Tergerak

798 83 22
                                    


Setelah sebulan menetap di Jakarta, kini Mahalini telah memutuskan untuk meninggalkan tugasnya sebagai seorang dokter gigi untuk beberapa waktu. Namun, Mahalini kini tengah berada di sebuah rumah sakit untuk menghadiri seminar yang ditemani oleh Nuca.

"Baik, para dokter-dokter sekalian, untuk menjadi seorang dokter gigi yang baik, diperlukan..."

Mahalini memfokuskan penglihatannya menatap seorang dokter wanita paruh baya yang tengah menjelaskan materi, Nuca yang memang bukan seorang dokter hanya terdiam ikut mendengar.

"Sampai sini, apakah ada pertanyaan?" Setelah menyelesaikan pemaparan materi, kini dokter paruh baya itu memberikan kesempatan bagi para dokter yang ingin bertanya. Seisi ruangan terdiam, sampai ada seorang dokter laki-laki yang mengangkat tangan.

"Permisi dok! Izin bertanya!"

"Ya boleh, silahkan! Sebutkan nama dan instansi tempat bertugas ya!" Jawab dokter paruh baya itu.

"Halo semuanya! Perkenalkan nama saya I Gusti Putu Wijaya, bisa dipanggil Wijaya saja, salam kenal semua!" Ucap Dr. Wijaya, menatap seisi ruangan dengan tersenyum.

"Izin bertanya dok, untuk pemaparan dokter barusan mengenai Edodontik, dokter menjelaskan bahwasannya diagnosis-diagnosis tersebut disebabkan oleh penyakit pulpa. Dan, yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah hanya penyakit pulpa, dok?" Lanjut Dr. Wijaya dengan menjelaskan pertanyannya.

"Baik, pertanyaan yang bagus Dr. Wijaya."

"Izinkan saya memaparkan kembali mengenai penyakit pulpa,"

"Pulpitis adalah kondisi peradangan pada pulpa dan jaringan periradikuler yang mengelilingi akar gigi. Kondisi peradangan ini dapat berupa akut atau kronis, dan dengan atau tanpa gejala. Penyebabnya adalah rusaknya lapisan enamel dan dentin pelindung pulpa.

Saat lapisan tersebut rusak, bakteri dapat masuk dengan mudah dan menyebabkan pembengkakan. Namun, pulpitis tidak hanya disebabkan oleh bakteri, tapi bisa terjadi akibat trauma atau cedera pada gigi atau rahang yang membuka rongga pulpa dan mengakibatkan bakteri masuk.

Mengenai pertanyaan Dr. Wijaya, jawabannya tepat sekali, itu hanya disebabkan oleh penyakit pulpa." Papar dokter paruh baya itu menjelaskan.

"Baik dok, terima kasih." Balas Dr. Wijaya setelah pemaparan itu.

Setelah kurang lebih dua jam mendengarkan penjelasan materi, kini Mahalini juga Nuca telah keluar dari ruangan tersebut dengan Mahalini yang berdampingan dengan Nuca, dan tangan Nuca yang membawakan tas milik Mahalini.

"Ngerti ga Nuc mereka ngomong apa?" Tanya Mahalini memasang muka meledek.

"Ngga." Balas Nuca jujur.

"Ya lah! Kamu mah ngertinya profit atau ga loss!" Mahalini menambahkan membuat Nuca terkekeh geli.

"Eh, hai Dr. Lini!" Sapa seseorang dari arah depan, membuat Mahalini juga Nuca menghentikan langkah mereka.

"Halo!" Balas Mahalini ramah, menatap seseorang di hadapannya dengan bingung, seperti berpikir.

"Ye! Masa ga kenal saya?" Tambah orang itu lagi.

"Ini Putu weh! Tadi ga denger pas aku nanya?"

"Oh, kamu Put!" Mahalini akhirnya mengingat dengan jelas pria yang berdiri di hadapannya sekarang.

"Jauh amat kamu ke sini, Lin!" Tambah Putu.

"Hahaha, bosen di Bali terus!" Balas Mahalini.

"Eh, Nuca ya?" Putu menyadari bahwa ada Nuca di sebelah Mahalini, Nuca tersenyum mengangguk, suasana menjadi sedikit canggung.

Kembali [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang