16

60 22 3
                                    

—Satya's

Mengingat fakta bahwa misi gue ternyata berjalan dengan lancar, sudah pasti ada kebahagiaan tersendiri. Apalagi waktu kemarin gue berhasil bawa dia "liburan". Meskipun cuma gue ajak minum es coklat sama makan roti kukus, yang penting hemat dan berkesan.

Boros bensin dikit sih.

Tapi nggak masalah kok. Yang penting Fira senang, dan gue bisa ngobrol lebih intens sama dia. Toh gue juga melakukan itu semua bukan karena terpaksa. Bukan juga semata-mata karena tantangan dari Aji.

"Seger banget! Kayaknya ini es coklat paling seger yang pernah gue minum."

"Sate? Sama kayak bokap gue tuh, Kak. Kayaknya bokap hafal deh tempat sate yang enak di seluruh penjuru pulau Jawa dimana aja."

"Sebenernya lawakan lo jayus sih Kak, tapi gue ketawa."

Lo semua paham kan kenapa gue ngerasa kayak lagi di atas awan? Lo liat sendiri tuh gimana senangnya Fira waktu gue ajak ngedate dadakan di pinggiran Kota. Gimana dia bisa ketawa lepas dan ngobrol banyak seputar kehidupannya, meskipun nggak terlalu detil. Itu semua udah cukup buat gue.

Seiring berjalannya waktu, gue bisa ngerasain kalau dia nyaman tiap kali ngobrol sama gue.

Ge'er ya? Bukan, ini namanya manifesting.

Gue nggak menampik fakta kalau Fira masih memperlihatkan gelagat aneh dan agaknya enggan membuka diri. Makanya gue berusaha untuk nggak kelewat batas, misalnya kepo soal keluarga, apalagi tentang masa lalu romansanya.

Satu hal yang masih mengganjal di pikiran gue: waktu dia salah pesan minuman. Harusnya es teh tawar, ternyata dipesenin yang manis. Wajah Fira langsung berubah drastis kayak orang ketakutan.

Gue jadi kepo, kenapa reaksinya begitu. Dari sorot matanya dan cara dia buru-buru menyedot minumannya, semuanya kelihatan aneh di mata gue. Apa Fira orang yang perfeksionis, sampai hal sesepele itu aja bikin dia anxious?

Atau ada alasan lain yang gue nggak tahu?

"Yuk, Sat!"

Satu tepukan pelan di bahu kanan gue seketika membuat gue tersadar.

Kini atensi gue sepenuhnya tertuju pada hamparan rumput sintetis di depan mata. Suara bola yang ditendang, orang yang berlalu-lalang di sekitar, dan tawa yang menggema di ruangan besar ini pun terdengar jelas. Maklum, tadi kan gue lagi ngelamun.

Gue lagi latihan buat tanding futsal di acara Dekan Cup FISIP. Agak absurd sih, latihannya lawan anak FIB sama Vokasi. Berawal dari Jodi, temen satu tim gue, tiba-tiba ngabarin kalau temen sekosannya ngajakin futsal. Yaudah deh, itung-itung buat latihan.

Hadeehh FIB. Inget sama Fira terus kan nih jadinya.

By the way gue ditunjuk jadi kapten tim loh, yang artinya sepak terjang gue selama berkarir di tim sepak bola jaman sekolah dulu diakui oleh khalayak. Besok tim gue bakal tanding sama Sosiologi, jam 4 sore. Cheers to the comeback of your ace. Silakan kalau kalian mau pada nonton.

Terhitung sudah dua jam berlalu, dan kita semua udah banjir keringat. Gue mengambil sebotol air mineral dari dalam tas, kemudian beringsut duduk di lantai bersama yang lain.

"Jago juga nih padaan," Jodi membuka obrolan di luar lapangan.

"Urusan serang menyerang, tetep Bang Satya yang paling mantep."

Atensi gue langsung beralih ke sumber suara. Ternyata si Maba cakep—bukan gue yang namain loh ya. Kalau nggak salah nama aslinya tuh... Haikal? Tapi sama rombongannya dikatain "Maba Cakep" gitu. Emang cakep sih, skillnya pun oke.

Maybe, ProbablyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang