DANDELION (30)

34 5 15
                                    

HAPPY READING💖
Maapkan kalo ada typo yaakkk!

******************

Puluhan langkah yang saling beradu berisik itu, terdengar semakin menjauh. Nyaris menghilang tatkala kedua insan ini masih di tempatnya. Merasakan deru napas hangat saat udara dingin makin menusuk kulit-kulit mereka. 

Sedetikpun tatapan Tristan tidak beralih, seolah terkunci dalam sepasang mata yang bahkan masih bisa menunjukkan cahayanya dalam kegelapan malam juga kesuraman hutan. Nadinya berpacu, sementara dadanya terasa ingin meledak. Semakin Tristan memikirkannya, semakin kewarasannya terganggu.

Sepertinya begitu. Karena saat ini dengan segala kegilaannya, ia mendekatkan wajah. Mengabaikan apapun termasuk detang jantung ini. Dibawah sana, jemari Callista menekuk. Tanpa sadar dirinya menahan napas, merasakan ujung hidung lelaki ini mulai bergesekan dengan kulitnya. Untuk sesaat, bisakah Callista melupakan segalanya?

Ini... situasi ini.. lelaki ini.. membuatnya tidak dapat memikirkan apapun. Sejak kapan Tristan membuat Callista gemetar seperti ini? sejak kapan dirinya sangat mudah dikendalikan seperti sekarang? dan masih banyak lagi. Semuanya terlalu rumit. Terlalu mendebarkan.

Callista memejamkan mata, bersiap jika harus menyesalinya nanti. Persetan dengan itu.

"Gue.." Deru napas Tristan memburu. Keringat dingin membasahi pelipisnya. "G--gak bakal cium lo." 

"Huh?"

Tristan bersumpah, ini kebohongan terbesar dalam hidupnya. Sialan. Sialan. Sialan. Bersama urat-urat yang mulai bermunculan di pelipisnya, Tristan mengutuk dirinya sendiri. Demi apapun, merasakan tubuh kaku Callista, nyaris membuatnya gila karena kebimbangan. Apa dia sudah melakukan kesalahan? pada bagian mana? saat dirinya mendekat? atau saat dirinya mengatakan hal tadi? a--apa Callista akan marah? tidak mungkin jika karena ini gadis itu merasa dipermainkan bukan? Benar. Tidak mung---.

Brukk!!!!

Brengsek. 

Tubuh Callista memanas. Seakan amarahnya sama sekali belum terlampiaskan bahkan setelah mendengar ringisan lelaki itu.

"Cal..."

"GUE MAU PULANG!" Callista memekik, menggema hingga mungkin saja menakuti seluruh binatang buas hingga makhluk halus dalam hutan itu. Tristan meneguk ludah, masih tidak percaya dengan dirinya sendiri. 

"Cal.. l--lo gak mau bunuh gue kan?" tanyanya entah bagaimana mulai merinding. 

Dalam gelap, Callista menatap bengis. "Gue..." tangannya terkepal, sementara ia menghembuskan napas panjang. " MAUUUUU PULANGGGGGG!!"

Tristan segera beranjak. Membekap mulut gadis ini dengan cepat. Sedang matanya mengamati sekitar dengan teliti. "Kita harus pergi dari sini." 

Lalu, Tristan melepaskan jemarinya. Menggendong Callista tanpa meminta persetujuan. Gadis ini memberontak, menyerbu Tristan dengan pukulan bertubi-tubi saat dia tengah berlari cepat. Menginjak dedaunan, ranting-ranting, lalu melompat berulang kali. Jemari Callista berhenti. Merasakan angin berhembus kencang, sementara ia tidak tahu kemana lelaki ini membawanya. 

"Peluk leher gue Callista!" Sentak Tristan.

Sedetik kemudian, suara peluru terdengar mengudara. Satu, dua, begitu banyak. Callista membatu, menemukan cahaya senter bertebaran jauh dibelakang. Pegangannya kemudian menguat, tidak sadar jika mungkin itu menyakiti lelaki ini. Panik. Takut. Callista tidak dapat membedakan keduanya dikala Tristan sibuk berlari, memeluk tubuhnya erat sekaligus melindunginya dari goresan apapun.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang