"Cah, gue izin ngomong sama Seruni." Pinta Daniel pada Marisa untuk berbicara dengan Seruni.
"Ngomong tinggal ngomong aja kali !" Ketus Seruni. "Apa ?" Seruni tidak bisa bersikap sportif dihadapan Daniel. Dia hanya tidak sudih melihat wajah Daniel. Baginya Daniel tidak pantas ada dan muncul didepannya. Tapi, sekuat Seruni menghindar, Daniel selalu punya cara untuk selalu mendekati. Daniel selalu punya cara untuk menempeli. Dan sebanyak itu pula Seruni selalu ingin mematahkan leher laki-laki itu.
Dalam diri Seruni pertemuan-pertemuan dengan Daniel tidak pernah mendapat tempat yang baik. Daniel selalu terlihat menyebalkan. Satu hari saja tanpa Daniel rasanya mustahil.
"Mau ngomong apa sih ? Ngomong aja !" Tuntut Seruni pada Daniel yang tidak kunjung mengutarakan pembicaraan.
"Gue mau berdua doang."
"Marisa nggak bakal ngember kok!"
"Tapi,"
"Apa ?!"
"Nggak ah nggak jadi.. Ntar sore aja." Daniel pergi meninggalkan keduanya.
"Gila tuh orang !!!" Maki Seruni pada Daniel.
"Kenapa si tuh anak?" Tanyanya tak mengerti dengan sikap Daniel yang sulit dipahami.
"Mau ngomong aja kok ribet." omelnya.
"Cah?" Seruni beralih pada Marisa yang sejak tadi diam saja.
"Gue?" Tanya Marisa memastikan kalau dirinyalah yang diajak bicara.
"Au ah, ayo ! Entar lagi masuk kelas." Seruni menarik lengan Marisa. Mengajak jalan gadis itu.
"Pelan-pelan juga dong Ni !"
****
S
ore benar-benar datang dan Daniel pun tak kalah dalam mengingat perkataannya. Dalam posisi rebahan, Seruni diusikkan dengan ketukan-ketukan beruntun di pintu kamarnya. Saat di bukakan, Kumala muncul membawah sebuah berita bahwa Daniel tengah menunggu di depan.
Dengan langkah berat Seruni terpaksa mengikuti langkah kaki Kumala. Sesampainya, ia langsung merujukkan kalimat tanya tentang maksud datangnya Daniel.
"Ada apa, lo datang ke sini ?" Tanya Seruni to the point.
"Hussh... Yang sopan sama tamu !!" Kumala mengingatkan cucu perempuannya itu.
"Nggak apa-apa nek, Daniel justru suka sama cewek yang nggak basa-basi." Kelakar Daniel yang tidak keberatan atas sikap Seruni.
"Ah, kamu bisa saja nak Daniel. Oh iya mau dibuatin minum tidak ? Mau minum apa ?"
"Jangan repot-repot Nek, enggak usah. Izin mau bawah Seruni aja. Mau di ajak jalan keluar soalnya."
"Hahh ?!!!" Seruni terperanjat mendengarkan perkataan Daniel pada neneknya.
"Buat apa? Gue sibuk! Banyak PR."
"Memangnya PRnya banyak?" Tanya Kumala. "PRnya nanti dibikin pas balik dari jalan saja Ni, kasihan nak Daniel sudah jauh-jauh malah tidak di hargai kedatangannya."
"Uni kan nggak nyuruh !!" Ketus Seruni.
Kumala menarik napas dalam, "Tapi kan kasihan."
Daniel memandang Seruni dengan penuh harap. Sebesar apapun Seruni menolaknya, Daniel tetap mengharapkan kelembutan hati gadis itu.
"Kalau emang nggak bisa, nggak apa-apa Ni, santai aja." Ucap Daniel sambil tak memalingkan tatapan matanya dari manik Seruni yang masih tidak kunjung melembutkan hati untuknya.
Butuh beberapa detik bagi Seruni. Ia diam sambil menatap tajam tanpa melepas tatapannya pada mata Daniel yang teduh.
"Kalo lo mau, lo bisa tunggu satu jam. Gue mau mandi, mau luluran, keramas rambut. Terus ngeringin. Kalau nggak sanggup buat nunggu, nanti kapan-kapan aja ya, lo bisa pulang."
Daniel tersenyum antusias. "Yaudah kalo gitu gue tunggu. Mau cepet atau lama yang penting kita jalan."
"Oh iya gue lupa. Nenek pasti nggak bakal ngizin kita jalan. Iya kan nek ?" Tambah Seruni memberi alasan. "Gue nggak biasa keluar, soalnya gue kan anak cewek! Mana udah sore lagi. Kayaknya nggak jadi deh Nil," nada Seruni terdengar menyesal.
"Siapa bilang ? Kali ini nenek langsung yang kasih izin. Kalau mau jalan, sana masuk, mandi, dan jangan lupa. Jangan dilama-lamain. Ingat ada nak Daniel yang nunggu."
"Kok nenek ngizinin. Nenek nggak takut kalau Uni diapa-apain?"
"Wong sama Nak Daniel,"
Seruni berdecak sebal dalam batinnya.
Tidak lebih dari lima belas menit, Seruni muncul lagi dengan keadaan bersih dan dengan gaya yang lebih baik dari sebelumnya. Rambutnya iya biarkan tergerai bebas, menguntai disisi bahunya.
"Katanya sejam." Suara Daniel memulai.
"Emang lo sanggup buat nunggu?" Balas Seruni.
"Iyalah. Sejam doang."
"Yaudah kalo gitu,"
"Eh-eh.. mau kemana?" Sergah Daniel sambil berdiri dari duduknya.
"Ya mandi lagi lah,"
"Ckckckck... Uni-uni, malu sama cowok. Kalau begini caranya, mana ada cowok yang suka?!"
"Ssttth, nenek diam." Sahut Seruni membalas kalimat Kumala.
"Sudah-sudah! Sana berangkat. Pulang nanti jangan ke maleman."
Sambil tidak berhenti berdecak, Seruni kembali berbalik dari arahnya yang sempat ingin kembali. Mendengar omelan kecil Kumala, ia terpaksa menurut saja.
Ia berjalan mengikuti Daniel yang membawahnya kearah dimana motor Daniel terparkir. Sesampainya disana, Daniel terpaku menatap Seruni sekilas untuk kali kesekian.
"Ngapain natap-natap gue?"
"Heran aja,"
"Apa yang lo heranin? Dandanan gue?"
"Bukan kok, gue cuman heran aja lo kok nggak bawah apa-apa."
"Emang gue mesti bawah apa?!"
"Ya, apa kek, tas apa gitu... Eh.. maksud gue biar kayak cewek-cewek lain gitu. Biar keliatan feminin,"
"Suka-suka gue lah." Bantah Seruni tegas. "Jadi jalan nggak?!"
"Y—ya jadi dong." Daniel segera mengambil gerakan—Naik keatas motornya, disusul Seruni yang ikut duduk dijok belakang tanpa menunggu dimintakan oleh sang pemilik kendaraan. Gerakan tiba-tiba Seruni hampir saja membuat Daniel tak siap untuk menahan beban beruntung mereka tak sampai terjerembab karena keterkejutan Daniel.
"Yaudah kita jalan. Tapi jangan lupa pegangan !"
"Tinggal jalan aja banyak maunya lo,"
"Apa susahnya pegangan." Daniel menarik tangan Seruni agar melingkar sempurna di perutnya.
"Apaan sih!" Tepis Seruni.
"Pegangan, gue mau ngebut biar cepet nyampenya."
"Ihhh—"
"Nggak usah banyak protes ntar cantik lo ilang."
Seruni seketika terdiam. Tangannya tak mampu menjauh. Dia terpaksa, dan sekali lagi, ini terpaksa. Dan akhirnya Daniel melajukan motornya. Membawa Seruni menjauh membelah jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Seruni ???
Mistério / SuspenseTerbangun dalam keadaan terikat di bangku berkarat dalam sebuah gedung tua yang menyeramkan ! Membuat Seruni begitu merasa ketakutan. Darah yang menetes dari hidungnya menyisakan rasa perih yang tidak bisa ia tahan. Ditengah ketakutan, sese...