Kehilangan

644 67 12
                                    

Part ini ada sedih, kesel, uwu, ya gitu deh gais wkwkkw baca aja

Btw sowri yeuu kalo aku up nya malem bingit hihi

Enjoooy! Tim kalong tunjukkan suaramuuuuuu~~~~

.
.
.

"Pa, kenapa ninggalin mama, pa?" Mama Angke terus menangisi kepergian Papa Aru. Ia terus memeluk jenazah Papa Aru yang sudah terbungkus kain putih. Di sebelahnya, Drea mengusap punggung Mama Angke, menenangkan, juga dengan tangis yang tak henti-hentinya keluar membasahi pipi.

"Sabar, ma." Ucap Drea juga dengan isakan.

"M-m-mama ga bisa tanpa papa, Dre. Ga akan bisa." Lirih Mama Angke, menggelengkan kepalanya membayangkan hidupnya tanpa Papa Aru yang selalu mendampingi dirinya.

"Ma,"

Nio datang menghampiri sang mama, duduk di sebelah Mama Angke, memeluk sang mama dari samping yang kini tengah rapuh.

"Jangan gini, ma." Ucap Nio yang sedari tadi menahan air matanya, juga tak kuasa melihat mamanya yang kerap menangisi kepergian sang papa.

"Nio, kenapa papa tega sama mama?" Tanya Mama Angke dengan Nio yang masih mendekapnya dari samping.

"Ngga, ma." Jawab Nio juga dengan isakan tangis yang mulai keluar dari mulutnya.

"Mas Ka udah dimana, mas?" Tanya Drea bertanya pada Dru, yang tengah risau memegangi ponselnya.

"Lagi di jalan juga, tapi kayaknya macet." Jawab Dru dengan suara parau, tak kuasa melihat mamanya yang tengah menangisi jenazah papanya.

"Assalamualaikum!"

Nuca datang bersama Mahalini, dan ketiga anaknya, juga dengan pakaian berwarna hitam.

"Ma." Nuca dengan segera menghampiri sang mama, memeluk tubuh Mama Angke yang lemah tak berdaya.

"Mas." Mama Angke tak membalas pelukan anaknya, Nuca terus menangis di dekapan sang mama. Ia juga merasa sangat terpukul atas kepergian papanya yang secara mendadak.

"Mbak Lin." Drea datang menghampiri Mahalini yang membawa Gian di gendongannya, dengan Larissa dan Latisha yang tak terlalu memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Dre, yang kuat." Mahalini memeluk Drea, mengusap lembut rambut Drea yang tak beraturan, Drea mengangguk dalam dekapan Mahalini.

Setelahnya, Mahalini menghampiri Mama Angke, menyalami tangan Mama Angke, lalu memeluk mama mertuanya, mengusap-usap punggung Mama Angke, memberi kekuatan.

"Mama, yang kuat, ya." Ucap Mahalini, membuat Mama Angke mengangguk dengan tangis yang tak kunjung usai.

"Mbak, mas, pakde, bude, mbah."

Mahalini juga menyalami tangan keluarga Nuca yang lain, turut berbela sungkawa atas kepergian Papa Aru.

Setelah melakukan sederet prosesi pemakaman, dan mengantarkan jenazah Papa Aru ke liang lahat, kini keluarga Nuca tengah berkumpul berbincang di ruang tamu, sejenak melepas lelah mereka juga mengusir kesedihan yang tengah melanda.

"Lin, wis mangan, tah?" Tanya Bude Sri, menatap Mahalini.

"Alhamdulillah, udah bude." Balas Mahalini tersenyum ramah.

Mahalini melirik memperhatikan Mama Angke yang tengah melamun menatap ke jendela. Ia tahu, Mama Angke sangat merasa kehilangan. Mahalini dengan inisatif sendiri, melangkahkan kakinya menuju dapur masih dengan Gian yang dibawa dalam gendongannya.

Kembali [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang