Bab 11 : Terdampar di Tengah Hutan

2K 247 17
                                    


Air terus menggulung tanpa ampun. Bagai kain yang melilit, gulungan air membuat tubuhku kaku tak bisa bergerak.

Perlahan, tubuhku mulai mati rasa. Tak lagi kurasakan rasa sakit saat batu-batu tajam menggores kulit dan meremukkan tulang. Darah mengalir deras bercampur dengan arus sungai yang liar.

Aku pasrah dan tak berdaya, ketika arus air menyeret tubuhku semakin dalam ke dasar sungai.

Detak jantungku kini melemah. Pandanganku semakin kabur dan dada terasa sesak akibat terlalu banyak menelan air. Bayang-bayang tangis putri mungilku, silih berganti datang bersama jerit isak istri dan pandangan nanar ibuku.

Tidak ! Aku tidak boleh mati sekarang ! Aku harus hidup ! Aku harus hidup apapun yang terjadi.

Sekuat tenaga kupaksa menggerakkan seluruh tubuh yang mulai membeku. Kuhentak tangan dan kaki kesana kemari demi menyambung hidup.

Kelebatan wajah anak, istri dan ibu membuat keinginanku untuk hidup kembali pulih. Semakin lama, tubuhku terasa semakin bebas bergerak.

Bagai terbebas dari ikatan, kugerakan tangan dan kaki di dalam air agar tubuhku bisa segera muncul ke permukaan. 

Susah payah, kepalaku berhasil muncul di permukaan. Gelagapan, kuhirup udara sebanyaknya ke dalam paru-paru. Semakin kuhirup, semakin besar keinginanku untuk tetap hidup.

Huuh...haah...

Huuh...haah...

Aku tak jadi mati, batinku. Keadaan sekitar sangat gelap tanpa cahaya bulan dan bintang. Senterku entah hilang dimana.

Adrenalinku terpacu untuk menyambung nyawa yang di ujung tanduk. Aku mencoba berenang ke pinggir, namun percuma. Arus ini terlalu deras. Tubuhku kembali dihajar kesana kemari oleh arus yang sangat kuat.

Air terus menerjang tanpa henti, membanting tubuhku ke dinding-dinding batu sungai yang tak terlihat karena gelap.

Sreett....

Ujung batu yang tajam menggores punggungku bagai silet. Kurasakan perih hampir di seluruh tubuh karena kulit yang robek dimana-dimana. Darah terus mengalir, bercampur dengan air sungai.

Tidak juga selesai deritaku, badan mulai menggigil kedinginan. Aku menggigit bibir agar tak hilang kesadaran. Tidak ada manusia yang mampu bertahan dengan kondisi air sedingin ini. Dalam lima menit, siapapun akan lumpuh tak berdaya.

Di depan, suara gemuruh air terus menderu tanpa henti. Semakin lama, suara gemuruh terdengar semakin jelas.  Air terjun ! Tidak salah, tubuhku di seret menuju air terjun.

Panik, aku berusaha mencari pegangan. Tanganku gelagapan mencari apa saja yang bisa digenggam. Batu-batu sungai begitu licin karena berlapis lumut. Terjangan gelombang yang bertubi-tubi membuat usahaku sia-sia.

Terseret arus, tubuhku meluncur deras ke arah air terjun. Seketika kurasa badan kembali melayang di udara. Entah apa yang terjadi, karena saat terjatuh aku menutup mata. Yang kurasa hanyalah hantaman air di kepala, mendorong tubuhku semakin cepat meluncur ke bawah.

Byuuurrr !

Badanku terhempas di dasar air terjun.  Sakit mendera sekujur tubuh akibat jatuh dari ketinggian. Muntah darah, aku hilang kesadaran.

*****

Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Kurasakan silau yang sangat menyengat ketika membuka mata. Sakit luar biasa terasa di bagian sikut dan lutut. Namun yang paling sakit adalah bagian punggung. Tidak hanya perih, punggungku terasa remuk.

Sakit di kepala juga tak kalah hebatnya, bagai terkena pukulan bertubi-tubi. Ada benjolan dan luka di sana. Bagian tubuh lain juga penuh memar dan lecet.

Petaka Tambang Emas Berdarah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang