"Setiap kebohongan pasti menyakitkan. Dan sekuat apapun kebohongan di sembunyikan, pasti suatu saat akan terbongkar."
_wunde_
Pagi ini sangat cerah, akan tetapi tak secerah hati seorang gadis yang sedang berdiri memperhatikan dirinya dari pantulan cermin.Alana, gadis itu sedang memasangkan dasi di lehernya. Dan memperhatikan menampilkan dirinya yang sangat kacau.
Mata sembab, pipi berwarna biru legam, ujung bibir merah, bibir pucat pasi. Ia sudah seperti mayat yang bisa berjalan. Tiga hari sudah berlalu, namun luka lebam dan luka luka lainnya yang menghiasi wajah Alana belum kian memudar.
Gadis itu memegang pantulan dirinya di kaca, mengelus pantulan wajahnya, "kamu lemah!" Alana tersenyum remeh di depan pantulan wajahnya sendiri.
Gadis itu menoleh ke arah jam dinding yang bergambarkan pesawat, gadis itu terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 06.50.
"Astaga, ini udah siang! Gara gara aku kelamaan ngelamun nih!" Alana merutuki kebodohanya sendiri sembari memukul kecil kepalanya.
Lalu menyambar tas purple miliknya dan berlari kecil, agar lebih cepat.Setelah sampai di depan pintu kamarnya, Alana memegangi perutnya yang terasa sangat lapar, "Aku laper banget." Ah ia baru teringat, jika dirinya belum makan dari kemarin.
Tapi tidak apa, ia tetap berjalan menuju ke sekolah agar tidak terlambat.
Alana berjalan cepat menuruni tangga, rupanya ruang makan sudah sepi, menandakan bahwa Nasya dan Ferry telah berangkat.
Setelah selesai menuruni tangga, gadis itu tampak menengok ke kiri dan kanan mencari keberadaan mamanya.
Sebenarnya ia mencari keberadaan mamanya, untuk meminta uang saku, karena ini sudah siang, tidak mungkin juga jika ia harus berangkat ke sekolah berjalan kaki, karena ini sudah sangat siang. Jika saja uangnya tidak di ambil oleh Nasya, pasti ia tidak akan meminta kepada mamanya.
Karena tak kunjung menemukan keberadaan nya, gadis itu memutuskan untuk pergi kesekolah dengan berjalan kaki, ah tepatnya berlari.
"Ya udah deh. Aku jalan kaki aja, semoga gerbangnya masih di buka!" gumam Alana, lalu pergi meninggalkan rumahnya.
Rupanya Alana juga lupa jika dirinya belum berpamitan dengan Bi Leni. Nanti saja deh, pasti Leni mengerti keadaanya saat ini.
🥀_wunde_🥀
"Pak! Gerbangnya jangan di tutup dulu!" teriak Alana di seberang jalan.
Lalu berjalan pelan, dengan tangan melambai lambaikan. Tanda untuk menyebrang.
"Neng Alana kenapa telat banget? Ayo sini cepetan." ucap pak Darman- satpam SMA Antariksa. Yang sedang memegangi gerbang hendak di tutup.
Setelah sampai di depan gerbang, Alana menghela nafas lega.
Memandang ke langit yang nampak mendung, lalu mengucapkan sapa pada Darman dan berlalu menuju kelasnya.***
Sesampainya di kelas, Alana langsung menjatuhkan bokongnya di kursi, Tanpa melihat lingkungan sekitar yang sedang memperhatikannya dengan jijik.Bagaimana tidak jijik? Penampilan Alana saja sudah seperti orang gila, baju yang kusut, berkeringat, rambut acak acakan, mata sembab, Paket yang sangat komplit untuk di definisikan.
"Eh lo, niat sekolah gak sih?" tanya Meta jijik, ketika melihat penampilan Alana.
Belum sempat Alana menjawab, tapi pintu kelas nya sudah kembali terbuka.
Gobrakk
Suara gebrakan pintu yang terbuka, menampilkan sosok guru paru baya yang mengenakan kacamata bulat.
"Eh, ada pak marko." ujar Lolita, seraya menowel pundak Meta yang sedang berdiri di hadapan Alana.
Pak marko adalah guru paling bobrok di Sekolah ini. Tak ayal jika kehadiran pak Marko sangat di nantikan oleh para siswa Antariksa, karena tingkah lakunya yang berhasil mengusir rasa bosan dan pusing yang berlalu lalang di pikiranya.
"Alana! Tolong ambilkan buku pak marko yang tertinggal di ruang guru ya." ucapnya, seraya menata buku yang berserakan di atas mejanya.
Alana nampak terkejut, mengapa harus ia yang disuruh oleh pak Marko? Bukannya itu adalah tugas ketua kelas.
"Sa-saya pak?" tanya Alana ragu, dengan menggigit bibir bawahnya.
"Iya kamu, bukunya cuman sedikit kok."
"Baik pak" jawab Alana, lalu beranjak berdiri dari duduknya.
Padahal Alana baru saja sampai di kelasnya, tapi sudah harus berjalan lagi. Sebenarnya Alana masih merasa lelah karena tadi berlari, tapi ia juga tidak bisa membantah perintah gurunya.
Alana berjalan melalui koridor sepi, kelas di koridor atas sedang tidak di pakai karena sedang di renovasi. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara cek cok dari atas rooftop sana. Alana memutuskan untuk menaik ke atas Rooftop, memastikan bahwa tidak ada apa apa di sana.
Alana mematung di ambang pintu rooftop, ketika mendapati suara cek cok itu berasal dari Nasya- adiknya yang sedang bersama dengan seorang lelaki, yang tak lain adalah Vino- pacar baru Nasya.
"Itu kan Nasya? Ngapain dia ada di sini pas jam pelajaran?" gumam Alana.
Alana, menghampiri keberadaan Nasya, dengan langkah ringan, berniat ingin melerai kedua pasangan baru yang sedang bertengkar.
"Terus ini apa? Ini bukti kalau kamu itu selingkuh, anjing!" Geram Nasya, sambil melemparkan sebuah foto tepat di wajah Vino.
"Jangan dorong dorong terus, nanti kita bisa jatuh!" Peringat Vino dengan suara yang tak jauh lebih keras dari Nasya.
"AKU ENGGAK PEDULI!" Nasya terus mendorong Vino, hingga ujung rooftop, tak memperdulikan Vino yang berusaha membela diri.
Brukkk
Langkah Alana terhenti, gadis itu terkejut, matanya melebar sempurna, melihat adiknya yang baru saja mendorong kekasihnya, hingga jatuh ke bawah sana. Alana menjatuhkan buku yang sedang di bawanya. Lalu membekap mulutnya tak percaya.
Nasya, yang mendengar suara buku terjatuh, langsung menoleh ke sumber suara. Ia terkejut, ketika mendapati ada Alana yang melihat semua kejadian ini.
Alana berlari untuk melihat Vino yang telah terjatuh ke bawah dari lantai tiga. Mata gadis itu membelalak, ketika melihat Vino yang sudah tak berdaya berlumuran darah di bawah sana.
Lalu melirik ke arah Nasya, "Nas, kamu udah bunuh orang!" Ujar Alana pada Nasya.
Nasya menggeleng lemah. "Enggak, enggak! Gue gak bunuh! Gue gak mau di penjara!" Teriaknya histeris.
Wajah Nasya berubah menjadi tersenyum miring pada Alana. "Lo bakal hancur, sehancur hancurnya kak," lirih Nasya, dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
"Tolong! Tolong! Ada pembunuh!" teriak Nasya, mencari pertolongan kebawah sana.
Alana tercengang dengan teriakan Nasya, mengapa seolah oleh Alana lah pelaku nya?
Siswa yang berada di lapangan, mulai menghampiri Vino yang sudah berlumuran darah. Lalu mendongak ke atas, tepat sekali Alana berdiri.
Alana berusaha berlari dari tempat itu, agar tidak ada yang mengira ia yang telah membunuh, tapi waktu berjalan begitu cepat, hingga rasanya jam berhenti berdetak sekejap.
"Itu dia pelakunya!" teriak seorang siswa dari bawah sana.
🥀_Wunde_🥀
Leave a little trace of you.
4 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
WUNDE ( Selesai )
Fiksi Remaja🥀Wunde dalam bahasa Jerman, berati Luka.🥀 Ini hanya secarik kisah tentang Alana Audreleya, seorang gadis yang tak pernah di berikan sedikitpun kekuatan untuk melawan kerasnya semesta. Dan suatu malam, dia di pertemukan dengan -Gevandra- lelaki ya...