Times Square saat tahun baru adalah impian semua orang. Tidak ada yang merayakan tahun baru seperti para New Yorkers hingga ribuan turis sengaja datang jauh-jauh untuk memadati tempat ini sekarang. Terlampau dingin memang, tapi hal itu jelas bukan tandingan semangat orang-orang yang dengan hebohnya berteriak menghitung mundur jelang tahun yang baru.Waktu berangkat ke Amerika dulu, Jesse bisa dibilang sedikit naif, atau mungkin lugu. Ia senang menjelajah, tapi ia benar-benar pergi ke Amerika untuk belajar. Ia tidak punya impian muluk-muluk untuk mengelilingi negara bagian itu atau punya daftar hal-hal yang ingin dilakukannya di negara ini. Menghabiskan tahun baru di New York misalnya, bersama ribuan orang asing yang tidak dikenalnya.
Namun setelah menghabiskan 8 tahun tinggal di negara ini dan kurang lebih menjadikan negara ini rumahnya, Jesse tahu banyak sekali hal untuk dicintai dari tempatnya menetap itu. Rute jalan paginya menuju kampus, kafe kesukaannya di sebelah apartemen, restoran Jepang kegemarannya, bus yang tiap hari dinaikinya menuju kantor dan toko roti yang selalu ia hinggapi. Ramainya jalan, gedung pencakar langit dan apoteker tua di apotek ujung jalan yang sudah hafal akan kedatangannya secara rutin untuk beli obat pegal jika sedang dilanda pekerjaan hingga badannya sakit dari atas sampai bawah.
Jesse punya rencana kembali dan tinggal di Jakarta, tapi bohong kalau ia bilang tidak sulit meninggalkan kehidupannya di Amerika.
"Kenapa?" tanya Dana ketika menangkap wajah tidak nyaman Jesse.
Ia sih tahu Jesse di sini karena paksaannya, tapi kan bisa tidak usah pasang tampang minta dipukul begitu. Bukannya menjawab, Jesse malah melotot. Ia setuju pergi menemani Dana ke sini bukan untuk berdiri berjam-jam disamping Amber yang jelas-jelas mengeluarkan aura tidak bersahabat. Parahnya, bukan hanya Jesse yang menyadari hal itu. Dovan yang berdiri di sebelah mereka juga hampir tiap menit melirik wajah menyeramkan Amber lalu buru-buru memalingkan wajahnya seram.
Dalam hati, Dovan tidak henti-hetinya merutuki Dana. Jelas-jelas ia sudah sempat menceritakan keadaan terbaru Jesse dengan wanita itu, Dana malah membiarkan mereka berempat terjebak dalam situasi tidak mengenakan ini. Tahun baru abal-abal. Memang benar firasat teman sekamar itu untuk tinggal di apartemen saja tahun ini.
"Amber, Na? Seriously?" Jesse mendekatan bibirnya ke telinga Dana dan berbisik pelan di sana. Di luar dugaan, Dana memasang senyum bersalahnya.
"Sumpah, Je. Gua minta maaf. Tapi beneran deh, ini cewek persistent banget ngehantuin gue mulu. Jadi gue nggak punya pilihan lain selain bilang lo bakal tahun baruan sama gue di sini. Eh, dia malah nongol." Dana berbisik balik seraya melirik Amber yang seakan tidak peduli apapun selain suasana malam itu.
Dana tidak bohong. Jesse memang sahabatnya, tapi ia juga lelah dihubungi Amber terus. Lagipula kalau pacarnya bisa ikut ke sini mana mungkin Dana membuat sulit kehidupan Jesse dan Dovan. Sayangnya, pacarnya sedang liburan bersama keluarganya.
"Menurut gue ya, beneran deh, be a man and face it. Kalau dia emang dia udah nggak bisa diajakin ngomong, cut off your relationship then. It's better to have nothing to do with her anymore daripada jadi toxic banget." Akhirnya Dana angkat bicara juga.
Selama ini Dana menahan diri karena tahu pertemanan Jesse dengan Amber berharga bagi pria itu. Dan ia juga mengerti Jesse terlalu baik untuk memutuskan persahabatan dengan seseorang yang tidak melakukan kesalahan selain mencintainya. Tapi Dana makin lama makin merasa lebih baik Jesse tidak usah berhubungan selamanya lagi dengan Amber kalau wanita itu tiba-tiba berubah jadi tokoh antagonis dalam hidup arsitek muda itu.
Mencerna apa yang dikatakan Dana baik-baik, Jesse kemudian menoleh pada Amber yang ia tahu dari tadi menatapnya dengan Dana curiga. Jesse tidak tahu apakah lagi-lagi ini waktu yang tepat untuk bicara dengan Amber, ketika ia bahkan harus bicara dengan volume sedikit lebih keras karena teriakan orang-orang disini.

KAMU SEDANG MEMBACA
LINGER (Completed)
ChickLit"Melepas kamu nggak semudah membenci kamu, Kinira." Jeshiro mencintai Kinira; Seperti air yang selalu kembali ke lautan. Seperti buah yang selalu kembali ke tanah. Seperti matahari yang selalu terbit dari timur. Jeshiro, adalah rasa yang selalu...