39

824 111 9
                                    

Arini terus saja menatap keluar jendela kafe, menunggu seseorang memang sangat menyebalkan tapi demi usahanya dia rela menunggu.

"Sorry telat, jalanan macet." Ujar seseorang, dia menaruh sebuah kantong plastik di hadapan Arini.

"Kalau bukan karena gue butuh itu barang, mana mau gue nungguin lo"

"Emang tuh barang buat siapa sih? Susah tahu dapetinnya perlu usaha sama duit."

"Lo gak perlu tahu Ram, yang penting duitnya udah gue transfer."

Rama adalah teman Arini sejak duduk di bangku SD, dia bekerja di Rumah Sakit terkadang dia juga di minta untuk membawakan obat-obatan yang bukan resep Dokter, Arini tahu Rama bisa membantunya tanpa dia harus melukai Prilly.

"Sumpah ya, kalau bukan lo yang minta gue gak akan kasih tuh barang. Lo tahu efek sampingnya itu ngeri,"

"Gue tahu Rama, udah ya gue cabut duluan. Duitnya udah gue transfer kalau kurang telepone gue aja."

Arini meninggalkan Rama, sebenarnya Rama sendiri bingung dengan apa yang di minta Arini kalau bukan karena gadis itu yang meminta mungkin dia tidak akan pernah memberikan barang itu berapapun harganya, ini bukan masalah uang tapi ini tentang nyawa seseorang. Entah apa yang akan di lakukan Arini yang jelas Rama takut gadis itu akan melampaui batas, inginnya dia mencegah tapi perasaannya pada Arini menahannya untuk melakukan apapun yang gadis itu inginkan, perasaan yang sudah tumbuh sejak dia remaja hingga sedewasa ini.

Rama menghela nafasnya dan berdoa semoga Arini tidak berbuat macam-macam dengan barang yang dia berikan, tapi hati dan pikirannya berbeda, hatinya yakin Arini tidak akan berbuat sesuatu yang berbahaya tapi pikirannya mengatakan kalau Arini akan melakukan sesuatu yang sangat berbahaya.

**

"Saya pulang terlambat ya hari ini, kamu mau saya bawain sesuatu?" Tanya Ali di telepone.

"Aku mau dibeliin Mie Ayam di persimpangan jalan yang mau ke rumah kita ya" pinta Prilly di seberang sana.

"Oke, nanti saya bawain. Hati-hati di rumah jangan kecapean"

Ali mematikan sambungan teleponenya setelah memastikan kalau Prilly baik-baik saja, entah kenapa hari ini dia merasakan firasat buruk yang akan terjadi kepada istrinya itu.

"Permisi Pak, ini ada beberapa berkas yang harus Bapak tandatangani" Diandra masuk kedalam ruangan Ali, meski ada rasa canggung keduanya tetap bersikap profesional.

Ali meneliti berkas-berkas itu kemudian menandatanganinya, Diandra pamit undur diri dan kembali ke meja kerjanya.

Kembali Ali berkutat dengan laptopnya, sebetulnya dia ingin segera pulang kerumah tapi ada beberapa pekerjaan yang harus dia urus langsung, sesekali dia melirik jam di tangannya yang bergerak seperti lambat sekali.

Sedangkan saat ini, Prilly tengah duduk di depan rumahnya menikmati suasana sore hari di temani secangkir teh dan beberapa camilan, saat Ali tadi meneleponenya padalah dia sedang menginginkan sesuatu tapi tidak tega membuat Ali repot apalagi dia tengah sibuk dengan pekerjaannya alhasil dia hanya titip pesanannya itu toh mau sekarang atau nanti yang penting ngidamnya terpenuhi.

Prilly masuk kedalam untuk mengambil hp nya yang tertinggal, takut jika nanti suaminya atau keluarganya telepon tidak terdengar.

Saat kembali tidak ada yang berubah, tapi Prilly merasa tadi ada orang yang keluar dari gerbang, mungkin perasaannya saja. Saat melihat kearah meja ada kantong Plastik berisi makanan,

"Non, tadi Nyonya besar telepon katanya Nyonya besar ngirim makanan kesini mungkin sebentar lagi sampai" Bi Imah datang terpogoh-pogoh.

"Iya Bi, ini udah datang mungkin tadi kurirnya datang terus simpan disini."

Agak heran juga sih, biasanya kan kurir kalau mengantar makanan selalu panggil atau menuggu penerima, mungkin saja kurirnya terburu-buru.

"Bi, tolong ambilin piring ya" Bi Imah segera masuk kedalam dan tak lama kembali dengan piring dan juga sendok serta garpu.

Prilly membuka makanan itu, Rujak segar menggugah seleranya segera dia menuangkannya kedalam piring dan melahapnya.

Cuaca memang dibilang cukup terik hari ini, memakan Rujak di sore hari ternyata tidak buruk juga. Prilly memakannya hingga tandas tak bersisa.

"Permisi, apa ini benar kediamannya Ibu Prilly?" Tanya seorang ojol yang baru saja sampai.

"Iya, ada apa ya?"

"Ini ada pesanan makanan"

Kurir itu memberikan bingkisan makanan, dan mengatakan jika itu dari mertuanya Prilly, saat Prilly membukanya ternyata isinya berupa kue bolu kesukaan Prilly, lantas siapa yang tadi mengirimnya makanan?

Saat termenung tiba-tiba perutnya terasa sakit melilit dan terasa mual, Prilly masuk kedalam toilet dan muntah-muntah, Tak hanya mual Prilly merasa perutnya seolah di cabik-cabik sehingga dia tak kuat berdiri dan terjatuh, perutnya semakin melilit wajahnya terlihat pucat.

Bi Imah yang mendengar teriakan majikannya segera mendatangi Prilly yang sudah pingsan bersimbah darah.

**

Ali yang sedang sibuk dengan laptopnya di kagetkan dengan panggilan telepone dari pembantunya.

"Apa? Saya segera ke rumah sakit sekarang."











.

Sengaja mau buat kalian penasaran, biar pantengin terus ceritanya.. hehe😊

Baca juga story aku yang judulnya "ALIANKA ALASKA (NEW VERSION)" Ya..

See you gengsss....

M I N ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang