Sosok misterius yang di tengah sungai masih tak bergerak. Meski diterjang percikan air, sosok hitam itu masih terus duduk mematung.
Aku dan Dayat menjadi waspada, mundur selangkah demi selangkah dengan sangat pelan.
"Astagfirullahul azim."
"Astagfirullahul azim."
Mulut Dayat tak henti mengucapkan istighfar. Wajahnya tampak berkeringat dan nafasnya tersengal-sengal.
Aku membaca ayat kursi dan segala doa yang kuingat, namun sosok misterius itu tidak beranjak.
Kapten tiba-tiba berjongkok lalu memungut beberapa batu kecil. Setelah itu ia kembali berdiri, lalu mengambil ancang-ancang untuk melempar ke arah mahluk yang di tengah sungai.
Ak menahan nafas, ketika batu itu melayang di udara dan tiba-tiba hilang dalam kegelapan.
Praaak...!!!
Terdengar suara benturan cukup keras. Aku bersiap lari bila ada hal buruk yang terjadi.
Hening.
Beberapa saat berlalu, tidak ada apa-apa yang terjadi. Mahluk misterius di tengah sungai tetap bergeming di tempat.
Praaak...!!!
Praaak...!!!
Batu kedua dan ketiga menyusul, tetap tidak ada hal buruk yang terjadi.
"Lihat kan !? Dasar penakut !" sungut kapten gusar, lalu beranjak menuju hulu sungai.
Dengan langkah gontai, kapten meninggalkanku dan Dayat yang masih kebingungan.
"Sialan ! Hanya batu sungai !" Dayat mengumpat.
"Ha...ha...ha..."
Sejurus kemudian kami berdua sama-sama tertawa. Lebih tepatnya menertawakan kebodohan kami. Karena terlalu takut, pikiran kami berhalusinasi yang macam-macam. Lantaran gelap dan berkabut, batu besar yang berdiri kokoh di tengah sungai kami sangka hantu.
*****
Kami bertiga kembali berjalan menyusuri sungai ke arah hulu. Minimnya penerangan ditambah tidak ada tenaga karena lapar, membuat pergerakan kami sangat lambat.
Kunang-kunang sudah berhenti mengikuti, hanya kabut yang terus bergerak karena tertiup angin.
Setiap beberapa langkah, Dayat selalu menoleh ke belakang guna memastikan tidak ada yang mengikuti. Terbersit rasa sesal karena tidak percaya ucapannya tempo hari.
Tapi untuk kali ini, aku akan lebih percaya pada insting Dayat.Setelah melewati dua belokan, akhirnya apa yang kami tuju mulai terlihat. Di kejauhan, tampak cahaya api unggun yang bersinar terang di pinggir sungai.
Kapten sumringah dan mempercepat langkahnya. Aku dan Dayat juga makin bersemangat, setidaknya sebentar lagi kami bisa istirahat.
Sekitar 100 meter dekat api unggun, kapten mendadak berhenti. Obor di tangan langsung ia matikan dengan tergesa.
"Matikan obor kalian, cepat !" Meski lirih, suara kapten terdengar panik.
Tanpa banyak tanya, aku dan Dayat menuruti perintah kapten.
Selama beberapa detik kami jongkok dalam diam, memperhatikan api unggun di depan. Diterpa cahaya api yang menyala, terlihat sosok seperti manusia sedang mencakar bebatuan dan pasir di dekat api unggun.
Kali ini aku yakin bukan halusinasi, soalnya kapten pun tampak cemas.
"Kalian lihat kan, apa yang kulihat ?" tanya kapten setengah berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka Tambang Emas Berdarah (TAMAT)
TerrorSekelompok penambang emas liar di pedalaman Kalimantan harus bertahan hidup dari serangan mahluk misterius. Update setiap Kamis dan Minggu pukul 19.00 WIB