27.

1.1K 153 1
                                    

-
-
-

"Ahhh! Kapan ini semua selesai?!" Ele berteriak frustasi.

Baru juga kemarin ia kembali dari Korea. Tapi tumpukan pekerjaannya benar-benar sudah menggunung. Dasar kakak laknat! Ini semua pasti ulah Prince William. Siapa lagi kalau bukan dia? Ele bisa membayangkan tawa membahana Prince William di ruangannya setelah sukses membuat Ele pusing seperti ini.

Hahhh... Kalau bukan merupakan atasannya juga, sudah Ele giling sampai halus kakak angkatnya itu. Kepala Ele terasa seperti mau meledak melihat tumpukan pekerjaan ini. Aura membunuh yang terpancar dari Ele membuat Emily dan Esme yang berada di satu ruangan dengan Ele bergidik ngeri.

Dirasa suasana ruangan kerja Ele yang mendingin, Emily dan Esme memilih perlahan mundur keluar dari ruangan. Meninggalkan Ele sendirian di kursi kerjanya. Mereka tidak mau menjadi sasaran kekesalan Ele di saat seperti ini. Lebih baik mundur saja dulu. Membiarkan Ele mendinginkan kepalanya.

"Ele?" Sebuah suara laki-laki yang familiar di telinganya membuat Ele mengalihkan atensinya dari tumpukan pekerjaannya.

Ele tersenyum lebar melihat Prince Felix masuk ke dalam ruangannya membawa serta segelas coklat hangat dan cookies. Huhu... memang hanya Prince Felix yang paling mengerti dirinya. Ele jadi terharu.

"Felix..." Ele manatap Prince Felix dengan pandangan terharunya saat Prince Felix duduk di depannya dan meletakkan hal yang ia bawa ke meja Ele.

Prince Felix terkekeh melihat binar mata Ele ketika menatapnya. Ia menepikan beberapa dokumen pekerjaan Ele dan menyuruh Ele beristirahat sejenak. Jangan sampai, karena terlalu stress akibat pekerjaan. Nanti yang kena imbas malah jadi seluruh isi kediaman. Kan tidak lucu kalau benar-benar terjadi.

"Kapan sampai?" Tanya Ele seraya mencomot satu cookies dan memakannya.

"Beberapa menit yang lalu." Ucap Prince Felix.

Ele mengernyitkan dahinya menatap Prince Felix dengan pandangan bertanya. Prince Felix yang memang dasarnya sudah peka dengan Ele pun lantas segera berucap menjawab pertanyaan tersirat dari Ele.

"Aku bertemu Ansell dan dua pengawalmu di depan tadi. Makanya aku tau kau disini." Ucap Felix.

"Cookies dan hot chocolate ini dari Ansell?" Tanya Ele.

Prince Felix hanya mengangguk membenarkan.

"Kenapa bukan Ansell yang mengantarkannya secara langsung?" Tanya Ele lagi.

Prince Felix mengedikkan bahunya. Sedangkan Ele terkekeh paham. Para pagawai di kediamannya pastinya sudah hafal dengan tingkat kesensitifan Ele belakangan ini karena pekerjaan yang menggunung. Sedekat apapun mereka dengan Ele, pasti lebih memilih menghindar sejenak dari Ele daripada menghadapinya secara langsung.

"Ini semua pekerjaanmu?" Tanya Prince Felix. Ia heran saja melihat banyaknya tumpukan dokumen di meja Ele. Bahkan sampai di sofa dan sekitar meja kerja Ele juga ada.

Ele hanya bisa mengangguk lemah menjawab pertanyaan Prince Felix.

"Wah, pasti ulah kakakmu kan?" Ucap Prince Felix.

"Siapa lagi kalau bukan dia." Jawab Ele kesal, bibirnya mengerucut sebal. Ia memakan cookies di tangannya dengan cepat seakan menjadikan cookies itu sebagai pelampiasan emosinya.

Prince Felix tertawa melihat ekspresi kesal Ele. Sudah lama mereka tidak bertemu, namun segala macam ekspresi di wajah Ele masih sama dengan yang ia ingat. Tidak ada yang berubah sama sekali.

Walaupun fisik Ele nampak sedikit berbeda dari yang ia ingat. Namun tetap saja tidak menghilangkan kesan seorang Ele di benaknya.

"Ingin keluar?" Tawar Prince Felix yang melihat betapa frustasinya Ele menghadapi semua dokumen-dokumen itu.

Ele menatap dokumen-dokumen laknat itu sekilas. Dahinya nampak mengerut tanda ia tengah berpikir keras. Kemudian senyum lebar Ele muncul begitu saja. Keluar sejenak untuk menjernihkan pikiran tidak apa-apa kan? Toh pekerjaannya masih bisa di lanjutkan nanti. Ia juga sudah lama tidak bertemu dengan Prince Felix. Jadi tidak ada salahnya menghabiskan waktu sebentar dengan sahabatnya tersebut.

"Okay, lets go!" Seru Ele semangat sembari menggandeng lengan kekar Prince Felix.

Prince Felix ikut melebarkan senyumnya melihat semangat Ele. Sepasang sahabat tersebut bergandengan tangan menyusuri lorong-lorong kediaman Ele menuju taman belakang. Obrolan yang sesekali diselingi candaan senantiasa mengiringi langkah keduanya.

*

Hari demi hari Ele lewati dengan segala kesibukkan yang tidak pernah meninggalkannya. Bahkan waktu tidurnya pun ikut terpangkas karena jadwal padatnya. Sungguh, rasa-rasanya Ele ingin resign saja dari posisinya sebagai lady.

Padahal ia hanya seorang Lady. Bukan Duke atau apapun itu yang memiliki jabatan tinggi di pemerintahan. Namun kesibukkannya sudah seperti seorang Duke saja. Bahkan mungkin ia lebih sibuk daripada kakak angkatnya itu.

Apalagi makin lama karir Ele sebagai penulis lagu sekaligus produser semakin melonjak tajam. Ele juga akhir-akhir ini lebih memfokuskan karirnya daripada posisinya sebagai Lady of Cambridge. Queen Elizabeth dan Prince William juga nampaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Asal tidak merugikan negara mereka sih tidak masalah.

Lagipula partisipasi Ele selama ini juga sudah lebih dari cukup. Sekarang sudah saatnya Ele memikirkan kebahagiaannya. Jikapun Ele tidak lagi melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai Lady yang selama ini ia lakukan pun para pejabat juga tidak masalah. Lady yang lain juga tidak ada yang berkontribusi sebesar Ele selama ini. Jadi rasa-rasanya sudah cukup Ele di sibukkan dengan urusan negara. Biarlah Ele menggapai mimpinya sebagai penulis lagu sekaligus produser ternama.

Beberapa bulan belakangan Ele juga sering bolak-balik ke berbagai negara untuk sekedar bekerja sama dengan berbagai musisi ternama. Lagu-lagu ciptaan Ele sudah banyak yang memecahkan rekor tangga lagu dunia.

Walaupun bekerja secara independent, namun Ele juga memiliki kontrak eklusif dengan Hybe. Hal itu juga yang menjadi salah satu alasan kuat bagi Ele untuk sesekali kembali ke Korea Selatan.

Untuk permasalan keluarga kandung Ele. Kedua orang tua laknat itu kini telah membusuk di penjara akibat berbagai kasus. Salah satunya adalah pelanggaran hak asasi manusia terhadap Ele. Juga pelanggaran perlindungan anak terhadap Ele. Selain itu masih banyak lagi kasus-kasus yang menimpa mereka hingga mereka di vonis dua puluh tahun penjara. Aset-aset kekayaan keluarga Shin juga tersita oleh pengadilan. Hanya menyisakan rumah singgah mereka di Jeju. Sebuah rumah kecil yang cukup asri. Setidaknya setelah mereka keluar dari penjara mereka bisa tinggal di sana dan memulai hidup baru. Itupun kalau mereka belum keburu gila setelah hidup keras di penjara sih.

Padahal Ele niatnya sudah mau berbaik hati dengan mengajukan keringanan hukuman bagi mereka kalau saja mereka mau bersikap baik. Setidaknya meminta maaf atas perlakuan mereka selama ini terhadap Ele. Atau penyesalan mereka terhadap Ele walaupun tidak tulus.

Namun sayangnya mereka terlalu angkuh untuk sekedar meminta maaf pada darah daging mereka sendiri. Ele pun sebenarnya jijik karena menjadi darah daging dari orang seperti mereka. Tapi mau bagaimana lagi. Seseorang kan tidak bisa meminta di lahirkan dari orang tua dan keluarga yang sesuai keinginan mereka. Semua sudah di takdirkan sedari awal. Jadi jadini sajalah kehidupan yang telah di berikan. Setidaknya bersyukurlah masih di beri kesempatan merasakan kehidupan.

Toh setiap kehidupan juga memiliki masa manis dan pahitnya masing-masing. Tidak usah iri dengan kehidupan orang yang terlihat baik. Karena belum tentu yang terlihat itu merupakan hal yang sebenarnya.

-
-
-

N.A

THE TALE OF ELE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang