📻 Part 17 - Chat Pertama📱

356 39 3
                                    

Kala menjatuhkan tubuh di atas kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kala menjatuhkan tubuh di atas kasur. Tubuhnya telentang, menghadap langit-langit kamar. Gadis itu terdiam selama beberapa detik.

"Eh, bentar," gumam Kala kemudian. "Gue baru inget kalo gue udah punya kontaknya si Rafa pelit itu."

Gadis berambut pendek itu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Ia menyalakan benda canggih itu dan segera membuka kontak yang dikirimkan oleh Fandi tadi saat di kantin kampus. Kontak Rafa belum Kala simpan, masih berupa susunan angka-angka cantik berkode +62 di urutan awal.

"Chat sekarang apa nanti, ya?" gumam Kala sambil menatap langit-langit kamar. Kemudian, ia beralih menatap layar ponsel yang menampilkan roomchat-nya dengan Rafa. Ia mendesah berat dan bermonolog, "Perjuangan banget buat dapetin kontaknya Rafa. Korbannya duit gue. Hah, 100 ribu cuma buat kontaknya Rafa? Haduh, bisa-bisanya gue mikir kayak gitu."

Kala memijit pelipis. Sebenarnya, ia juga tidak tahu mengapa tiba-tiba mencetuskan tawaran tersebut. Ia hanya merasa perlu memberikan pelajaran bagi Rafa karena telah mengabaikan pesan atensinya.

Gadis itu mendesah berat, menatap layar ponsel. Beberapa detik kemudian, jari-jarinya mulai bergerak lincah pada keyboard ponsel, mengetikkan sesuatu.

Kala membaca ulang susunan kata yang baru selesai ia ketik. Setelah itu, ia mulai menyentuh ikon untuk mengirim pesan. Pesan Kala tersebut bertanda satu centang abu-abu dan tak sampai sepuluh detik sudah berganti menjadi dua centang berwarna abu-abu. Saatnya Kala menunggu.

Gadis itu meletakkan ponsel di dekat kepala dan meluruskan padang. Langit-langit kamar yang serba putih menjadi fokusnya sekarang. Tanpa sengaja, Kala teringat dengan orang tuanya--Ernia dan Kelvin--yang masih berada di luar pulau.

Hari ini, memasuki hari kedua Kala ditinggal oleh orang tuanya dan juga Mbok Di--asisten di rumahnya. Jujur, Kala merasa biasa saja ketika tinggal sendirian di rumah, tanpa ketiga orang itu. Setidaknya, untuk saat ini. Selama persediaan uang masih ada, sepertinya semuanya akan aman-aman saja.

Berbicara tentang uang, Kala jadi teringat dengan sisa uang yang ia miliki saat ini. Gadis itu bangun dari posisi berbaring menjadi duduk di tepi kasur. Tangannya bergerak meraih tas yang ia letakkan di kasur, lalu membuka ritsletingnya, kemudian mengambil dompet.

"Heum ...." Kala menatap nanar beberapa lembar uang yang ada di tangan. Belum dihitung saja, gadis itu sudah merasa miris. Pikirkan saja sendiri berapa nominal dari tiga lembar uang berwarna merah.

"Hah, lagian, gue kenapa mau-mau aja, sih, ngasih duit 100 ribu ke Fandi cuma buat dapetin kontaknya Rafa?" Kala mengacak-acak rambut, gemas dengan dirinya sendiri. Betapa cerobohnya ia dalam mengambil sebuah keputusan.

Kala mengembuskan napas berat. Ia kini bingung bagaimana caranya untuk bertahan hidup selama beberapa hari ke depan. Lima hari baginya tentu terasa lama, apalagi dengan keadaan keuangan yang semakin menipis.

Read My Attention [TAMAT✓] | @penaka_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang