Bab 5 : Saluh Andau

2.4K 271 29
                                    


"Dayat...!!! Lempar...!!!" pekik kapten.

"Hiiiii....!!!" yang lain menjerit sejadinya.

"Dayat...! Lempar kepala itu ke sungai !!!"

Seolah tersadar, Dayat menjerit.

"Hiiiiii...!!!"

...buuuk...

Kepala itu ia lempar. Tapi bukan ke sungai, justru ke arah kami yang merasa ngeri.

"Ampun tulang...! Ampun tulang...! Ada kepala, tulang...!"

Si Lai memekik bagai perempuan, mendapati ada kepala manusia di tangannya. Kakinya melompat bergantian di atas pasir. Tak tahu umur, Lai pipis di celana.

...buuk...

Kepala berpindah tangan, ke mas Sugang.

"Mo-modiaaaarr ndasku...! modiar ndasku ! Sugeng bin Slamet nyuwun ngapuro, ndas !"

Mas Sugang menjerit bagai orang kesurupan. Hilang keseimbangan, mas Sugang terjatuh. Kepala di tangannya terlepas dan menggelinding di pasir.

"Hiii...!!!"
"Hiii...!!!"

Kepala buntung itu melotot dan menganga. Persis menatap tajam kearahku. Pasir menempel di lehernya yang penuh darah. Aku bergidik, bulu kudukku merinding. Tubuhku kaku tak bergerak.

Kami semua tegang, terdiam tak bersuara. Hening. Hanya ada suara gemerisik daun yang bergoyang tertiup angin.

Lalu terdengar suara ribut-ribut.

byuurrr...

Si Lai bercebur ke sungai, mandi demi menghilangkan malu.

Takut-takut, kapten Anang melangkah perlahan, mendekati kepala buntung. Satu-persatu yang lain mengikuti.

Kami akhirnya bergerombol, memandang kepala buntung dengan rasa ngeri, takut dan waswas jadi satu.

Sungai yang tadi hening berubah jadi riuh. Hiruk pikuk dan saling berkomentar. Semua menebak-nebak asal kepala di hadapan kami. Kesimpulannya hanya satu, ada orang mengayau !

Kapten Anang berjongkok, memperhatikan kepala itu dengan seksama.

"Ini bukan ulah orang mengayau," ujar kapten tenang, "lihatlah...tidak ada bekas tebasan parang."

Kami kembali terdiam, bungkam tanpa suara.

"Kepala ini..." Kapten Anang menggantung kalimatnya, seolah tak yakin.

"Kepala ini seperti dicopot dengan paksa dari badannya."

"Hiiii...!!!"

Serentak kami semua bergidik. Entah mahluk apa yang sanggup melepas kepala manusia dari tubuhnya.

"Dan lagi-lagi...ini adalah orang China daratan."

"Haah !?"

Kami terhenyak, ada rasa tidak percaya.

*****

Kami sepakat membuang kembali kepala itu ke sungai. Bila dikubur, takutnya malah celaka. Bisa-bisa kepala itu justru malah bangkit dan menghantui kami.

Dengan gontai, kapten Anang menghanyutkan kepala itu tanpa merasa ngeri sedikitpun.

"Biar saja polisi atau koramil yang ngurus. Kita tak usah ikut cumpur. Lebih baik kita urus periuk nasi kita sendiri."

Kapten Anang berdiri tegap di pinggir sungai, di atas pasir, menatap kepala yang timbul tenggelam terbawa arus hingga hilang di kejauhan.

Lai sudah berganti baju dan celana. Tubuhnya wangi aroma sabun batangan. Dengan rambut klimis tersisir ke belakang, Lai senyam senyum menutup malu.

Petaka Tambang Emas Berdarah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang