SOY : Part 20 (Flashback 2)

25 5 1
                                    

Pintu lift terbuka, Ohana lebih dulu keluar diikuti Caden di belakangnya. Hari sudah menunjukkan pukul empat sore di mana agenda yang hanya memperbolehkan Caden untuk makan siang, ternyata tak sesuai kehendak saat Bryan terus bercerita tentang Quin juga para gadis yang mengejarnya. Caden pun sabar mendengarkan, bahkan memberi masukan.

Ck! Apa yang diharapkan Vivian agar Bryan tidak salah pergaulan ternyata tak terelakkan. Ohana sedikit tau jejak Caden yang memiliki barisan pengagum wanita, sangat menyayangkan Bryan terpapar pengaruh berbahaya.

"Terimakasih sudah mengantarku dan untuk makan siangnya. Masakanmu lezat," seru Caden tersenyum, menampilkan deretan gigi yang membuat Ohana bergidik.

Uh...Ohana sungguh tidak terbiasa akan sikap Caden seperti ini.

Atau...sebenarnya lelaki itu memang seperti ini?

"Tapi kuharap kau tak kembali, dan jangan merengek makan padaku lagi." Ohana bergerak memasuki lift, tapi tangannya diraih Caden. Sekaligus lelaki itu berusaha mengikiskan jarak antara mereka. Ohana seketika melangkah mundur dengan cepat.

"Sergeant..."

"Lepaskan tanganku."

Caden kembali mengikis jarak, sedang yang dituju semakin terlihat anti. Akhirnya Caden menyadari jika terlalu cepat bergerak. "Kau pasti tahu tujuanku kemari bukan hanya meminta makan."

"Iya, tentu aku tahu." Ohana membenarkan, ia tak perlu menutupi kepekaan dirinya.

Sama seperti tiga belas tahun lalu, Caden yang pendiam bisa diketahui lelaki itu memiliki rasa padanya. Bahkan dulu lebih buruk, Caden tak bersuara tapi bahasa tubuh tak bisa berdusta menginginkan Ohana. Dan dengan bodohnya Ohana terjebak dalam perasaan yang terajut tak lebih dari seminggu.

Tetapi kini lelaki itu cukup jelas mendekatinya. Sepertinya perubahan lelaki itu dimulai semenjak mendengar cerita Ohana yang seorang janda beranak satu, Caden tak lagi bersikap formal bahkan kembali melewati batas. Namun yang Ohana sayangkan, Caden tidak ingat janji yang pernah terucap dan sikap menyesalnya tak sedikitpun terlihat. Dan keputusan Ohana, diharuskan untuk memberi jarak.

"Maaf atas sikap tidak sopanku waktu itu, aku hanya tidak mengerti mengapa kau muncul setelah...tiga belas tahun." Ohana mengatupkan bibir rapat, sungguh kesal karena lagi lagi teringat. Ia bahkan memutus tatapan saat netranya tak mendapat tanggapan, Caden hanya terdiam, dengan raut tanpa penyesalan.

Atau...selama ini dirinyalah yang terlalu berlebihan?

Apakah kata kata yang dulu terucap dibibir itu, bukanlah janji yang harus Caden tepati?

Ohana mencoba menggali ingatan sewaktu di tenda pengungsian. Caden tidak mengucapkan kalimat janji, tapi lelaki itu bilang akan menemuinya enam bulan kemudian. Raut Caden meyakinkannya akan datang karena Caden memiliki urusan di daratan Utara dan akan menemuinya. Itu yang lelaki itu katakan. Dan Ohana yang saat itu berada dititik terendah sungguh mengharap, hingga mengira selama ini lelaki itu memberi janji dan harapan.

Apa sebenarnya, hanya seperti itu? batinnya mencebik.

"Pulanglah, jangan dengarkan kata Bryan. Anak itu sedang tidak punya teman karena itu menyuruhmu datang, tapi kau jangan datang." Ia lelah, jawaban yang menggantung akan ia cari dikemudian hari. Namun Caden di seberang masih terdiam menatapnya lekat, tak berusaha berkata hingga Ohana bergerak hendak berlalu, tapi Caden berusaha kembali meraih tangannya dan kali ini, tak Ohana biarkan lelaki itu menyentuhnya.

"Kurasa tidak ada yang harus dibicarakan lagi, Caden..." desis Ohana menatap netra biru serius.

"Pulanglah!" balasnya kian tajam.

Summer On You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang