Kira bisa menangkap gembira di binar mata Ara, namun ia tidak dapat menebak dengan pasti mengapa Ara minta untuk bertemu dengannya di siang bolong pertengahan minggu seperti ini. Kira menatap Ara penasaran, menunggu sahabatnya itu untuk memberitahunya mengapa ia harus ada di ruang kerja Ara detik ini."So, what's the big news?" tanya Kira tidak sabar. Kalau bukan berita penting, Ara pasti menunggu sampai akhir pekan saat mereka berkumpul, atau menghubunginya lewat telepon. Tidak mungkin mengundangnya, bahkan memaksanya untuk datang ke rumahnya.
"Gina Anaya, Ki. Gina Anaya! Gila lo, Gina Anaya!" pekik Ara sampai berdiri dari posisi duduknya lalu bergerak bolak-balik seperti cacing kepanasan dengan kedua tangan menahan kepalanya yang seperti hampir pecah saking bahagianya.
Kira hanya menatap Ara aneh. Gina Anaya adalah salah satu produser yang namanya dikenal di Indonesia. Wanita berumur 45 tahun itu juga memproduseri salah satu film yang disutradarainya.
"Iya... kenapa Bu Gina?" tanya Kira saat Ara sudah mulai tenang.
"Produser yang mau ngangkat buku gue Gina Anaya, Ki!" jerit Ara makin kencang.
Kira ikut berdiri semangat, "Serius lo?! Kok bisa jadi Bu Gina?? Bukannya kemarin yang sempet ngehubungin lo Pak Hari ya?" tanyanya.
Ara mengangguk.
Ia memang sempat dihubungi oleh Hari Gunawan, salah satu produser tanah air juga, namun setelah itu sepertinya Pak Hari masih mengurus produksi filmnya yang lain sehingga menunda lebih dulu rencananya memproduksi film dari buku Ara. Syukurnya, seminggu setelahnya, yaitu dua hari yang lalu, Ara mendapat telepon dari Gina Anaya menanyakan perihal bukunya dan rencananya membantu Ara. Kata Gina, sebenarnya ia sudah tertarik dari pertama kali buku Ara keluar dan menjadi salah satu buku terlaris dan paling banyak dibicarakan kalangan anak muda, namun ia belum mendapat kesempatan untuk menghubungi Ara. Setelah Hari memberitahu Ara bahwa sepertinya ia harus menunda produksi filmnya, rupanya ia menghubungi Gina dan bercerita mengenai masalah itu dan Gina tanpa pikir panjang langsung menawarkan diri menggantikan Hari untuk memproduksi filmnya.
Kira ikut mengangguk semangat mencerna semua penjelasan Ara. Ia ikut bahagia bahwa buku Ara ada di tangan yang terpercaya.
"Lo udah ketemu sama Bu Gina?" tanyanya.
"Tadi pagi gue baru ketemu dia, ngobrol-ngobrol doang. Dia tanya gue ada gambaran nggak buat filmnya, mau terlibat di penulisan naskah atau enggak, gitu-gitu sih," jawab Ara mengingat kembali perbincangan kecilnya di rumah produksi milik Gina tadi pagi.
"Terus gimana? Tanda tangan gitu-gitu kapan?" Kira tidak dapat lagi menahan semangatnya.
Ia sudah pernah membaca buku yang Ara beri judul "Di Atas Tangga Nada", cerita tentang seseorang yang hampir kehilangan mimpinya sebagai penulis lagu dan perjalanannya menemukan mimpi tersebut lagi bersama seseorang yang dikenalnya lewat kerja paruh waktunya di kafe kecil di kota Revere. Buku Ara yang satu itu sempat membuat Kira terhipnotis selama berminggu-minggu. Tidak heran jika jiwa sutradaranya bangkit melihat sebuah kemungkinan buku itu dikemas dengan sangat indah dengan visual dan sinematografi yang luar biasa. Dan melihat bagaimana buku itu berjajar sebagai salah satu buku paling laris 2 tahun lalu dan masih banyak dibicarakan hingga sekarang, sudah pasti kalau berita buku ini akan diangkat ke layar lebar tersebar, Indonesia akan sekali lagi gempar.
"Secepatnya sih, Ki. Nah gini masalahnya... jadi, Bu Gina itu kebetulan akhir tahun depan udah punya proyek film lain. Cuma karena kemarin Pak Hari hubungin dia dan sebenarnya dia udah lama mau hubungin gue, jadinya dia terima. Makanya, proses produksi pengin langsung dimulai secepatnya supaya bisa selesai sebelum dia mulai kerjain film yang lain," jelas Ara panjang membuat Kira mendengar tiap katanya seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINGER (Completed)
ChickLit"Melepas kamu nggak semudah membenci kamu, Kinira." Jeshiro mencintai Kinira; Seperti air yang selalu kembali ke lautan. Seperti buah yang selalu kembali ke tanah. Seperti matahari yang selalu terbit dari timur. Jeshiro, adalah rasa yang selalu...