Ada getar yang hilang kemudian berubah menjadi percikan api yang setiap detiknya kian menyulut kobaran benci. Ada rona yang hilang kemudian berubah menjadi raut dingin, raut dendam seolah mengibarkan bendera perang. Ada senyum yang hilang kemudian terlihat menjadi ejekan, seolah tahu jika ia masih dengan harapan yang sama, Chanyeol masih berada disana. Menggenggam hatinya yang masih tetap utuh meskipun luka itu samar terlihat, ada goresan-goresan kekecewaan yang coba ia sembunyikan. Alih-alih membenci, ia mencoba memahami. Menanggapi semua ucapan Baekhyun dengan sudut pandang dari orang tersakiti, mewajarkan segala tindakan dan perkataan meskipun rasanya luar biasa menyakitkan.
Kembali dari peraduan, bangkit seperti orang pesakitan, Chanyeol sekeras mungkin berusaha menjalani hidup seperti biasa. Sakit itu masih tetap ada tapi kini sudah mereda. Pertemuannya kembali dengan Baekhyun beberapa hari yang lalu membawa angin segar, ia seperti baru saja mendapat setetes air suci kehidupan, membangun kembali puing-puing sisa kehancuran dengan setitik harapan.
Di meja makan, dalam satu hari setidaknya ia harus melewatkan waktu cukup lama bersama dengan Ren. Kadang Ren memulai percakapan meskipun pada akhirnya sering berujung pada sebuah pertengkaran. Semuanya tidak pernah benar-benar berjalan baik, Ren dengan sikap terlalu optimisnya serta Chanyeol dengan perilaku masa bodonya yang kian hari kian tak tertolong, perpaduan pas. Satu pihak sengaja membuat dirinya tersakiti, satunya lagi dengan senang hati menggarami.
"Aku tahu ibu tidak melarang mu menemui Baekhyun setelah kita menikah. Kupikir dia pergi?"
Chanyeol mengumpat dalam hati, kenapa Ren selalu memulainya di awal pagi?
Mendapati Chanyeol masih terdiam, Ren kembali bicara. Salah satu anak buahnya melaporkan kalau kemarin malam, suaminya terlihat bertemu seseorang di club malam, dari foto yang ia dapat, Ren mengenali wajah itu sebagai Baekhyun.
"Kukira keluargamu peduli pada citra baik. Ku kira ibumu akan melarang mu berbuat ini dan itu, kukira Baekhyun laki-laki baik__"Berhenti."
"Aku salah? Seharusnya dia tau kalau kau sudah menikah, tapi kenapa masih mau menemui mu? Dia terlihat seperti__
BRAK!
"Jangan lancang."
Terkejut bukan main, Ren sampai memegang dadanya. Sebelumnya Chanyeol tidak pernah semarah ini saat ia mengatakan apapun. Bahkan saat Ren mengatakan hal-hal buruk tentang Tiffany, laki-laki itu hanya diam.
"Jangan mengatakan hal-hal buruk tentang Baekhyun. Aku tidak punya kewajiban apapun untuk menjelaskan sesuatu padamu. Diam saja dan nikmati pernikahan sialan ini, hm?"
"Kenapa tidak pernah mau mencobanya bersama ku? Seburuk apa diriku sampai melirik saja kau tidak mau?"
Kepalanya pening, Chanyeol memijatnya pelan lalu kembali ia fokuskan dirinya pada sosok yang tak pernah berhenti meminta kejelasan.
"Bagian mana dari sikap kasarku yang tidak kau tangkap dengan baik? Apa yang mau kita mulai saat tidak satupun di antara kita yang setuju dengan pernikahan ini sejak awal?"
"Kau satu-satunya orang yang tidak setuju disini, Park Chanyeol."
"Gila."
"Aku hanya bersikap dewasa. Paham tidak kalau dalam dunia kita cinta itu sesuatu yang fana? Kalau kau tidak bisa mendapatkan cinta mu yang terdahulu, tidak ada salahnya mencobanya bersamaku."
"Sejak awal sudah kutegaskan jika ini tidak akan pernah berjalan dengan baik. Kenapa kau terus keras kepala? Coba ingat sekali lagi, apa pernah aku memohon padamu untuk melakukan ini bahkan demi mempertahankan posisi ku?"
"Dan ini sudah setengah jalan untuk kau bisa menggulingkan ibumu, hambatan hanya satu dan itu kau."
Keduanya mulai tersulut emosi. Entah ambisi apa yang membuat Ren seolah berada di pihak sang suami hingga merencanakan serta mendukung aksi kudeta yang sejujurnya tidak pernah Chanyeol pikirkan.
Ia hanya ingin lepas, dimana bagian sulitnya? Tidak perlu memberontak apalagi menggulingkan, Chanyeol hanya ingin lepas dari beban berat yang ia tanggung bahkan sejak dirinya masih berada di rahim sang ibu.
Tahta ini, kekuasaan ini, sejujurnya ia tidak pernah mau. Sehun lebih berhak karena ia keturunan langsung, bukan hanya sekedar ikut menumpang pada rahim Tiffany yang kebetulan adalah putri Park Ji Young. Jika bukan, jelas ia hanya anak laki-laki biasa.
"Apa peduli mu?"
"Aku suamimu."
Chanyeol jengah saat harus mendengar kata itu dari mulut orang lain. Jika itu Baekhyun, ia akan sangat senang.
"Itu hanya status."
"Tapi tidak untukku."
"Kau pikir aku peduli?"
Chanyeol benci situasi ini, harus bersitatap dengan wajah terluka Ren untuk kesekian kalinya. Bukan ia peduli, hanya saja menambah musuh di kemudian hari tidak masuk dalam agendanya.
"Kenapa terus membicarakan ini saat kau jelas tahu bahwa perasaan apapun tidak akan pernah ada untuk mu, Choi Minki? Kenapa terus bersikap keras kepala dan melukai diri sendiri?"
"Aku hanya memegang teguh keyakinan ku."
"Dan akupun akan tetap pada pendirian ku. Disini____ dan disini__
Chanyeol memegang dada dan keningnya
___hanya ada satu nama. Satu wajah, satu senyum yang membuat ku ikut tersenyum. Bukan kau ataupun orang lain, sekarang ataupun selamanya."
"Perasaan manusia adalah satu hal yang paling tidak konstan di dunia, Park Chanyeol. Kau boleh mengatakan kalau Baekhyun adalah segalanya, saat ini. Siapa yang tahu apa yang selanjutnya terjadi."
Yang lebih tinggi menyunggingkan senyum remeh khas dirinya. " Lalu kau? Lupa kalau yang kau kukuhkan itu juga namanya perasaan? Jangan bodoh, kau jelas tahu jalan mana yang terbaik untukmu tapi dengan sadar memilih jalan yang salah. Kau menghabiskan banyak waktu untuk menuntut ilmu, tapi entah kemana kau buang hasilnya sampai kau berubah jadi idiot begini."
Chanyeol mengucapkannya tanpa perasaan, tanpa memikirkan apapun selain membuat Ren jera lalu pergi, enggan menoleh bahkan untuk sekedar merasa iba. Kekeras kepalaan Ren membuatnya muak, ia sudah memberi jalan mudah sejak awal. Jika Ren lebih memilih untuk terluka, maka ia akan senang hati menggoresnya kian dalam tanpa belas kasih.
______________________________________________
"Hyung, aku sudah bertemu dengannya. Bagian mana yang pantas di sebut cinta saat memperjuangkan ku saja ia tidak bisa? Bagian mana yang di sebut indah kalau pada akhirnya aku menangis juga?"
"......."
"Kukira aku bisa. Tapi nyatanya rasa benci itu lebih mendominasi, aku terus mengeluarkan kata-kata kasar. Membuatnya menyorotkan tatapan terluka, mengatakan hal-hal yang berhasil membuatnya bungkam. Aku terlihat hebat bukan sekarang? Hyung senang?"
"....."
"Sssst... Jangan menangis. Sudah, aku tidak apa-apa. Aku hanya sedikit cemas. Takut kalau aku tidak bisa mengendalikan diri. Datang kembali padanya memang tidak mudah, tapi itu hanya awal. Mungkin aku hanya gugup, meskipun sebenarnya aku tidak harus bereaksi demikian, tapi tetap saja rasa itu ada."
"......"
"Sudah ya, sekarang tidur hm? Aku akan pergi sebentar dan kembali saat tengah malam. Atau mungkin lebih hehe."
"Damn you, Chanyeol Park."
Tbc.
Ini work masih ada yang nungguin?
Hehehe.
Terimakasih sudah mampir dan memberikan vote 😘
Maapin klo ada typo dikit 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
WATER & FIRE ( The Diorama )
FanfictionBxB area 🔞 CHANBAEK Baixian, kembali setelah 10 tahun lamanya dan mendapati banyak hal yang kemudian membuatnya terlibat dengan salah satu keluarga paling berpengaruh dan terpandang di Korea Selatan. SEASON 1 & SEASON 2 dalam satu buku. Chanbaek...