Flashback
"Kau tidak apa apa?" Caden mulai khawatir. Ia melihat wanita yang bersamanya hanya diam setelah mereka berhasil melewati sungai, dan panggilannya barusan membuat Ohana tersentak.
"Aku baik baik saja," balas Ohana kembali tercenung sesaat. "Tapi tadi itu...sangat menegangkan!"
Beberapa menit yang lalu, adalah saat jantung Ohana memompa cepat.
Adrenalin-nya terpacu, dan keinginan melarikan diri terasa begitu menyesak. Namun bisa apa ia saat situasi tak memungkinkan?
Caden juga gila!
Menyuruhnya menenggelamkan diri saat arus tak cukup tenang, dan keduanya diharuskan menahan napas beberapa menit, lalu muncul kepermukaan setelah keadaan aman. Hampir saja...hampir saja kepalanya menjadi taruhan.
Ohana seketika bergidik ngeri, sambil menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak! Tidak! Tidak! Berpikir positif Ohana..."
Caden menepuk kembali pundaknya. "Jangan takut, kau akan baik baik saja."
"Aku tidak takut."
Tatapan Caden terlihat menyangsikan.
"Hanya saja...aku akui tadi itu memang mengerikan."
Ohana masih enggan mengakui, Caden tersenyum geli.
"Sudah kukatakan aku tidak takut! Jangan mengejekku!"
"Aku tidak mengatakan apa apa, kalau tidak takut justru bagus. Kau kan, seorang tentara," balas Caden ringan. Ia kemudian menatap Ohana lama, dan mengerti jelas ketakutannya, meski wanita itu tak kunjung mengakuinya.
Caden menyadari itu.
Gadis yang bersamanya mengatakan jangan meremehkan, tapi Caden tahu ketakutan tengah membayangi. Ohana kuat bertarung, Caden akui. Namun kekuatan mental ikut mempengaruhi di saat seperti ini.
Saat awal terjadinya pergolakan, Caden bahkan pernah melihat tentara Samola membantai penduduk sipil yang tidak menurut. Dan itu membuatnya gemetar, hingga sulit menelan makanan beberapa hari. Ketakutan akan kematian tak bisa dielakkan.
Semua orang pasti merasakannya. Teman temannya, atau orang lain akan seperti itu jika terjebak di tempat kejam ini. Tetapi seorang tentara yang memiliki mental kuat harusnya menyesuaikan diri lebih baik bukan?
Caden memperhatikan Ohana yang membuka tasnya, mengambil botol minum, meneguk isinya. Tetapi belum dahaganya terpuaskan, air minum itu sudah berada ditetesan terakhir. Ohana berdecak. Caden yang mengerti mendadak menyodorkan botolnya.
"Minumlah punyaku," ia dekatkan botolnya tapi tak kunjung diambil. "Itu dari air hujan, bukan sungai."
"Kau masih meremehkanku, bukan? Tapi tidak, terimakasih. Aku masih punya persediaan lain, dan airnya juga bersih."
Caden mendengus geli.
Lihatlah, bagaimana bisa seorang tentara masih memilih minuman di tempat seperti ini?
Padahal Caden tahu, dalam tas Ohana hanya tinggal satu botol yang terisi.
"Apa menjadi tentara membuatmu terpaksa, Sersan?"
"Apa maksudmu menanyakan itu?" Ohana mengambil botol minuman lagi dari tasnya.
"Tidak, aku hanya penasaran saja."
"Ini sudah menjadi pilihanku, aku menyukainya."
"Tapi yang kulihat, kau tidak seperti tentara kebanyakan," jelas Caden dengan pandangan meneliti. "Dalam situasi seperti ini, harusnya kau yang menenangkanku, mengatakan hal baik agar pikiran cemas seperti tadi tidak lagi muncul. Kau tahu, pertama kali melihat pembantaian aku tidak bisa makan. Kekejaman di Samola memang brutal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer On You
RomanceBagi Ohana, kehidupan yang ia miliki sudah sempurna, memiliki pekerjaan menarik, dan keluarga yang bangga untuknya. Namun tidak berlangsung lama saat di masa muda ia terjebak akan masalah, dan masa lalu yang terus menghantui, hingga kehidupan yang i...