27🥀

4.1K 473 144
                                    

Nikmati saja semuanya...

•••••••••••●■●••••••••••

Plak.

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi sebelah kanan cowok itu, ia hanya meredam semua amarah yang bergejolak di dalam benaknya, membiarkan caci maki yang terus di lontarkan oleh lelaki paru baya di hadapannya.

"Kamu sudah gila ya, Vandra?"

Nafas lelaki itu nampak memburu, pakaian yang sangat berantakan, dasi yang terselempang sembarang di lehernya.

"Iya," jawab Vandra, lirih.

Plak.

Lagi. Tamparan itu kembali melayang, membuat bercak merah muda membentuk tangan di pipi cowok itu.

"Tampar aja terus, Pah. Vandra udah kebal kok." Mata nya nampak berkaca kaca, seolah akan ada hujan air mata yang sangat deras, namun sekuat tenaga ia menahan semua itu.

Lelaki paru baya yang terlihat sangat emosi, menarik paksa kerah seragam putih Vandra, memojokan tubuh cowok itu ke tembok. Vandra, hanya terdiam, membiarkan tubuhnya remuk di pukuli oleh Ayahnya.

Ia sudah terpojok ditembok, sorot tajam itu ia perlihatkan kepada Gevandra. Vandra menatap mata tajam milik Ayahnya.

"Kamu berani bermain tangan sama wanita, Vandra?" Tanya nya, sedikit menekan.

"Aku refleks, Yah."

Vandra mencoba membela dirinya, walau ia tau pasti, semua itu sia-sia.

Siang tadi, sebenarnya ia tak ingin sama sekali mengejar Capela hingga ke kelasnya, namun, jika ia tak meminta maaf pada gadis itu, ia akan menerima kekerasan fisik oleh Ayahnya sendiri.

Bahkan, lihatlah sekarang, Vandra sudah meminta maaf pada Capela, namun gadis itu tetap mengadukannya kepada Dito-----Ayah dari Gevandra.

Bugh.

Lelaki itu memukul bagian perut Vandra, cowok itu sedikit mengaduh kesakitan, lantaran pukulan itu seakan meremukan tulang rusuknya.

Bugh.

Lagi. Ia kembali memukul pipi Vandra, lebih keras dari sebelumnya. Gevandra, cowok itu hanya diam, memejamkan matanya sejenak, menikmati rasa sakit tang kian menjalar di seluruh bagian badannya.

"Sekali lagi saya lihat kamu melakukan hal yang menyakiti Capela, saya tidak segan melakukan hal lebih dari ini terhadap kamu."

"... Atau bahkan, saya tak segan melukai cewek asing itu."

🥀_Wunde_🥀

Capela berjalan dengan di tuntun oleh dua orang teman nya, yang tak lain adalah Airin dan Lolita.

Ia berjalan, melewati setiap ruangan yang ada di sekolah. Langkahnya terhenti ketika melihat sosok lelaki tampan sedang menggunakan Almamater osis.

Senyumnya merekah. "Bawa gue ke Vandra."

Ke dua temannya menuruti, mereka membantu Capela berjalan mendekat ke arah Vandra.

WUNDE ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang