juga dipenuhi sumpah serapah begitu menyadari kehadiran Satya. Dan akhirnya gue sadar, ternyata Satya udah lebih dulu dipenuhi racauan bernada gelisah begitu masuk ke area Kantin.
Lo semua udah ngerti kan 'kelebihan' yang gue maksud?
Mau nggak mau gue jadi tergelitik buat menyimpulkan semuanya. Sejauh yang gue tangkap, mereka berdua bukan sekadar salah paham, tapi ada kesalahan besar yang diperbuat salah satu pihak. Gue yakin si Satya sih oknumnya. Soalnya Fira doang yang emosi, si Satya mati kutu. Hashtag mampus, hashtag kasian.
Terlepas dari betapa emosinya si Fira, gue sempat menangkap sinyal kalau dia masih mikirin Satya. Dia sempat bertanya-tanya apakah si Satya menyadari keberadaan dia di Kantin. Cuma sekelibat, abis itu dia tepis dan balik ngomel-ngomel. Sementara si Satya terus memikirkan hal yang sama semacam,
Anjir, gue harus apa ya kalau ketemu Fira?
Sadar gak kalau ada gue disini?
Kurang lebih kayak gitu lah. Terus-terusan sampai gue bosen dan, kalau boleh jujur, ada banget niat pengen ngeramasin dia pakai segelas kopi hitam yang baru gue seruput dikit karena masih panas banget.
Maksud gue gini loh, kalau emang punya salah tuh ya tau diri aja, minta maaf. Usaha kek. Bukan diem-diem tai kucing sambil bertanya-tanya. Nggak bakal ketemu juga kan jawabannya?
Sebelum lo semua marah-marah dengan alasan miNtA mAAf iTu GaK gAMpAnG, coba deh lo ingat-ingat lagi lagaknya si Satya kemarin kayak apa. Kayak paling bisa menggenggam seluruh wanita yang ada di dunia kan? Nah, sekarang malah melempem kayak krupuk yang wadahnya lupa ditutup.
Gue sempat berusaha mengorek lebih jauh lewat isi kepalanya Tyo, tapi nggak membuahkan hasil. Malah guenya jadi pusing sendiri karena kedistraksi sama isi kepala cewek di meja sebelah, yang lagi ngabsen seisi kebun binatang. Au deh tuh, abis liat apaan. Mergokin lakinya selingkuh kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe, Probably
FanfictionSebuah kisah klasik masa muda dengan bumbu FTV. Ketika yang kelihatannya nggak mungkin, jadi mungkin.