EPILOG

38K 1.8K 114
                                    


Jakarta, Indonesia
Satu setengah tahun setelah Cambridge


Banyak yang bisa terjadi hanya dalam waktu satu setengah tahun. Pernikahan Vio dan Runa, kilas ikhlas di bola mata Ara menyaksikan pernikahan itu, genggaman Dovan di tangan Ara menguatkannya, tayangnya 'Di Atas Anak Tangga' yang dibicarakan Indonesia sebagai satu lagi karya terbaik sutradara muda Kinira Quinta, hingga kembalinya ia yang telah terlalu lama pergi.

Jakarta terasa begitu ramah akhir-akhir ini.

Kira tertawa melihat Jesse mendapat serangan dari anak pertama Mirei dan Ren, yang dengan bangganya mereka beri nama Bulan. Jesse mengelus pipinya yang kena pukul kemudian balas menyerang malaikat kecil itu dengan kecupan-kecupan di wajahnya.

"Lama-lama anak gue kira lu berdua nih yang orangtuanya..." Mirei menggelengkan kepalanya sambil berjalan menuju ruang tamu rumahnya dimana pasangan lewat 2 tahun itu sedang bermain dengan anaknya. Kira terkekeh kecil.

"Gimana persiapannya? Lancar?" Mirei duduk kemudian membawa anaknya yang mulai menangis ke dalam gendongannya.

Jesse mengangguk kecil, "Lancar."

"Masih susah percaya tahu nggak sih akhirnya mau nikah juga kalian... udah berapa lama sih main kejar-kejaran kalo dihitung sampe sekarang? Sekitar dua belas tahun nggak sih?" Mirei berdecak kagum mengingat kilas balik perjalanan Kira dan Jesse hingga sampai di tahap ini.

Kira dan Jesse ikut memanggutkan kepalanya, masih sering takjub juga mereka bisa ada di titik ini. Karena kalau ditanya, pertengkaran mereka di SMA saja masih basah dalam ingatan.

"Semoga persiapannya lancar sampe akhir ya... jangan sungkan-sungkan minta tolong gue atau yang lain. Terutama si Ara tuh, bergaul mulu sama sepupu lo. Makin sering pulang ke Jakarta aja si Dovan gue liat-liat," gurau Mirei.

Nyatanya benar, Dovan, yang notabenenya dulu sama seperti Jesse, suka tidak mau pulang, dalam satu setengah tahun terakhir ini seperti lebih sering berada di Jakarta daripada di Amerika. Kira tidak dapat memikirkan alasan lain yang membuatnya seperti itu kecuali Ara.

"Nggak jelas emang itu orang." Jesse menanggapi gurauan Mirei. Jesse tidak tahu saat ia memberitahu Dovan bahwa ia memutuskan untuk kembali menetap di Indonesia, sahabatnya itu malah akan semakin sering ditemuinya di Jakarta. Ada-ada saja.

Kira memainkan cincin di jari manisnya sebelum melirik pada Jesse yang konsentrasi bercakap dengan Mirei. Ingatannya bermain pada malam Jesse melamarnya, dengan cara paling sederhana, dengan kalimat paling membekas. Malam di mana Jesse memutuskan untuk pulang, malam di mana mereka menukar 12 tahun perjalanan mencintai, membenci dan kembali dengan tawaran membawa hubungan mereka lebih jauh lagi.

//

Kira mengambil posisi duduk di sebelah Jesse setelah sesi wawancara dan perkenalan singkat selesai. Setelah penayangannya tertunda hingga hampir kurang lebih satu tahun, malam ini akhirnya film yang sudah sangat dinanti tayang juga.

Kira dan Ara tidak dapat melawan rasa semangat mereka ada di gedung bioskop ini, dalam penayangan pertamanya. Malam ini rasanya lebih dari sempurna. Terlebih karena Jesse bahkan merelakan waktunya untuk pulang hanya demi melihat penayangan pertama ini dan berada di sini untuk Kira.

Ada sepersekian menit, setelah lampu bioskop mati namun film belum terputar, di mana Jesse meraih tangan Kira dan menggenggamnya erat. Kira melirik tangan mereka yang bertautan lalu pada kilatan mata Jesse menatapnya. Gelap, namun terpancar jelas.

"Kinira, alesan kenapa dulu aku nggak pulang ke Jakarta, itu karena kamu, Ki. Sekarang, dengan hubungan kita yang sekarang, yang udah nggak aku punya adalah alesan untuk tetep tinggal di Amerika. I gave this lots of thoughts and consideration already, dan aku nemuin lebih banyak alasan untuk pulang. Kamu, mama, papa, bahkan tawaran bos aku yang dengan senang hati mau transfer aku ke kantor cabang Indonesia dengan posisi yang sangat amat baik. As a senior architecture for my only six years of experience. I got nothing to lose, Kinira, so I'm going home."

Mata Kira melebar mendengar pernyataan Jesse. Suara musik pembuka filmnya mulai mengalun dan mata Kira bahkan tidak bisa berpindah dari Jesse. Bagaimana Jesse bisa mengira sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengatakan semua ini?

"You're... going home?" tanya Kira kecil. "To Jakarta? You'll come home and stay here?" lanjut Kira sedikit mengencangkan suaranya, tidak dapat mengontrolnya.

Jesse mengangguk yakin.

"And also..." Tangan Jesse yang bebas dipakainya untuk mengambil cincin yang entah bagaimana bisa tersimpan di saku pria itu dan memasangkannya di jari manis Kira.

"I want you to be the home I come home too, now, and every day ever since. Menikah itu nggak cuma dua belas tahun, Ki. Dan kalau menurut kamu, kamu bersedia sama-sama aku untuk waktu yang aku aja nggak bisa ukur, marry me?" Jesse menggaruk tengkuknya gugup. Kira mulai kehilangan tenaganya. Untung ia terduduk. Kalau ia berdiri, sudah pasti tersungkur lemas.

Kira tidak butuh waktu banyak. Bahkan sebelum tokoh utama dalam filmnya mengucap kata pertamanya, Kira sudah punya jawaban untuk Jesse.

Kira has no better answer, than to let Jesse lingers around her, every day until the sky falls down, until the rain tastes like sugar, until there will truly be honey and gold at the end of the rainbow. Kira is willing to let Jesse lingers in her life until the rest of the world, and that's just, really, how much she loves him.

— Tamat —

LINGER (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang