Bagian 6

20.9K 3.4K 2.9K
                                    

Absen pake angka yuk.
Di mulai dari 0 🖖💘








_________




Pagi ini, Alan dan Vian sedang memeriksa beberapa dokumen yang harus mereka tanda tangani.
Dokumen-dokumen penting itu harus selesai hari ini juga.

Tiba-tiba seseorang masuk sambil memelankan langkah kakinya agar tak ketahuan.

Namun, Alan dan Vian tentu menyadarinya, sontak mereka langsung menatap ke arah pintu.

Seseorang tercengir tanpa dosa.

"WASAPPPPP BROOOO!" teriak Anhar berputar beberapa kali lalu meletakan sebuah buku tebal di atas meja Alan.

Sontak Alan melirik buku itu dengan bingung. "Apa nih?"

Anhar menyunggingkan senyumannya. "Biasalah."

Vian yang kadar kekepoannya meningkat langsung mengambil buku itu dan mengecek isi di dalamnya. Detik berikutnya, ia meletakan lagi ke atas meja.

"Tai, Anhar." ucap Vian kesal.

Alan menaikan sebelah alisnya. Lalu ia juga ikut penasaran dan segera membuka buku itu.

"Lo udah berpengalaman, jadi gak pantes baca buku ini." ujar Anhar yang langsung merebut buku itu dari tangan Alan.

"Buku apaan sih?" tanya Alan.

"Bulan madu." jawab Vian datar.

Alan hanya tersenyum remeh, lalu kembali pada dokumennya.

Hal itu membuat Anhar kesal, "Eh, eh, eh... Remeh banget gue di mata lo!" katanya pada Alan.

"Ini kantor, kalo mau bahas itu, lo bisa ke Gibran." ujar Alan tanpa ingin menatap sepupunya itu.

"Oh iya..." Anhar menepuk jidatnya, "niat gue ke sini pengin gibahin Gibran, emang iya ya gue bakal gantiin posisi dia?" tanya Anhar dengan antusias.

Alan tak menjawab, ia masih fokus mengecek dokumen. Sementara Vian hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Anhar.

"Gapapa sih, Lan. Itung-itung modal gue bulan madu ama bini gue." cengir Anhar.

"Makanya, tegas kalo kerja. Saya gak suka orang lembek dan banyak mulut."

Sontak Anhar berdiri, lalu detik berikutnya ia menunduk sopan, "Baik Tuan muda." ucapnya seolah sedang berhadapan dengan sang Raja.

"Bagus." ucap Alan.

Sontak Vian menahan tawanya ketika melihat ekspresi tercengang Anhar yang memang tampak layak seperti orang bawahan.

Tak lama kemudian, telepon yang ada di dekat Alan berdering. Alan langsung mengangkatnya.

"Halo?"

"Permisi, Pak. Ada seorang wanita ingin menemui Bapak, katanya ini sangat penting."

"Saya ada meeting sebentar lagi."

"Tapi, Pak. Dia bilang, dia sangat mengenal Bapak. Dia hanya bicara sebentar saja."

"Antar dia ke ruangan saya."

"Baik, Pak."

Admin tersebut segera menutup teleponnya begitupun dengan Alan.

"Siapa?" tanya Anhar.

Alan menggeleng, tak tahu.

Setelah lama menunggu orang itu, pintu terbuka perlahan. Seorang karyawan berdiri di ambang pintu.

NALLAN 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang