TWENTY FOUR

139 17 0
                                    

Ten terbangun karena dingin yang terasa di pipinya. dengan samar samar ia melihat sebuah wajah orang di depannya.

"jangan bergerak Ten..." suara lelaki yang cukup dalam menggetarkan gendang telinganya

Ten membuka matanya makin lebar, ia melihat wajah seseorang. tetapi ia belum tau itu siapa. yang ia tahu sekarang tenggorokannya amat serak dan sakit.

"a- air" Ten berkata lirih

dengan cepat lelaki itu menjauh dan mengambil air yang sepertinya sudah ia siapkan. lelaki itu langsung membukakan dan menaruh botol minum itu ke bibir Ten yang kering.

setelah beberapa detik berlalu, Ten akhirnya bisa merasakan setengah dari tubuhnya bisa berfungsi kembali. ia menghela nafas setelah ia memberikan air itu pada lelaki itu lagi.

"Ten? kau ingat aku?"

lelaki itu menyenderkan Ten di kursi. ia melihat ke atas, sepertinya mereka berdua berada di mobil.

Ten mengatur nafasnya, ia menoleh ke arah lelaki itu lagi. ia menyipitkan mata, mencoba mengingat siapa lelaki itu.

sebelum matanya yang sudah terfokus menangkap wajah lelaki itu secara keseluruhan. Ten menyadari suara lelaki itu mirip dengan Jaehyun.

ia mengedipkan mata beberapa kali, "Jaehyun?" Sampai akhirnya matanya sudah terfokus padanya. Jaehyun mengangguk pelan, ia menjadi lebih tenang sekarang.

Jaehyun berdehem pelan sebelum menarik sesuatu dari belakang. Jaehyun mengambilkan sebuah roti, dan memberikannya kepada Ten.

"te- terima kasih" Ten dengan perlahan membuka roti itu dan memakannya.

Jaehyun memandangi Ten sambil bersender pada kursi mobil. "kau dari mana saja Ten?"

terdengar suara kunyahan Ten terhenti, ia terdiam sambil mencoba mencari jawaban yang sesuai. 

"aku tak tahu apa jawabannya...." ia berkata pelan. "yang kutahu aku tak menyukai ini semua..."

Ten menurunkan tangannya dan menatap ke kakinya. tidak ada suara, hanya keheningan dan suara hati mereka berdua yang tak ingin keluar.

Ten menghela nafas sebelum menoleh ke arah Jaehyun, "pernahkah kau merasa bersalah Jaehyun? tapi kau tak tahu dimana kesalahanmu"

Ten tak melihat Jaehyun merubah ekspresi wajahnya, Jaehyun hanya menatap datas keluar jendela. "aku akan berasumsi kau tak pernah..." ia kembali menyenderkan tubuh serta kepalanya.

"mungkin ini adalah sebuah karma untukku..."

Ten tertawa getir sebelum melihat ke jendela, tak menyadari Jaehyun yang sekarang memandanginya. 

"aku tahu dimana kesalahanku pada kalian semua..." Ten tersenyum, walaupun Jaehyun tahu itu bukan senyum yang tulus.

"aku mengerti kalian sebagai manusia juga memiliki privasi, aku mengerti bagaimana kalian hidup di bawah tekanan, aku mengerti semuanya tentang kalian" Ten melanjutkan "tapi kita tak dapat melawan dunia yang penuh tipuan ini bukan?"

Ten menatap ke Jaehyun, "aku tak pernah menyukai pekerjaanku, tapi aku juga tak mungkin hidup tanpa itu..."

Jaehyun diam sebentar, sebelum ia menatap Ten kembali. Ia tak puas dengan jawaban Ten yang dia anggap tak terlalu berpengaruh untuk keadaan sekarang. "itu tak menjawab pertanyaanku, kenapa kau kabur Ten? kalau kau kabur hanya karena kau merasa bersalah bukankah harusnya kau sudah melakukan itu sebelum kau bertemu langsung denganku?"

Jaehyun dapat melihat pupil mata Ten menyusut dan bergetar. ia tahu itu bukan alasan aslinya, walaupun memang terlihat Ten merasa jelas bersalah akan hal dispatch ini. tetapi itu bukan alasan aslinya ia melarikan diri.

Ten merasa sebuah dorongan besar dari tubuhnya. ia merasa ingin mengeluarkan tangis karena betapa bodohnya perilakunya. ia merasa sebuah getaran dari hatinya yang ia tak inginkan.

Ten menelan ludahnya sambil menatap ke tangannya. Jaehyun merasa ini adalah kesempatan untuk mempercepat percakapan ini, "apakah karena Johnny?"

Ten dapat merasa tubuhnya bergetar karena nama itu. otaknya tiba tiba memainkan kenangannya dengan lelaki tampan itu.

Ten menahan tangisnya, ia benci rasa ini. Sebuah rasa yang ia tak dapat hindari selama beberapa hari. Ia mencoba tak tersenyum ketika membayangkan muka Johnny tengah tersenyum padanya. oh andaikan semuanya bisa sesederhana itu.

Ten menghela nafas panjang, sial seharusnya ia tak membayangkan lelaki itu lagi. "tidak..." Ten bergumam.

Jaehyun berdecih membuat Ten kembali menatapnya. "kau sudah gila" katanya

Ten terdiam sebentar, tak mengerti. Jaehyun melihat Ten melalui ujung matanya sebelum bersender sambil menyilangkan kedua tangannya. "baiklah... pertanyaan lebih mudahnya. Apakah kau tulus mencintainya Ten?"

Ten terdiam. walaupun di dalam hatinya yang paling dalam ia ingin mengatakan iya tetapi di otaknya berkata tidak. dan tentunya Ten sebagai orang yang logis akan berkata sesuai kata otaknya. 

"tidak... tidak lagi..." kata Ten lirih sambil melihat tangannya

Jaehyun menoleh ke arah Ten. sebenarnya jika ingin dibandingkan, kedua posisi mereka itu seri. Di satu sisi Jaehyun masih sakit hati karena Johnny tak mungkin mencintainya, tetapi ia ingin yang terbaik untuknya. sedangkan Ten? ia berada di posisi "denial" di mana yang kata Doyoung adalah masa yang paling susah dalam sebuah hubungan.

Jaehyun menarik nafas panjang, ia sekarang mengerti kenapa Doyoung sering menjadi konseling mengenai percintaan. Ia menatap Ten sekali lagi, di dalam otaknya tersusun sebuah kalimat yang menurutnya dapat membuat Ten yakin akan perasaannya yang sebenarnya.

"semua orang dapat mencintai siapapun yang mereka inginkan. asalkan itu adalah cinta yang tulus Ten. asalkan kedua belah pihak percaya dengan perasaannya" Jaehyun tiba tiba menarik tangan Ten cukup kencang. membuat muka mereka berdua bertemu.

"dan perasaan itu bukan diatur di sini" kata Jaehyun sambil menunjuk kepala Ten. lalu ia tiba tiba turun ke bawah ke dada Ten. "tetapi di sini" Jaehyun tersenyum manis.

Walaupun jujur Jaehyun merasa cukup sakit di lubuk hatinya. tetapi ia tahu Ten dapat menjaga Johnny lebih baik dari dirinya.

𝕋𝕨𝕠 𝕊𝕚𝕕𝕖𝕤 || 𝒥𝑜𝒽𝓃𝓉𝑒𝓃 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang