32🥀

3.9K 409 65
                                    

"Jika saja benda mati bisa berbicara. Apakah kita bisa tau, jika ternyata Istiqlal dan Katedral saling mencintai?"  

-Alana-

Hari ini adalah hari minggu, dan mereka sedang di sini. Tempat ini, saat ini terlihat cukup ramai.

"Kita sampai di sini saja ya, Na." Ucap Vandra.

Alana mengangguk pelan, netra nya ia rotasikan melihat gedung yang berdiri kokoh di hadapannya.

"Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di halaman Gereja ini."

Terlihat sangat ramai, banyak gadis cantik di sana. Dalam batin Alana, mengapa Vandra tak memilih salah satu dari mereka saja. Meraka cantik, dan yang pasti Se-Iman dengannya.

"Aku masuk dulu ya, Na. Kamu mau nunggu di sini?" Tanya Vandra.

Alana menggeleng sebagai jawaban. "Aku mau ke Istiqlal saja, aku mau sholat."

Vandra mengangguk, mengelus pelan puncak kepala Alana, lalu hendak berbalik badan, namun niatnya ia urungkan lantaran tangannya di cekat oleh Alana.

"Vandra," panggil Alana lirih.

Vandra menoleh, dengan tersenyum manis pada Alana.

Alana menarik napas pelan, tangannya ia angkat, meraih kalung yang sedari tadi tertutup baju Vandra, gadis itu mengeluarkannya, agar terlihat dari luar.

"Biar makin ganteng di mata aku, dan juga di mata Tuhan-mu." Tutur gadis itu, setelah ia berhasil mengeluarkan kalung Salib milik Gevandra.

Setelahnya, Alana menuju ke tempat paribadatan nya. Sedikit jauh jika di tempuh dengan berjalan kaki, namun tak apa.

"Jadi, Alana?" Gumam gadis cantik yang sedari tadi memperhatikan interaksi antara Alana dan juga Vandra.

🥀_Wunde_🥀

Alana berdiri di halte sekolah, niat hati ia teringin pulang dengan menggunakan bus, namun sepertinya niatnya itu harus ia urungkan, lantaran sedari tadi bus itu belum kunjung datang.

Alana menunduk, menatap ujung sepatu nya yang terlihat basah lantaran tertetesi air hujan yang mengguyur Kota Jakarta hari ini.

Tanpa ia sadari, air mata nya juga ikut mengalir, bersamaan mengalir deras air hujan hari ini.

Ia rindu.

Alana merindukan Mamah nya, Alana juga merindukan Ayahnya.

Ia ingin menemui Mama nya, walau nanti akan berakhir cacian ataupun berakhir di usir. Namun tak apa, jika kali ini Mamanya masih membenci Alana, ia bisa mencobanya lain hari.

Gadis itu berjalan, menyusuri jalanan sepi itu. Menerjang derasnya air hujan yang mengalir, membiarkan jiwa nya melayang terhembus angin. Membiarkan segala lelahnya terguyur air hujan.

Alana terlalu lelah, ia tak punya siapa-siapa yang mungkin akan peduli dengannya.

Gadis itu terjatuh di tengah jalanan sepi, rupanya lututnya terluka karena tergores aspal kasar. Sedikit meringis nyeri. Ia tetap pada posisi nya.

"Sh, sakit. Alana kedinginan, tapi apa ada yang perduli?" Gumam gadis itu, entah pada siapa ia berbicara.

Alana duduk lesehan di tengah jalan sana, baju nya sudah sangat teramat basah. Dengan susah payah Alana bangkit, kaki jenjangnya ia langkahkan, menuju ke suatu tempat yang mungkin bisa mengobati rasa rindu nya.

WUNDE ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang