DANDELION (33)

16 5 13
                                    

HAPPY READING💖
Maapin kalo ada typo yakkk!
Lopyuuu

***************

Tepat di depan lorong menuju gudang, pergelangan tangan Callista tertahan. Lebih tepatnya di tarik untuk segera membalikkan tubuh.

Mendongak, rahang tegas juga mata setajam elang menjadi hal pertama yang masuk dalam pandangannya. Tatapan Tristan lembut, tertuju hanya pada Callista. Namun mereka sama-sama tahu, ada amarah besar yang lelaki ini pendam dan usahakan untuk tidak meledak.

"Jangan kesana sendiri."

Callista menghembuskan napas panjang. "Lo gak denger perintah gue tadi?"

"Gue bukan bodyguard lo lagi." Tristan menyeringai, sukses besar membekukan darah Callista. "Lagipula, gue bukan orang yang bakal lakuin sesuatu karena perintah."

****************

Sementara kedua penjaga masih mengawasi di belakang mereka, kedua insan ini melangkah masuk ke ruangan di depan mereka. Ruangan tanpa cahaya apapun. Seketika, dada Callista mendadak sesak. Keringat dingin mulai menjalar di sekujur tubuhnya.

Gemetar. Masih diujung pintu, namun Callista sudah merasa oksigen di bumi ini semakin berkurang. Satu kaki Callista mundur selangkah. Merasa ragu, juga tidak mampu. Tidak akan pernah. Sesaat sebelum jemari kekar menggenggam tangannya begitu lembut.

"Ambil napas dalam-dalam." Ujar Tristan.

Melirik lelaki itu sebentar, Callista menurut. Menghirup oksigen sebanyak mungkin lalu menghembuskannya. Berulang kali ia melakukan hal yang sama, sampai ia mengangguk pada Tristan tanda dirinya mulai tenang.

"Hitungan ketiga, lari."

Mengangguk----Callista mengernyit. Kembali menengok. Hanya sekilas, sebelum jemarinya ditarik secara tiba-tiba. Memaksa tubuhnya berlari mengikuti tubuh lelaki sialan ini saat otaknya bahkan belum mencerna apa-apa.

Cepat. Callista merasa tubuhnya ingin melayang saja ketika Tristan membawanya berlari menyusuri lorong sisi kiri gudang seakan tengah berlomba dengan angin. Sementara langkah kedua penjaga tadi, terdengar sangat jauh di belakang.

"Lo----Lo belum bilang tiga sialan!" Di saat napasnya sudah ngos-ngosan, Callista masih sempat menggerutu pada lelaki yang bahkan tidak mempedulikan ucapannya ini.

"Bawain gue motor."

Hanya itu yang bisa Callista dengar di sela-sela lari mereka. Entah dengan siapa lelaki ini berbicara, namun yang pasti Callista tidak tahu mereka akan kemana dengan berkali-kali melewati pintu pembatas antara ruangan yang satu dan yang lain. Callista hanya tahu penjaga di rumah ini sangat banyak. Entah bagaimana mereka akan lepas.

Belok ke kanan, tembus kolam renang. Callista merasakan langkah kaki semakin banyak di belakang mereka, sedang Tristan sama sekali tidak berhenti. Keduanya terus berlari. Saling menggenggam, seakan Tristan tidak akan membiarkan gadis rapuh ini tertinggal.

Masuk ke taman belakang, Tristan melompati bebatuan hiasan, begitu juga dengan Callista. Tristan berlari, Callista mengikuti.

Tristan berhenti, Callista seakan kehilangan napasnya. Dinding besar menjulang di hadapan mereka. Callista bahkan belum bisa berpikir ketika Tristan mengangkat tubuhnya, memaksanya untuk memanjati dinding sialan ini dengan cepat.

'Tristan anak setan!'

Callista hanya bisa merutuk ketika dirinya mencapai puncak tembok ini dengan susah payah. Sementara lelaki ini memanjat, sedikit bergerak ke samping hingga menaikkan kedua kakinya tepat di sisi kanan Callista. Berbalik ke belakang, belasan penjaga sedang berlari menuju mereka.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang