"Caden, aku ingin bertanya sesuatu, apa kau masih setia padaku?"
Pelukan yang tadinya erat tiba-tiba melonggar. Lengan keras yang mendekapnya, seakan kehilangan tenaga.
Tubuh Ohana berbalik cepat, menatap Caden lekat dengan kedua netra hazelnya. Pertanyaannya yang tadi itu sangatlah sederhana. Namun kenapa lelaki itu terdiam saja?
"Mengapa kau diam?" Ia menilai raut Caden. "Jawablah pertanyaanku!" Hingga perlahan, tatapannya berubah menyipit tajam.
Di sisi lain, Caden yang terdiam sesungguhnya sedang bertanya tanya. Tatapan introgasi tengah mengintimidasinya, dan Caden menarik sudut bibir seakan tak terjadi apa apa.
"Setia apa maksudmu, Sergeant?"
"Itu ... sewaktu kau merebut pengalaman pertamaku, kau bilang aku akan jadi wanita terakhir yang kau tiduri. Apa itu, masih berlaku?" jelas Ohana lagi, dan melihat wajah Caden tiba tiba kaku, ia menyipitkan pandangan lagi. "Lupa ucapan sendiri, Caden?"
"Tidak,"
"Berarti tinggal satu kesimpulan...," Ohana berdecih pelan. "Lelaki dan omongannya memang tidak bisa dipercaya!" Ohana seketika membalik tubuh, memunggungi Caden dengan raut muram. Dan ia menyentak kasar selimut untuk menutupi tubuhnya hingga leher.
Uh, Ohana kesal!
Sangat kesal!
Lelaki yang ia tunggu berjanji setia untuknya, tapi ternyata hanya lelaki sialan. Dan bodohnya ia yang percaya akan kalimat manis sialan itu. Oh tuhan, apa ia begitu terbutakan karena ketampanan Caden? Padahal ucapan Caden tidak pernah berguna!
"Jadi siapa wanita itu? Dan berapa kali kau tidur dengannya? Oh tuhan, apa sekarang kau masih kekasihnya? Jadi saat ini aku dianggap apa?!" Tanpa berjeda Ohana bersuara, dengan emosi tertahan di dalam setiap kata-katanya. Ia berdecih ingin mengumpat, sekaligus tatapan tajam ia layangkan lagi.
"Ohana, wanita mana yang kau maksud—"
"Beraninya kalian berciuman di depanku!" Ohana memotong tajam. "Ah tidak, aku tidak harus menyalahkanmu, selama tiga belas tahun tidak mungkin Caden Orlando hidup berselibat, itu hal mustahil!"
Caden mulai menaikkan satu alisnya. Ia mulai mengerti wanita mana yang dimaksud kekasihnya ini. "Yang kau lihat kemarin itu temanku," jawabnya tenang. "Namanya Emma, kami sudah kenal lama."
"Oh, teman tapi berciuman? Astaga!"
"Hubungan kami tidak perlu dipikirkan."
"Jangan mencoba mencari alasan," desis Ohana dengan nada mengancam.
"Baiklah, aku akan jujur." Mendapat tatapan itu lagi, Caden menyugar rambutnya. Mau tak mau ia harus terbuka. "Kami hanya teman yang ... kadang-kadang berbagi kesepian? Ya, hanya sebatas itu."
"Hanya sebatas itu?!" pekik Ohana terperangah beberapa saat, ia menggigit bibir menahan segala umpatan.
"Sergeant, aku tahu kau sedang marah, tapi seperti ucapanmu aku tidak mungkin hidup berselibat selama tiga belas tahun ini. Kau mengerti kan?"
Caden yang cemas datang mendekat. Ia memeluk Ohana cepat, tetapi bukannya mereda ucapan Caden justru memantik Ohana kembali pitam. Api kemarahan beberapa hari lalu terkubur kembali menyala, kegeramannya dan umpatannya tak lagi disembunyikan.
"Sial! Kau benar-benar sialan! Kau mengakui sudah tidur dengannya?!" Ohana menyentak kasar tangan Caden, dengan sekuat tenaga ia mendorongnya menjauh. "Kau tidak pernah menepati janji! Jika sudah berjanji setia harusnya kau lakukan meski berselibat selama tiga belas tahun!"
Ohana kesal! Sangat kesal! Lelaki ini memberi alasan yang membuatnya semakin jengkel.
Kembali memunggungi, Ohana tak lagi peduli pada Caden yang tadinya cemas kini berubah kaku, dan dari tatapannya tersirat raut kesal yang terselubung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Summer On You [END]
Roman d'amourBagi Ohana, kehidupan yang ia miliki sudah sempurna, memiliki pekerjaan menarik, dan keluarga yang bangga untuknya. Namun tidak berlangsung lama saat di masa muda ia terjebak akan masalah, dan masa lalu yang terus menghantui, hingga kehidupan yang i...