DANDELION (27)

49 6 6
                                    

HAPPY READING💖
VOTE+KOMEN GAIS!
Maapin kalo ada typo yakkk!

*********************

"Ternyata lo dateng juga? Kirain bodyguard gue udah lupa jalan pulang."
Kedutan samar dikedua pipi Tristan tidak bisa disembunyikan lagi begitu senyum gadis ini berganti lirikan tajam. Tristan tahu Callista kesal----marah. Terutama sejak satu setengah jam yang lalu, gadis keras kepala ini tidak kunjung berhenti melihat ke arah gerbang.

"Lo darimana aja?" Tanya Callista, masih dengan aksi sinisnya. "Lo habis ngedate dulu sama cewek-cewek diluar sana?!"

"Di villa nanti gue bakal sibuk jagain lo." Balas Tristan, sengaja mengalihkan tatapannya. "Gak bakal sempat buat ngedate sam------"

"JADI LO BENERAN KETEMU CEWEK?!" Callista memekik, mencebik kesal. "Atau lo emang udah bosen jagain gue?"

"Gue gak bilang gue-------"

"Lo bosen." Tunduk Callista. Gumaman lemahnya membuat Tristan lantas menoleh. Tiba-tiba, sesak menghantam dada Tristan. Namun, ia makin terkejut begitu melihat Callista meneteskan air mata sebelum menyekanya tergesa.

Jemari Tristan menyentuh lembut jemari gadis ini. "Callista..."

"Hari ini gue nangis. Gue.. takut." Callista menepis pelan tangan Tristan, meneguk ludahnya pahit. "Tapi lo gak dateng kayak waktu itu. Hari ini lo telat, padahal waktu itu gak telat." Callista tahu ini egois. Kekanak-kanakan. Seakan-akan dirinya ingin kejadian di rumah lelaki itu, selalu terulang.

Callista takut gelap. Namun Tristan datang. Tidak terlambat.

Callista menangis. Lalu Tristan memeluknya.

Tristan bergeming. Menyadari jika gadis ini tidak marah melainkan kecewa. Dan entah bagaimana itu mulai membuatnya takut.

Namun, apakah kekecewaan gadis ini akan menghilang begitu tahu Tristan sudah datang sejak dia melangkahkan kaki keluar dari rumah? Terus mengamati apapun yang Callista lakukan dari luar gerbang? Tanpa bisa menahan senyum seperti yang Tristan lakukan biasanya?

Akankah gadis ini marah jika tahu selama ia menangis, Tristan terus ada di balik pintu mendengarkan isakannya?

Untuk pertama kali, Tristan tidak ingin lagi mengamati gadis ini dari jauh. Tidak ingin bersembunyi tatkala berpikir jika Callista ingin waktu sendiri.

"Gue ngerepotin banget ya?" Nada serak menghiasi suara Callista. "Abang udah bosen banget? Kalo belum banyak bosennya, boleh tahan dikit lagi nggak? Gue bisa mandiri lagi kok kayak dulu. Gue bis-------"

"Apa kalo gue mati dan gak bisa jagain lo kayak tadi, lo masih mikir itu bosen?"

"Tristan!" Callista menatap tajam Tristan, mencebik dengan mata berlinang. Ia bahkan sudah tidak peduli dengan kekalutan yang sempat tampak pada wajah lelaki itu. "Tarik kata-kata lo sekarang!"

Menggemaskan. Tristan nyaris tersenyum sebelum rasa kalut memenuhi benaknya ketika Callista akhirnya benar-benar menangis. Memberikan dada dan lengan Tristan pukulan bertubi-tubi.

"Gak boleh mati! Lo gak boleh mati!"

Callista semakin berontak, mengalahkan tangan Tristan yang berusaha menangkap jemarinya.

"Lo boleh bosen, tapi jangan mati." Menatap lelaki itu lagi, Callista berucap tegas. "Atau gue gak akan maafin lo kalau sampai itu terjadi."

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang