XIV. A Glimpse of Start

16.4K 1.7K 33
                                    


- - -

"Bener nggak sih ini jalannya?!" Kira bertanya panik melihat sekeliling, langit yang mulai gelap dan Jesse yang berjalan dengan senter di tangannya. Kira pikir tersesat di hutan saat camping sekolah hanya ada dalam drama dan novel yang sering dibacanya, tapi sekarang ia sendiri yang sedang mencari titik kemahnya tanpa petunjuk. Belum lagi ia terdampar disini bersama orang yang sangat tidak ingin diajaknya bicara.

"Bener harusnya."

"Kalau bener kok nggak sampe-sampe?"

"Kita disasarin kali ya, Ki?"

"Nggak usah ngomong aneh-aneh!!"

Kira punya hati dan mental sekuat baja, mata melotot yang lebih nyalang dari apapun, tapi segala hal berbau mistis, Kira membencinya. Tanpa disadari ia mendekatkan sedikit tubuhnya ke arah Jesse, menghindari kehilangan pria itu. Mereka masih aman dalam barisan kelompoknya sekitar 1 jam lalu, sampai ia berhenti sesaat untuk mengambil bendera kelompok yang dilewatkan teman-temannya. Begitu ia mengangkat kepala lagi, ia sudah sendirian. Beruntungnya, ia satu kelompok dengan Jesse dan jika Kira berhenti, Jesse juga berhenti. Untuk pertama kalinya Kira bersyukur akan kebiasaan Jesse untuk tidak meninggalkannya. Kalau ia harus menjelajah hutan ini sendirian, tidak mungkin ia sanggup.

"Je, udah gelap banget nggak sih? Bakal ketemu nggak sih ini?"

"Pasti sekarang kita lagi dicari juga kok, Ki. Bentar lagi pasti kita ketemu setidaknya satu orang dari sekolah kita. Nggak akan kenapa-kenapa." Jesse menjawab menenangkan Kira.

Jujur saja Jesse juga sedikit panik karena bahkan dengan senter pun mereka tidak bisa melihat jalanan di depannya, tapi mana mungkin ia membiarkan Kira ikut ketakutan. Ia juga tahu bagaimana Kira tidak menyukai hal-hal seperti ini.

Hilang di tengah hutan? Kalau dalam novel, ini saat yang selalu jadi titik balik. Satu pihak akan berterima kasih, lalu lama-lama timbul rasa. Dalam kasusnya, hal itu hampir tidak mungkin terjadi. Jika di hadapan mereka tiba-tiba muncul harimau, sudah pasti Kira akan mendorongnya untuk dimakan duluan.

"Je, nyanyi kek," pinta Kira, masih menatap takut-takut sekitarnya.

"Hah? Nyanyi?"

"Iya, gue nggak suka banget bunyi binatang-binatang itu," kata Kira jujur.

Bunyi-bunyi hutan dan hewan-hewan malamnya membuat perasaan Kira tidak tenang.

"Nanti kalau aku nyanyi makin takut kamu." Jesse tidak percaya Kira memintanya untuk menyanyi. Semua orang juga tahu Jesse tidak bisa membedakan nada do dan si. Dari semua mata pelajaran yang dengan mudahnya ia taklukan dengan nilai sempurna, pelajaran seni musik selalu menjadi satu-satunya warna merah dalam rapotnya.

Kalau ia menyanyi sekarang, yang ada mereka akan lebih cepat diterkam karena mengganggu.

"Apa aja deh. Ngapain aja."

"Kalau aku cerita tentang alasan aku ngejar kamu boleh nggak?"

Kira mendelik. "Yang lain."

"Cerita awal suka sama kamu?"

"Enggak."

"Alasan kenapa aku nggak nyerah meskipun kamu minta aku nyerah?"

"Ada nggak yang nggak bawa-bawa gue?"

"Enggak."

"Kali ini aja, Je. Sekali ini aja gua kasih kesempatan ngomong." Kira akhirnya setuju untuk mendengar apapun yang akan dibicarakan Jesse asal pria itu berbicara. Setidaknya suaranya akan sedikit mengalihkan perhatian dari suara di sekeliling dan udara yang rasanya semakin dingin.

LINGER (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang