"Hidup itu pilihan, dan tinggal bagaimana cara kita menghadapinya saja."
_Author Wunde_
Seperti malam-malam biasanya Alana duduk di balkon kamarnya. Gadis itu menatap kerlap-kerlip bintang yang menghiasi malam ini.
Seandainya saja ia mempunyai keluarga yang utuh dan menyayanginya, mungkin ia tak akan pernah merasa sendiri seperti ini.
Tapi, lagi-lagi ... itu hanya sebuah khayalan semata nya saja, ia harus sadar, jika ber-ekspektasi terlalu tinggi itu tidak baik.
Alana menutup matanya sejenak, membiarkan air mata yang sedari tadi membendung di kelopak mata agar segera turun, membasahi pipi nya.
Rasanya hari ini sama seperti hari-hari lampau, hanya ada hening dan sepi. Namun malam kali ini terasa berbeda, ia harus memikirkan nasib nya tiga bulan ke depan. Ia harus mempersiapkannya dengan matang, sebelum dirinya menghadap Kepada -Tuhan-nya.
Alana mengadahkan wajahnya ke atas, membiarkan angin malam berhembus menerpa wajahnya. "Tuhan, jika hadir ku di dunia hanya menjadi luka untuk banyak orang. Lebih baik, bawa aku pergi, bawa aku pergi sejauh mungkin, hingga mereka tak bisa menemukanku lagi."
Alana bangkit, menuju ke dalam kamarnya. Ia berjalan lunglai, Air mata itu masih mengalir membasahi pipinya. Entahlah, Alana terlalu lelah hanya untuk sekedar menghapus air mata itu. Berulang kali ia menghapusnya, tapi air itu akan mengalir kembali.
Langkahnya terhenti, tercengang lantaran netranya menangkap sosok lelaki jangkung yang sedang berdiri tepat di hadapannya.
"Ka---Kamu kok bisa ada disini, sih?" Tanya Alana, sesegera mungkin, gadis itu mengusap air matanya. Tak lain, alasannya hanya satu, supaya tak ada orang yang melihatnya dalam kondisi bersedih, sekalipun itu adalah Vandra.
Vandra mendekat, memeluk Alana yang nampak memang sedang tidak baik-baik saja.
"Kalo sedih, jangan sungkan buat cerita sama aku, Na." Ucap nya menenangkan.
Alana terisak pelan dalam pelukan itu, pelukan yang sangat menangkan bagi nya. Aroma khas cowok itu memang sangat Alana sukai.
Vandra mengelus pelan puncak kepala Alana dengan penuh sayang, membawa gadis itu untuk kembali duduk di balkon, dengan posisi yang masih sama Vandra menuntun Alana.
"Aku bersyukur bisa kenal sama kamu, Van." Tuturnya pelan, di iringi isak tangis.
Vandra melepas pelukan itu, memberikan jaket Army yang biasa ia gunakan pada Alana, agar gadis itu tak merasa kedinginan akibat angin malam yang berhembus cukup dingin ini.
Vandra menatap manik hazel milik Alana lekat, menghembuskan napas pelan, lalu menangkup kedua pipi Alana. "Aku tau, siang tadi kamu habis hujan-hujanan 'kan? Aku gak suka kamu kaya gitu, Na. Kalo kamu ada masalah, kamu bisa cerita ke aku."
Darimana Vandra bisa tau? Tak perlu heran, siang tadi di saat hujan deras melanda, Vandra mencari keberadaan Alana di halte sekolah, ia sudah berjanji akan mengantarkan gadis itu pulang, Vandra mencari keberadaan Alana, namun tak ada. Ia merasa bersalah karena lebih mementingkan urusan OSIS di banding gadis nya. Segera mungkin, Vandra menuju ke apartemen Alana, dan tak sengaja ia melihat gadis itu pulang dengan kondisi kehujanan. Dan raut wajahnya nampak sedang tidak baik-baik saja, Vandra tau dengan jelas akan hal itu.
"Aku baik-baik aja, Van."
"Kamu wanita kuat, Na. Pasti Bunda bahagia banget bisa kenal sama kamu,"
"Bunda?"
Vandra mengangguk antusias. "Iya, Bunda itu ... Mamah aku, dia baik banget dan dia juga sangat menyayangiku."
Apa benar Bunda akan bahagia bertemu dengan dirinya? Kata Mamah Alana hanya pembawa sial yang hadir dalam kehidupannya, Alana tak mau jika hadirnya juga akan menjadi pembawa sial dalam kehidupan Bunda Vandra.
"Kamu sangat beruntung, Vandra. Karena memiliki seorang Ibu yang sangat menyayangi mu." Ujarnya sendu.
"Apa kamu mau bertemu dengan nya?"
Alana menggeleng sebagai tanda jawaban. "Aku tidak mau. Aku takut, jika nanti Bunda gak mau nerima aku,"
Vandra menggeleng dengan cepat, meraih tangan Alana. Berusaha menyakinkan. "Enggak, Na. Bunda pasti bahagia bisa ketemu sama kamu."
Alana tersenyum, lalu mengangguk. "Iya, aku mau ketemu sama Bunda."
🥀_Wunde_🥀
Disisi lain, seorang gadis sedang menatap lelaki dari balik kaca besar, lelaki itu terbaring lemah di atas brankar rumah sakit dengan seluruh tubuh yang di penuhi dengan alat pembantu hidupnya.
Gadis yang terlihat sangat kurus itu terisak pelan, menutup mulutnya agar suara isak tangis nya tak di dengar oleh siapapun.
"Maafin aku, Vino." Lirihnya pelan, dan hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.
Sedetik ia menghapus air matanya, ia dikejutkan ketika secara tiba-tiba tangannya di tarik paksa oleh seseorang.
"Berapa kali saya bilang, jangan pernah temuin anak saya lagi?"
Lelaki itu menjatuhkan tubuh kurus gadis itu ke atas lantai dingin rumah sakit.
Gadis itu kembali bangkit, meraih salah satu tangan lelaki itu. "Om, berapa kali aku bilang, kalo aku gak salah! Semua ini terjadi karena ulah kak Alana." Bantahnya.
Lelaki itu menepis kasar. "SAYA SUDAH TERLANJUR BENCI SAMA KELUARGA PSYCOPATH KAYA KALIAN! PERGI KAMU DARI SINI!"
"Om, maafin kakak aku. Kakak aku memang gak punya hati, om. Tapi aku bener-bener mencintai, Vino." Ia memelas di hadapan lelaki itu.
Lelaki itu nampak berfikir, menghembuskan napas kasar.
Kasian juga gadis ini, setiap hari datang menemui anaknya namun ia usir---pikirnya.
"Oke, kamu boleh temuin anak saya kapan pun. Dengar perkataan saya baik-baik ya, Nasya. Hanya sebatas menemui saja, dan jangan harap saya akan mengijinkan kamu untuk dekat lagi dengan anak saya."
"Ma---makasih, Om Arta."
Setelah nya, lelaki itu pergi meninggalkan Nasya yang masih tersenyum bahagia disana.
Selangkah, Nasya melangkah. Namun ia merasa sangat kesakitan, gadis itu meremas kuat dada nya yang terasa sesak. Gadis itu jatuh, di lorong sepi rumah sakit. Ia merogoh tas nya, mencari keberadaan ponselnya, segera ia menelfon seseorang.
"Ma---Mah ..., tol---ongin Nasya." Ucapnya terbata, sebelum ia tak sadarkan diri di sana.
🥀_Wunde_🥀
Hai ... aku kembali update! Di part ini sedikit membahas Nasya---adik dari Alana, jika merasa bingung, bisa di baca ulang ya part sebelumnya.
Tekan bintang, dan jangan lupa untuk follow akun Author ya NatasyaSalvia Biar gak ketinggalan info terbaru!
16 september 21
KAMU SEDANG MEMBACA
WUNDE ( Selesai )
Teen Fiction🥀Wunde dalam bahasa Jerman, berati Luka.🥀 Ini hanya secarik kisah tentang Alana Audreleya, seorang gadis yang tak pernah di berikan sedikitpun kekuatan untuk melawan kerasnya semesta. Dan suatu malam, dia di pertemukan dengan -Gevandra- lelaki ya...