Caden menepikan mobil Ohana di spot parkir sebuah restoran.
Hari sudah malam, dan menyantap hidangan adalah pilihan. Bryan juga sudah mengganti seluruh pakaian kotornya. Ohana tadi meminta Caden mencarikan pakaian apa saja yang bisa dipakai keponakannya, memakai rok pun tak masalah.
Uh kegeraman Ohana tentu ada, hanya saja...hingga saat ini ia tengah menahan. Adanya Caden atau orang lain tentu tak bisa membuatnya memuntahkan kemarahan. Ditambah tidak mungkin kan, ia memarahi Bryan karena bocah itu menghilang? Mungkin, setelah di apartemen nanti segala pikiran buruk akan Ohana muntahkan, mengusir Bryan malam ini pun ia tega.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Itu suara Ohana. Ia akhirnya membuka suara setelah makanan terhidang di meja.
Mereka duduk di meja paling sudut di lantai dua, di restoran cukup mahal tapi tidak seperti restoran mewah waktu itu. Caden yang bersikeras sebagai balasan makan siang dua hari lalu.
"Perkataan Quin, apa benar seperti itu?" sambungnya melirik ke arah keponakannya.
Bryan mengangguk singkat. "Aku tidak akan mengelak, apa yang dikatakannya benar, tapi sedikit berlebihan."
"Jadi kau yang mengajaknya keluar kereta?"
Bryan mengangguk sekali lagi.
"Cih, sebenarnya kau sengaja membawanya ke tempat itu kan? Kau bahkan sengaja merobek pakaiannya karena jiwa cabulmu tak tahan. Darah memang lebih kental ternyata." Ohana mendesis, menyesap minumannya. Sembari mengingat Bryan itu keturunan siapa, ia jadi merasa wajar.
Sementara Bryan yang mendengar ungkapan Aunty nya tak mengelak, justru ia menyengir tak masalah. Apalagi apa yang dikatakan Aunty nya memang benar, tapi sedikit berlebihan menyamakannya dengan istilah cabul. Bryan tidak seperti itu. Ia melakukannya karena ingin mengganggu Quin untuk membalasnya saja. Ya, hanya itu saja...
"Cabul, apa maksudnya?"
Sontak saling toleh, Ohana dan Bryan hampir melupakan keberadaan Caden di meja sama. Lelaki itu tadi hanya mendengarkan, tapi kini ikut menimpali pembicaraan.
"Oh, kau tidak tahu ini ya?" Ohana melirik singkat Bryan. "Perlu diketahui, Bryan memiliki darah dari keturunan penggila wanita yang tentunya bukan berasal dariku. Ya, kau benar. Itu berasal dari keturunan Daddy nya. Suamiku yang meninggal itu."
"Aku hanya memudahkannya, Mom. Kan, tidak kurobek seluruh pakaiannya. Kami lama tersesat, tapi Quin terus berteriak hingga aku kehilangan fokus. Jadi, semua kesalahan jangan ditimpakan padaku. Larimma itu juga yang ingin mengikutiku."
Cih, Alasan!
Kembali menyesap minuman, Ohana mendelik. Sekaligus memberi sorot tajam pada Bryan yang menguyah makanannya. Remaja itu begitu santai, hingga Ohana yakin Bryan sudah menyiapkan pembelaan lain atas dirinya.
"Sudah berapa lama kau mengenal Larimma itu, Bryan?"
"Quin? Kurasa sekitar empat bulan lalu. Dia pindah ke sekolahku dan dia dua tingkat di bawahku. Aku sudah ditingkat menengah tapi Quin masih tingkat dasar. Memangnya kenapa, Paman?"
Caden menyantap makanannya. "Tidak ada, aku hanya menyimpulkan kau benar-benar tidak menyukainya."
"Hmmm...secara garis besar aku memang tidak menyukainya." Bryan mengerutkan dahi menimbang-nimbang, "tapi kalau dipikir-pikir, aku juga menyukainya."
"Jangan bermain-main, Bryan," peringat Ohana yang hampir tersedak.
"Memangnya ada yang salah?"
"Kau kan, menyuruh ibumu ini untuk menolaknya karena tidak menyukainya. Dan itu sudah kulakukan."
![](https://img.wattpad.com/cover/269066018-288-k396461.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer On You [END]
RomanceBagi Ohana, kehidupan yang ia miliki sudah sempurna, memiliki pekerjaan menarik, dan keluarga yang bangga untuknya. Namun tidak berlangsung lama saat di masa muda ia terjebak akan masalah, dan masa lalu yang terus menghantui, hingga kehidupan yang i...