💜 13 : Tidak Tau Malu

22 9 3
                                    

Vote Sebelum Baca !!!
.
.

"Gila ya si Livi !? Nggak yang kakak, nggak yang adek, diembat semua sama dia," ucap Ravelo pada Mahardika yang tengah duduk dilantai balkon kamar milik Daniel.

Rumah Daniel Al Husen. Khususnya kamar Daniel–jadi tempat kumpul kedua bagi mereka berempat bahkan jauh sebelum Daniel pindah ke SMA Paramitha. Mereka selalu kumpul bersama karena memang sudah bersahabat sejak lama.

Rumah Daniel dipilih karena menurut mereka sangat mudah dijangkau dan terletak ditengah-tengah diantara mereka semua. Sedangkan menurut Mahardika, Rumah Daniel adalah pilihan tepat karena ada Tante Jessi yang sangat baik hati dan penyayang.

Tante Jessi–mamanya Daniel selalu perhatian. Setiap kali mereka datang, Tante Jessi sering membuatkan cemilan khusus untuk mereka, dan itulah yang paling dinanti-nantikan olehnya.

"Gue juga heran sama sepupu gue itu, Vel. Yang satunya lagi gue lebih heran. Kak Alfa kok tega?!" Mahardika berucap sambil menyenderkan tubuhnya ke sisi pagar pembatas balkon.

Ravelo mendekat dan ikut duduk dilantai balkon, menghadap Mahardika yang sudah lebih dulu duduk disana.

"Gue kalo jadi Daniel udah gue bakar idup-idup mereka ! Bisa-bisanya mereka mesra-mesraan gitu depan Daniel." Sambung Ravelo dengan urat-urat leher yang nampak lebih kentara.

"Masih kurang kali si Daniel," balas Mahardika.

"Apanya?!" Tanya Ravelo, pikirannya mulai traveling . Bola matanya berbinar, lalu ia tersenyum geli.

Pletak!

Sebuah tonyoran telak mengenai kepala Ravelo. "Otak lo ! Gue tau apa yang lo pikirin." Ucap Mahardika menghentikan imajinasi singkat seorang Ravelo Olevar.

"Paan si, lagian kalimat lo ambigu onyet !" sahut Ravelo. Ia berusaha membela diri.

"Yang kurang dari Daniel, apa coba ?! Selama ini Daniel selalu ngutamain dia. Gue rasa Daniel bisa dikatakan sebagai cowok baik buat Livi. Yah, walaupun kita tau Daniel gimana orangnya, tapi sama Livi dia beda cuy," Ravelo kembali mengeluarkan pendapatnya.

"Bener juga sih, Daniel emang udah sayang banget sama tuh cewek. Lo bisa bayangin sakitnya gimana, sampe dia pindah sekolah." Mahardika menekuk sebelah kakinya, "tapi menurut gua percuma ! orang Livi hampir tiap saat muncul depan mata dia, yang ada sakitnya makin nambah."

"Mana ditikung kakak sendiri lagi," sambung Ravelo. Ia sangat menyayangkan bagaimana teganya seorang Livi terhadap Daniel yang begitu meratukan perempuan itu. Dan yang paling disesali adalah apa yang Alfa lakukan terhadap Daniel.

Sungguh diluar logika, hati, dan pikiran. Cinta memang bisa menjadikan siapapun lupa diri, lupa teman, lupa saudara dan lupa kalau yang dibawah oleh cinta bukan hanya tentang kebaikan atau kesetiaan tapi juga kesakitan, dan penghianatan.

Pembicaraan mereka seketika terhenti saat sebuah handuk kecil melayang dan berhenti tepat diwajah Ravelo.

"Gue saranin lebih baik cari topik lain atau gue tendang kebawah !" Suara dingin milik Daniel terdengar, dua orang yang sedang diperingatkan langsung terpekik kaget. Tak menyangkah kalau Daniel sudah ada disana.

Ravelo memberengut tidak terima atas handuk yang tertampar kuat diwajahnya, rasanya ia ingin membalasnya sekarang juga. Namun nyalinya menciut kala matanya bertubrukan dengan tatapan tajam milik Daniel.

Dengan ceringaran kaku, Ravelo terpaksa berdiri. Ia meraih tangan kanan Daniel dengan lembut lalu menggantung handuk itu ke tangan sang empu.

"Hehe... tau nggak Nil, handuk lo bau jigong !" Ucapnya pada Daniel yang masih menatapnya tajam. Belum sempat Daniel melakukan apa-apa, Ravelo sudah lari terbirit-birit. Masuk kedalam kamar dan melesat keluar melalui pintu kamar Daniel menuju ruang lain, entah kemana.

Alfa & Seruni ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang