XII. Early Airport Conversation

16.6K 1.8K 17
                                    


"Je, lo tahu lo nggak harus ngelakuin ini kan?" tanya Kira memainkan jari di sisi gelasnya.

Pesawat mereka akan berangkat kurang lebih 1 jam lagi dan mereka menghabiskan sisa waktu menunggu di salah satu restoran untuk sarapan. Jujur, Kira segan untuk bertanya alasan Jesse memilih berangkat dengannya tapi ia sangat ingin tahu.

"Ngelakuin apa?" tanya Jesse balik. Tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu.

"Nemenin gue berangkat. Gue nggak bakal kenapa-kenapa juga kalau lo berangkat bareng yang lain kemarin."

Sebenarnya Kira enggan mengambil kesimpulan bahwa Jesse membuat keputusan karena dirinya, namun ketika ia bertanya kemarin Jesse ada acara apa, Jesse bilang ia tidak ada acara kemarin. Jadi jangan salahkan Kira apabila menganggap Jesse menunda keberangkatannya untuk Kira.

"Siapa yang bilang saya berangkat hari ini karena mau nemenin kamu?" Alis Jesse bertemu di tengah mempertanyakan kalimat Kira seakan kalimat itu sama sekali tidak benar dan tidak masuk akal.

Kira menelan ludahnya sendiri. Seharusnya memang dari tadi ia diam saja. Senjata makan tuan benar-benar nyata. Kira tidak bisa melihat apakah wajahnya memerah, tapi pipinya terasa sedikit panas. Pegangan pada gelasnya mengerat, menyalurkan malunya.

"Eh? Hehehe, bukan ya?" Kira tertawa kikuk, berusaha mengembalikan lagi atmosfer sebelumnya.

Pandangan Jesse melembut. Sepanjang kenal dengan Kira, ia belum pernah melihat sisi Kira yang ini. Kira tidak pernah salah tingkah di depan Jesse. Dan Jesse kira tidak akan pernah. Namun Kira yang ada di hadapannya saat ini sedang memandangnya takut-takut dengan semburat merah di kedua pipinya. Jesse hanya bercanda. Menemani Kira jelas merupakan alasannya berangkat hari ini dan bukan kemarin. Kemarin yang ia lakukan hanya berdiam diri saja di kamar, menyelesaikan gambar akhir rumah Kira.

"Saya tahu nggak jarang kamu pergi sendiri. Tapi kamu bukan penggemar berat pesawat kan?" ujar Jesse, menuai lagi perhatian Kira sepenuhnya.

Wanita berdarah batak itu mengangkat kepalanya, mengabaikan malunya untuk menatap mata Jesse. Jesse tersenyum pada Kira. Senyum yang sudah lama sekali tidak Kira lihat, senyum yang sangat Kira rindukan. Senyum yang setiap hari ditujukan Jeshiro Melvino saat mengejarnya dulu. Dulu Kira sangat tidak sangat menyukai senyum itu. Setiap melihatnya rasanya ingin cepat-cepat pergi menjauh saja. Di luar dugaannya senyuman itu sangat menyejukkan sekarang. Belum lagi mata cokelat Jesse yang menatapnya teduh. Pria itu membuka mulut lagi melanjutkan kalimatnya yang membuat pertama kalinya jantung Kira berdebar sekuat itu untuk Jesse.

"Kamu nggak salah sih, Ki. Saya berangkat hari ini karena kamu nggak suka terbang sendiri. Kamu nggak pernah suka ketinggian," ujar Jesse santai seraya menyuapkan satu sendok terakhir mie goreng ke dalam mulutnya, tidak tahu lawan bicaranya sudah mematung sempurna karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Kenyataan bahwa Jesse melakukan apa yang dilakukannya membuat Kira ingin langsung saja melompat ke dalam pelukan Jesse dan berdiam di sana selamanya. Kadar pengertian Jesse di luar yang Kira bisa bayangkan. Dan bisa dibayangkan sebaik apa hati pria itu mengingat Jesse melakukannya setelah semua yang Kira katakan dan lakukan padanya. Kira tidak yakin ia pantas menerima perlakuan semanis itu dari Jesse.

Jesse mengangkat alisnya, kemudian melambaikan tangannya di depan wajah Kira yang malah melamun dan tidak merespon perkataannya. Kira mengerjapkan matanya lalu kembali menunduk. Sekarang pasti pipinya sudah lebih merona lagi dari sebelumnya dan ia sangat tidak ingin Jesse melihat hal itu. Meskipun percuma karena pasti Jesse sudah melihatnya. Mereka duduk berhadapan.

"Habisin sarapannya, habis ini nunggu di gate aja," ucap Jesse mengingatkan Kira yang piringnya baru setengah kosong. Dengan canggung Kira melanjutkan sarapannya, makan dalam diam tanpa sekalipun berani melihat ke arah depan.

LINGER (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang