—Normal POV
Fira melangkahkan kakinya memasuki gedung berlantai 3 yang sudah ramai dipenuhi kumpulan manusia dan seekor kucing berbulu oranye yang kerap berlalu-lalang di lantai dasar.
Semester baru, semangat baru, katanya.
Libur semester sudah selesai, dan sekarang waktunya kembali ke rutinitas awal. Nggak banyak yang berubah, kecuali satu hal: tugas. Semester 4, katanya, disebut sebagai gerbang neraka karena di fase inilah mahasiswa mulai dihujani tugas tanpa henti. Sepuluh kali lipat, atau bahkan seratus kali lipat dari semester sebelumnya.
"Saaaafiraaaa!" suara nyaring milik Tyo menyambut kedatangan Fira di kelas. Jam menunjukkan pukul 9 lewat 12 menit, tapi kelas hampir kosong melompong.
"Kok sepi?" tanya Fira.
"Pak Sam gak masuk," jawab Nugi.
Fira melongo sejadi-jadinya.
"Seriously?" pekik gadis berambut pendek itu. "Gue rela bangun pagi buta dan jauh-jauh kesini DEMI kelas kosong?"
"But we have assignment to do, Darling!" kata Tara. "Pak Sam emang gak pernah masuk kalau pertemuan pertama. Kata kating sih gitu."
"Tapi gak ada pengumuman sama sekali di grup?"
"Ada. Barusan Silvi ngirim," kali ini giliran Tyo yang angkat bicara. "Ngirimnya lima menit yang lalu tapi."
Ternyata benar, ada pengumuman di grup kelas. Sayangnya Fira nggak buka HP selama di perjalanan tadi. Disana tertera gambar screenshot chat antara Silvi dan Pak Sam, dosen yang bersangkutan.
Modul dan kontrak kuliah sudah tersedia di e-learning, silakan diunduh dan dipelajari. Tugas untuk minggu depan membuat—
Oke, cukup. Fira sudah nggak sanggup melanjutkannya. Yang jelas ada tugas membuat essay, dikumpulkan di pertemuan berikutnya. Artinya apa? Setelah ini dia harus berkutat dengan seabrek referensi.
"Kelas berikutnya abis jam makan siang ya? Kita ngapain dong?"
"Tenang, ada bubur langganan kita yang siap menanti. Semoga belum habis."
Fira cuma bisa mendengus sebal waktu Tara dan Tyo merangkulnya ke luar kelas. Perutnya masih penuh karena sudah sarapan di rumah sebelum berangkat. Tapi apa boleh buat? Lebih baik menemani sekawanan anak kos kelaparan daripada sendirian disini kayak orang hilang kan?
"Ibas mau ikut katanya, udah di Parkiran," kata Tyo.
Sesampainya di Parkiran, mereka langsung disuguhi pemandangan Ibas yang lagi duduk di atas jok motor dengan helm yang masih terpasang di kepala. Kasihan, notifnya masuk waktu dia sudah sampai Parkiran.
"Sialaaaaannnnnn. Gue udah hampir ketilang gara-gara putar balik sembarangan biar gak telat," omel Ibas.
"Gue juga, Bas! Udah capek-capek naik ke lantai tiga, gak taunya kelasnya KOSONG," sahut Fira.
"Udah yuk, sekarang kita makan aja," kata Tara.
"Ini mau pake mobil gue aja apa gimana? Ribet gak tapi?" tanya Nugi.
"Ntar susah parkirnya," jawab Tyo. "Atau gak, cengtri aja kita. Tara sama Fira boncengan. Lu bisa kan kalau matic? Pake motor gue aja."
Ibas langsung protes. "Gak maaaauu ah! Ntar motor gue ceper. Yang bener aja lu, Satrio!"
"Mereka nggak bisa kalau pakai punya lu, Baskoro."
Perdebatan sengit itu akhirnya berakhir dengan keputusan final Tara dan Fira boncengan pakai motor Tyo, sementara tiga lelaki bonceng tiga alias cengtri pakai motornya Ibas. Untung tempat makannya di belakang Kampus, bisa lewat jalan tembusan tanpa harus ke jalan raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe, Probably
FanfictionSebuah kisah klasik masa muda dengan bumbu FTV. Ketika yang kelihatannya nggak mungkin, jadi mungkin.