DANDELION (28)

50 7 11
                                    

HAPPY READING💖
Maapin kalo ada typo yakkkk!

******************

Ceklek.

Suara pintu terbuka membuat satu-persatu orang yang ada di lantai bawah, menoleh ke atas. Tak berbeda dari mereka, Tristan juga berbalik, menemukan Callista yang tengah berdiri dengan wajah sedikit pucat, mata sembab, bibir mengering juga kemerah-merahan di leher akibat cekikan tadi.

Dalam kesunyian yang sejak tadi memenuhi ruangan, Callista mengedarkan pandangan. Menatap mereka yang ada di bawah sana sebelum berakhir pada lelaki didekatnya.

Kalut. Cemas. Dan marah.

Semuanya bercampur dalam tatapan sendu yang lelaki ini tujukan padanya. Selain Liam, ternyata masih ada pria lain yang begitu ketakutan disini. Menunggunya di depan kamar tanpa berniat melihat seberapa banyak air mata yang Callista tumpahkan di dalam sana sejak mereka membawanya jauh dari jangkauan Alana. Meski begitu, ia tahu Tristan sudah ada di tempat ini, bahkan sejak ia berpura-pura ingin tidur.

"Gue gak papa." Callista berujar lemah. Tersenyum tenang seakan mengerti ribuan pertanyan dalam mata lelaki itu. "Gue cuma mau liat keadaan mama."

Setelahnya, Callista berjalan pergi. Membuktikan bahwa kakinya tidak lagi seperti jelly sesaat sebelum pergelangan tangannya ditahan. Menghentikannya tepat di ujung teratas tangga.

Melihat gelengan kecil dari Tristan, Callista lagi-lagi menerbitkan seulas senyum tipis. Menurunkan tangan pria itu dengan lembut. "Harimau gak mungkin makan anaknya sendiri."

Lalu, Callista menuruni tangga. Menghembuskan napas berat begitu tatapan iba menjadi sambutan dari Kinan dan yang lain. Entah bagaimana penampilannya sekarang, namun apa Callista benar-benar sememprihatinkan itu?

"Gue laper. Pengen makan ayam sama ikan bakar. Kalian bisa buatin?"

Butuh waktu lama sampai ia menerima anggukan kaku dari Olan. Sementara yang lain perlahan mengikuti.

Kali ini, Callista menerbitkan senyum lebar. "Tapi gue mau rasanya persis kek di rumah Tristan. Bisa?"

Olan mengangguk cepat. "Bisa! Lo mau berapa? Lima? Sepuluh? Gue bikinin! Sepesial!"

Terkekeh kecil, pandangan Callista beralih pada salah seorang pelayan disitu. "Anterin mereka ke rooftop villa."

"Baik nona." Tunduk Nina.

"Yeayyy! Makan lagi!" Sorak Lula, masih dengan snack berukuran jumbo di tangannya.

"Makan mulu lo heran gue." Ujar Kinan. Sejak pertama kali bertemu hingga detik ini, ia bahkan tidak pernah menemukan tangan kecil itu kosong dari makanan.

"Gak makan gak hidup."

Lalu, gadis kecil itu melangkah lebih dulu. Mengikuti pelayan dengan santai sembari menikmati cemilannya. Kinan mendengus, menyusulnya sedikit berlari. Sementara yang lain mengikuti, Callista juga melangkah menuju kamar Alana.

Masuk dengan langkah perlahan. Terbesit keraguan ketika tubuhnya makin mendekat. Kesunyian dalam ruangan ini, entah mengapa terasa sangat berbeda. Mampu membuat nadinya berpacu. Namun, tetap saja. Ego Callista lebih besar dari ketakutannya.

Begitu damai mata indah itu terpejam. Napas beraturan yang terdengar tenang juga cukup membuat benak Callista menghangat. Meski, kesedihan juga menyerbunya dalam waktu bersamaan.

Tidak ada yang terlepas dari pandangan Callista. Baik bibir pucatnya, bekas air mata yang mengering, juga tubuh rapuh Alana. Semuanya, terlihat menyedihkan. Begitu berbeda dengan sosok kuat yang dulunya selalu Callista temukan. Demam tinggi sekalipun, tidak akan wanita ini tunjukkan.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang