22. Disappointed

9K 893 106
                                    

Sudah satu jam Ellard mengetuk pintu kamar mandi itu, namun tidak ada jawaban. Hanya ada suara pancuran air yang tidak berhenti. Ia ingin mendobrak pintu itu, tetapi ia takut Ara akan semakin marah kepadanya.

Sementara itu gadis yang berada di dalamnya tengah menangis di bawah pancuran shower yang menyala. Ia tidak mempedulikan suara pria yang memanggilnya sedari tadi di luar.

Andai saja tubuhnya dapat suci kembali setelah mandi berjam-jam atau berhari-hari, ia akan lakukan itu, sungguh.

"Ara! Buka pintunya, jika tidak aku akan mendobraknya!" teriak Ellard dari luar. Terdengar nada khawatir di suaranya.

Oh sepertinya Ara salah menafsirkan suara itu. Memangnya pria itu bisa khawatir dengan orang lain? Meniduri gadis yang sedang mabuk, perbuatan yang sangat tercela di mata Ara.

Ara merasakan seluruh tubuhnya membeku kedinginan, belum lagi tubuhnya terasa remuk karena ulah pria itu. Perlahan kepalanya berputar, pandangannya mengabur, dan dia pingsan.

Tepat setelah itu, Ellard berhasil mendobrak pintu kamar mandi dan melihat Ara yang sudah tergeletak pucat di dalam shower box dengan air yang menggenangi tubuhnya. Dengan segera Ellard meraih handuk dan mematikan shower itu. Ia menyelimuti tubuh Ara dengan handuk tebal dan mengangkatnya.

Ellard membaringkan tubuh Ara di ranjang dan menyelimutinya. Ia menyalakan room heater agar tubuh Ara tidak menggigil dan hangat. Setelah itu, Ellard memanggil dokter.

Tidak membutuhkan waktu lama, dokter itu pun datang dan langsung memeriksa Ara. Mata Ellard tidak lengah dan terus menatapi gerak-gerik dokter itu. Apalagi Ara belum mengenakan pakaian dan hanya ditutupi selimut tebal.

"Apakah ia terlalu lama berada di dalam air?"

"Ya Dok,"

"Ia menggigil dan saat ini tubuhnya demam tinggi."

"Apakah parah?" tanya Ellard yang sudah sangat khawatir.

"Minumkan obat yang nanti aku berikan, jika dalam waktu tiga hari ia belum pulih, datanglah ke rumah sakit."

Ellard mengangguk dan kembali menatap Ara. Wajah gadis itu sudah sangat pucat, bahkan bibirnya hampir membiru.

Ellard tidak menyingkir dari sebelah Ara sebelum gadis itu bangun. Bahkan ia mengabaikan perutnya yang berisik karena lapar.

"Sorry," ucap Ellard sambil menggenggam tangan Ara yang sangat dingin dan putih pucat.

Tidak lama, Ara membuka matanya perlahan. Kepalanya sangat pusing dan berat.

"Ara?!"

Ara menoleh dan mendapati Ellard sudah menatapnya dengan raut khawatir.

"Menjauh." Ucap Ara dingin.

"Mengapa?" tanya Ellard dengan mengerutkan kedua alisnya bingung.

"Menjauh!" Ara menaikkan nadanya dan matanya sudah berkaca-kaca.

Ellard terkejut dan langsung berdiri. Ia melangkah mundur dengan tampang polosnya.

"Ara kenapa?" tanya Ellard seperti anak kecil yang sedang kebingungan, belum lagi wajahnya yang sudah memelas seperti anak yang sedang dimarahi oleh ibunya.

Lihat bukan? Apakah bisa Ara marah kepada pria itu?

Ara hanya diam tak menjawab. Satu hari itu mereka menghabiskan waktu berdiam-diaman. Ara tidak ingin melihat wajah Ellard dan pria itu? Tentu saja ia menjauh dari Ara dengan sedih. Memangnya ia setan?

Sesekali Ellard mengintip Ara, mengapa gadis itu selalu meminta untuk menjauhinya? Ellard mengejarnya sejak kecil, namun Ara selalu menyakiti hatinya. Berapa lama lagi ia harus bertahan dengan penolakan-penolakan Ara? Berapa lama lagi Ara terus menguji kesabarannya?

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang