37

844 108 11
                                    

Pagi ini di kediaman Bapak dan Ibu kedatangan tamu, mereka mengaku adalah orang tua kandung anak yang salah satu Bapak dan Ibu asuh selama ini. Pertemuan ini memang terlalu mendadak hingga membuat Ibu bingung dengan semuanya.

"Ini sebenarnya ada apa Pak?" Tanya Bapak kepada salah seorang Bapak-bapak yang terlihat seperti pengusaha sedangkan yang lainnya memakai pakaian serba hitam, mungkin saja bodyguard atau apalah.

"Begini, kedatangan saya kemari untuk memastikan apakah benar Bapak pernah menemukan bayi perempuan dua puluh tahun lalu?" Tanya Bapak itu yang ternyata adalah Rudy.

"Iya pak, saya memang menemukan bayi di tempat sampah sewaktu kami pulang dari ladang." Jawab Bapak.

"Dimana dia sekarang?"

"Dia ada pak, sebentar saya panggilkan." Ibu menyahut dan segera masuk kedalam kamar Arini.

"Ada apa sih Bu?" Tanya Arini kesal, karena Ibunya memaksa untuk menemui seseorang yang sama sekali tidak dia kenal.

"Perkenalkan saya Rudy, ayah kandung kamu"

"Tunggu dulu pak! Ayah kandung? Ada apa ini sebenarnya?"

"Selama ini saya mencari keberadaan putri saya, dia di culik sewaktu dia di lahirkan, saya sudah mencarinya kesana-kesini tapi tidak menemukan titik terang, dan baru kemarin saya mendengar kabar bahwa Bapak pernah menemukan Bayi perempuan dua puluh tahun lalu. Entah kenapa saya merasa kalau anak saya berada disini." Jelas Pak Rudy.

"Saya tidak akan percaya semudah itu, Pak." Sergah Bapak.

"Saya tahu kalian tidak akan percaya kepada saya, tapi saya ingat jika anak saya memiliki tanda lahir di bahunya, dan saya juga masih ingat dia memakai selimut berwarna Biru dengan tulisan Arini Mustika Rahayu."

Ibu meluruhkan tangis nya karena semua yang di katakan Pak Rudy itu benar, Arini memiliki tanda lahir di bahu dan mempunyai selimut yang di maksudkan, bahkan Ibu masih menyimpannya sampai sekarang.

"Jadi Bapak adalah Ayah kandung saya?" Tanya Arini

"Iya Nak, kamu mau kan ikut sama Papi?" Tanya Rudy.

"Saya tetap tidak percaya sama bapak." Sanggah Bapak.

"Baik, kalau begitu kita lakukan saja tes DNA, dan sebelum hasilnya keluar Arini akan tinggal bersama saya."

"Tidak. Arini akan tetap tinggal di sini bersama kami." Ibu menggenggam tangan Arini erat.

Arini melepaskan cekalan Ibunya dan menghampiri Pak Rudy yang mengaku sebagai ayahnya,

"Aku akan tinggal bersama Ayah kandungku, aku sudah muak tinggal di tempat sempit seperti ini" ujar Arini

Ibu sakit hati mendengarnya karena Arini lebih memilih orang baru di kehidupannya dari pada mereka yang sudah merawat dan membesarkannya.

"Ibu gak usah khawatir, aku akan membayar semua yang sudah Ibu berikan selama merawat aku." Tangis Ibu semakin pecah mendengar setiap kalimat yang keluar dari bibir anak asuhnya.

"Ibu tidak pernah mengharapkan apapun Arini, Ibu hanya ingin terus menyayangi kamu."

"Sudahlah Bu, biarkan aku pergi dan bahagia dengan keluargaku, aku sudah muak tinggal bersama kalian, Ayo Pak kita pergi."

Arini menarik tangan Pak Rudy meninggalkan rumah kecil yang sudah dia tinggali selama ini, tidak ada rasa berat meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempatnya berlindung, yang dia rasakan hanya kebebasan dan kekayaan karena dia yakin orang yang mengaku Ayah kandungnya pastilah orang kaya.

Ibu meraung menangis mengejar Arini agar dia kembali, Bapak menghentikannya dan memeluk Ibu menenangkannya.

"Sudahlah Bu, Arini tidak akan pernah kembali pada kita sekalipun kita mengemis bersimpuh di kakinya, kita sudah gagal mendidiknya Bu."

"Apa Arini tidak menyayangi kita Pak?"

"Sudah Bu, sudah. Jangan pikirkan anak itu, dia bukan anak kita."

"Tapi Pak.."

"Bu.."

Ibu bungkam, sesak dalam dadanya masih terasa dia begitu menyayangi Arini menganggapnya sama seperti anak kandungnya, dia tidak pernah membedakan kasih sayang antara Prilly dan Arini, bahkan selama ini dia cenderung lebih memperhatikan Arini di banding kan Prilly anak kandungnya sendiri, apakah kasih sayangnya kepada Arini selama ini masih kurang?

"Ayo kita masuk kedalam Bu."

**

Arini menginjakkan kakinya di sebuah rumah mewah, dia begitu takjud melihatnya, benarkah selama sekarang dia menjadi anak orang kaya?.

"Ayo masuk."

Arini mengikuti langkah kaki Rudi, dia menatap rumah mewah itu dengan sesekali menganga karena perabotannya yang tidak main-main.

"Arini, ini istri saya Marta."

"Mama" Arini ingin memeluk Ibunya tapi Marta malah menghindar

"Jangan senang dulu kamu, kami membawa kamu kemari karena ada alasannya."

"Alasan?"

"Ya, sebenarnya saya sudah tahu sejak dulu kalau kamu di asuh sama petani itu, tapi saya gak berniat untuk mengambil kamu." Ujar Marta

"Kami membawa kamu karena Eyang kamu." Lanjut Rudy

"Eyang?"

"Ya, eyang kamu menuliskan surat wasiat jika kami tidak bisa memiliki keturunan maka semua harta miliknya akan dia sumbangkan semuanya, sebaliknya jika kami memiliki keturunan maka seluruh kekayaannya akan menjadi milik kamu dan juga kami." Jelas Rudy

Arini merasa sedikit terpukul mendengarnya, ternyata orang tuanya hanya ingin memanfaatkannya, tapi tak mengapa selama dia masih mendapatkan kesempatan menjadi orang kaya maka dia tidak akan melepaskannya begitu saja, dia menekan hatinya kuat-kuat agar tidak merasakan sakit hati dengan perkataan orang tua kandungnya.

"Berapa persen untuk saya?" Tanya Arini

"90 dan sisanya untuk kami"

90 persen itu artinya dialah penguasa semua harta ini, dia menyeringai sinis.

"Kalian pikir saya akan memberikan harta sebanyak itu untuk kalian? Jangan harap! Ingat itu, Saya bukan orang bodoh."

"Kamu" tunjuk Rudy

"Apa? Kalian masih ingin menikmati kekayaan ini bukan? Maka mulai sekarang dengarkan semu perkataanku"

"Tidak bisa, kau bocah ingusan ingin mari ditanganku?"

"Bunuh saja aku, maka harta ini tidak akan pernah menjadi milik kalian"

Rudy tercengang mendengarnya, dia pikir anaknya adalah anak yang polos yang akan mendengarkan semua perintahnya nyatanya anaknya menggilai harta dan kekuasaan.

"Baiklah, kami akan menuruti kemaunmu, dengan syarat kamu akan memberikan kami jumlah uang lebih daripada yang selama ini kami dapat dari eyang kamu"

"Tidak masalah bagiku, untuk sekarang aku mau kamarku itu adalah kamar utama disini."

"Hey, itu kamar kami berdua."

"Sudah Mi, baiklah kita akan pindah dari kamar utama."

Rudy menarik tangan istrinya, Arini duduk di sofa. Sekarang dia punya segalanya dengan ini dia akan dengan mudah mendapatkan Ali.

"Kamu apa-apaan sih Pi?"

"Kamu tenang Mi, aku tidak akan diam saja, lihat saja aku akan merebut harta itu dan membuangnya kembali, dan untuk saat ini kita harus mengikuti kemauannya." Marta mengangguk dan tersenyum licik, dan kelicikan mereka menurun kepada anak mereka.

.

Aku double up nihh, untuk menebus keterlambatan update ku..

Semoga tidak bosan membaca.

Jangan lupa, Vote dan komennya yakk..

See you..

Follow juga akun wattpadku buat yang belum follow..

Salam hangat dari aku.😉😉

Tandai typo yakk.. untuk mempermudah revisi nanri

M I N ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang