DANDELION (35.B.)

26 5 10
                                    

HAPPY READING💗
Maapin kalo ada typo yaa!
Btw siapin tissue yuk🐭
***********

Callista menarik napas panjang. Memejamkan mata kuat sebelum kembali membukanya. Menatap wanita itu datar. "I'm sorry mom. Tapi kali ini, kita gantian. Mama yang harus kehilangan Callista."

Mengerjap, Alana memandang Callista terkejut. Menggelengkan kepala berulang kali sembari terisak. Sementara semua orang mendongak, sama terkejutnya.

Berbalik, Callista berjalan lurus. Menjatuhkan jam tangan, melepas sepatu, juga kalung yang ada di lehernya.

"Jangan cari gue. Atau lo semua bakal temuin mayat cantik dengan lumuran darah ditubuhnya."

*****************

Di bawah guyuran hujan, Callista berjalan tertatih. Tubuh basahnya tampak begitu lemah. Tatapannya tertuju kosong ke depan. Sementara jalan mulai terlihat sepi mengingat waktu sudah menunjukkan tengah malam.

Dari belakang, Tristan masih mengikuti. Sedikitpun, pandangannya tidak terlepas dari punggung gadis itu. Sama sepertinya, Tristan juga membiarkan diri kedinginan di bawah guyuran hujan.

Tiba-tiba, Callista berbalik. Menatap Tristan dengan tatapan mengenaskan. Hanya sekejap, sebelum dirinya terisak keras.

Sontak, mata Tristan memerah. Darah seakan mendidih dalam tubuhnya. Tanpa berpikir lagi, lelaki itu berjalan. Cepat, terlalu cepat hingga mendekap gadis ini begitu kuat.

Tidak menolak, Callista menenggelamkan diri dalam pelukan ternyaman itu. Menangis sepuasnya. Seperti biasa, saat ia bersama lelaki ini.

"I'm sorry." Lirih, Callista berbisik sesenggukan. "Gue selalu butuh lo. I'm so sorry."

Tidak apa. Tidak masalah. Itu baik. Lebih dari apapun, Tristan bersumpah ingin mengucapkan semua kalimat yang bisa menjelaskan bagaimana semuanya terasa indah tiap kali mereka berpelukan seperti ini. Tiap kali Callista membutuhkannya. Tiap kali Callista tidak menyembunyikan air mata darinya.

Sekalipun, air mata itu nyaris membuat Tristan ingin membunuh mereka semua.

Melepaskan Callista begitu lembut, Tristan mendekap kedua sisi wajahnya. "Tatap gue."

Callista menggeleng. Terus menundukkan kepalanya sembari menangis.

"Callista Adrienne, look at me." Kali ini, Tristan agak memaksa dalam bisikannya. Membuat gadis itu tidak bisa menolak ketika dagunya dinaikkan lembut.

Kerapuhan jelas Tristan temukan di matanya. Menciptakan amarah semakin besar dalam dada Tristan. Sejenak, ia memejamkan mata. Segera membukanya ketika ia merasa lebih tenang.

"Gue gak punya apapun." Bisiknya. "Apapun yang dunia bisa kasih buat lo."

Menelan ludah, jantung Tristan berdegub kencang. Sementara kedua tangan yang mendekap sisi wajah Callista terasa membeku.

"So, will you marry me?"

Bergeming. Callista menatap sepasang mata yang tampak begitu sayu di bawah guyuran hujan. Tidak ada tipuan di dalamnya. Tidak ada permainan. Sedikitpun tidak.

Seolah lelaki ini memang mencintainya. Benar-benar siap membanjirinya dengan cinta yang tidak bisa dirinya temukan pada siapapun. 

Bahagia. Callista tidak tahu bagaimana kehangatan dan ketenangan memenuhi benaknya-----nyaris meledak. Bagaimana dirinya selalu merasa di atas angin ketika bersama lelaki ini.

Sembari menangis, Callista menarik napas panjang. Siap menyuarakan suara hatinya tatkala seseorang tiba-tiba muncul di balik tubuh Tristan. Mendekati mereka begitu cepat, hingga Callista tidak bisa merasakan apapun tatkala botol kaca menghantam keras belakang leher Tristan.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang