DANDELION (2)

86 11 0
                                    

HAPPY READING💖

"Gue pulang duluan!"

Callista berlari. Meninggalkan kedua sahabatnya yang masih melongo di tempat mereka. Aca dan Kinan bahkan baru berniat memasukkan buku ke dalam tas ketika gadis itu sudah lebih dulu meninggalkan kelas.

"Liat noh sahabat lo. Pasti cuma gara-gara hindarin Raymond." Ujar Kinan menggelengkan kepalanya.

"Gue jadi mikir kalo Callista sebenernya phobia cowok." jawab Aca memikirkan kalimatnya sementara Kinan hanya menaikkan kedua bahu tanda tak ingin peduli.

Sepuluh menit kemudian, Callista yang masih berdiri di parkiran mendengus kesal begitu pria yang sejak tadi ia tunggu akhirnya memunculkan batang hidungnya.

"Lama banget lo!" Callista menyentak, segera masuk ke dalam mobil ketika Liam menekan tombol kunci mobilnya.

Barulah setelah itu Callista menghela napas lega seraya menunggu Liam membawa mobil ini keluar dari lokasi sekolah.

"Kita gak langsung pulang." Ucap Liam dengan tatapan yang tertuju ke depan. Kedua tangannya sibuk menyetir, sementara wajah datar lelaki itu tetap terpasang. Seperti biasa.

"Kita mau kemana?"

"Clarisa."

Memutar bola mata malas, Callista mendesah berat. Gadis manja itu lagi. Selain memekik seperti anak kecil, apa yang bisa gadis itu lakukan? Callista benar-benar tidak habis pikir mengapa kakak laki-lakinya ini mau berpacaran dengan Clarisa yang jelas-jelas hanya memanfaatkan kekayaan dan kekuasaan Bryan.

Callista bahkan tidak ingin repot-repot menghitung seberapa banyak yang menginginkan lelaki berparas tampan ini. Tidak-tidak. Bukan hanya tampan, tapi sangat. Hingga nyaris membuat siapapun bertekuk lutut untuknya. Terkecuali Callista.

Layaknya ukiran yang di pahat khusus, Liam diciptakan seolah tanpa cela. Wajah dingin dan datarnya melengkapi kesempurnaan fisik lelaki ini. Terlalu banyak, terlampau jauh untuk sekedar dijelaskan dengan kata-kata.

Selain menjadi putra mahkota keluarga Mikhailord, Liam memiliki pengaruh cukup besar di luar sana. Baik di kalangan anak muda seperti mereka atau juga bisnis-bisnis resmi. Lelaki muda itu sudah memiliki perusahaan-perusahaan besar yang membuatnya tidak bergantung pada Edward, ayah kandungnya.

Hanya saja, Liam menyerahkan segalanya pada orang kepercayaannya. Sampai dia beranjak dewasa, Liam masih akan tetap menikmati masa mudanya dengan sedikit bermain-main. Bukankah karena itu Edward tidak bisa menyentuhnya? Tidak. Jangankan Edward, ayahnya sendiri, siapapun tidak akan berkutik di bawah kuasanya. Persetan jika lelaki tua itu adalah lambang keluarga Mikhailord. Toh, Liam bisa menjulang lebih tinggi tanpa marga sialan itu.

Tidak perlu heran, jika Clarisa Eunike, gadis yang sudah bersamanya selama dua tahun belakangan ini tidak akan mau melepas Liam. Meskipun Callista terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada gadis itu bahkan sejak awal mereka pacaran.

"Lo kan bisa anter gue pulang dulu baru ketemu sama dia." Protes Callista menoleh kembali pada Liam.

"Dia gak suka nunggu lama."

"Gue juga gak suka ketemu dia!"

Diam. Liam hanya diam. Membuat Callista uring-uringan. Selalu saja seperti itu. Apa susahnya menunggu sebentar saja? Dasar gadis manja merepotkan!

Alih-alih membawanya pulang, beberapa menit kemudian Liam benar-benar menghentikan mobilnya di sebuah cafe. Baru saja ingin membujuk kembali, lelaki itu sudah keluar lebih dulu. Meninggalkan Callista sendirian dalam mobil.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang