DANDELION (18)

80 9 11
                                    

HAPPY READING!💖
Maapkan kalo ada typo yaaaa!
Maap juga karena telat updatenya:) di bawah ada penjelasan kok. Thankyou!
*****************

"Ngapain sih bawa Lula ke sini?!"

"Lula maunya di rumah sama bang Adit!"

"Lula mau swimming swimming!"

"Kalian mau culik Lula?"

"Lula tau lula cantik, seksai bahen------"

Kotak berisi belasan coklat menggiurkan didalamnya membuat ocehan-ocehan itu berhenti. Sontak, mata Lula membulat. Seperti baru saja mendapatkan harta karun. Segera, tanpa berpikir panjang lagi ia meraihnya, memeluknya dengan erat. "Oke! Lula gak bakal nakal! Tenang aja, Lula mah anak baik!"

Callista memutar bola mata malas. Mengabaikan beberapa siswa-siswi yang memperhatikan mereka. "Lama-lama lo kalo di kasih racun mau juga."

Lula menaikkan kedua bahunya. "Yang penting enaknya."

Callista tergelak. Selain tidak takut pada Arumi dan Edward, gadis kecil ini juga tidak takut mati rupanya. Benar-benar menakjubkan. Tau begitu, Callista akan memberikan coklatnya sewaktu di mobil tadi.

Ia memang tidak ingin meninggalkan gadis kecil ini di istana terkutuk itu. Membayangkan Arumi akan menyiksanya itu benar-benar memuakkan. Meskipun Callista yakin Lula bisa membalas, tetap saja dia masih anak kecil. Olan dan yang lain pasti tidak akan bisa menolongnya jika Liam dan Callista tidak ada.

"Nanti gue titip lo ke ibu kantin. Kebetulan dia temen bi Helena jadi udah pasti dia jagain lo. Awas aja kalo lo keluyuran."

"Iya-iya. Bawel banget jadi cewek."

Callista mendengus. Kembali menggenggam tangan Lula seraya berjalan menuju kantin. Sementara Tristan berjalan di belakang, tepat di sisi Raymond yang sejak Liam pergi lebih dulu, berpindah tempat ke sampingnya.

"Lo di bayar berapa buat jagain Callista?" Tanya Raymond dengan wajah datar. Sejak tadi tatapan sinisnya tidak lepas dari lelaki itu, berbeda ketika ia membalas ramah siswi-siswi yang menyapanya dengan senyuman.

"Seratus kali lipat dari uang jajan lo." Tristan, lelaki itu sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari punggung mungil didepan sana. Mengawasinya dalam diam, sama sekali tidak terpengaruh dengan ketidaksukaan pria ini padanya.

Raymond tersenyum miring. "Gue bisa bayar lo lebih dari Liam."

Mereka berhenti. Sementara Tristan mulai menatapnya, menaikkan alis.

"Kenapa? Lo tertarik?" Raymond terkekeh. "Gue maklumin bro. Orang kayak lo emang butuh uang kan?"

Bukan Tristan namanya jika dia akan terpancing semudah ini.

Melihat keterdiaman lelaki itu, Raymond kembali melanjutkan. "Gue juga bisa kasih lo pekerjaan tetap. Bahkan keluarga lo gue jamin. Asalkan.. lo berhenti jadi bodyguard Callista."

Hanya sekejap, ketika Tristan menunjukkan senyumnya. Masih menunggu ucapan lelaki itu dalam diam.

"Lo masih ragu?" Raymond menghela napas, menaruh kedua tangannya dalam saku celana. "Lo mungkin gak tau. Tapi kekayaan gue gak jauh beda dari bos lo. Gue putra dari--------"

"Bram Geovano Adlard." Setelan sekian lama, Tristan mengeluarkan suaranya. "Pengusaha terkenal sekaligus masuk dalam rincian orang terkaya di negara ini."

"Itu lo ta----"

"Tepatnya, masih ada di bawah keluarga Mikhailord." Lanjut Tristan. Senyum miring kemudian menghiasi wajah tampannya. "Gue bukan orang bego yang bakal kerja buat keluarga yang lebih miskin dari bos gue."

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang