Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Sembari mendengarkan alunan lagu dari sebuah band ternama indonesia—peterpen. Seruni duduk di pilar teras belakang. Akhir-akhir ini ia jadi lebih sering duduk lesehan dilantai itu sambil menatap isi kolam ikan yang ramai dengan penghuninya.
Udara sekitar nampak cerah. Tidak ada satupun yang menggambarkan sisi kelabunya tapi disini Seruni sedang merasa tidak baik-baik saja. Batinnya seolah-olah digerogoti sebuah rasa cemas yang begitu panjang. Peristiwa hilangnya Marisa adalah sesuatu yang sudah terjadi dan kinipun sudah berlalu tapi semenjak kejadian itu. Tidak pernah ada tidur yang nyenyak dalam diri Seruni.
Ia selalu terngiang-ngiang akan ancaman dalam pesan di waktu itu. Sudah bukan keraguan lagi, sesuatu tidak beres memang sedang mencoba masuk dan memberikan ketakutan besar. Seruni takut dengan hal-hal berikut yang akan terjadi. Sebenarnya apa yang menjadi akar masalah dalam hal ini ?
Apa karena kematian kakaknya? Kalau memang iya, kenapa ? Ada apa sebenarnya ? Lalu apa hubungannya dengan peristiwa hilangnya Marisa? Telepon, pesan-pesan singkat itu ?
Sialan !!!! Seruni beberapa kali memaki dalam dirinya. Antara tugas-tugas sekolah dan kehidupan sekembalinya dari sana sudah cukup membuatnya pusing. Jangan tambah lagi dengan hal-hal rumit yang tidak mampu ia cerna dengan nalarnya."Gue bosan harus setakut ini ! Gue bosan harus berpikir sebanyak ini. Tugas gue dari guru-guru disekolah udah cukup banyak jangan makin diperparah lagi dengan ancaman-ancaman kayak gini dong , argh..." Keluh Seruni seraya menepuk kepalanya dengan frustasi.
Ia mendesis berkali-kali, ia tahu tidak ada siapapun disini. Tapi ia terus berbicara—mengeluarkan keluh hatinya pada sekeliling.
"Kok gue jadi mikirin yang belum tentu terjadi si? Argh... Tuh kan..."
"Apa yang harus gue lakuin?" Seruni mengeluh sebanyak-banyaknya.
"Ck...." Decakan demi decakan berlalu seiring bergantinya dengan desisan.
"Gue aja bingung . Apa sih yang gue alami sekarang? Gue ini lagi dalam masa apa sebenarnya ?"
Suara gaduh kian kentara membuat Seruni tersadar dari pemikirannya yang tidak berujung. Dua orang laki-laki muncul dari dalam rumah. Mereka berjalan searah menuju meja taman, mata Seruni mengarah pada keduanya. Reno dan seorang laki-laki tengah terlibat perbincangan. Dari sekian perbincangan, nama Seruni ikut terseret didalamnya. Merasa tidak terima ia mendekat.
"Eh ! Bang, Ada apa pakek bawah nama Uni segala...Lagi giba ya ?"
"Ah. Bukan, ini temen abang...kaget dia, nggak nyangkah abang punya adek perempuan. Abang jelasin makanya. Nggak gibah kok."
"Cantik juga adek lo. Selama ini lo sembunyiin ternyata, gila !" Teman laki-laki Reno menatap Seruni takjub.
"Oh iya kenalin Ni, ini Revan adekknya Revo. Mereka kembar tapi nggak identik. Makanya beda." Reno menjelaskan tentang temannya itu pada Seruni.
Seruni mengangguk menerima penjelasan Reno. Ekspresi wajahnya tengah menimbang sebuah pemikiran. "Ohh... Nggak identik ya, ini yang di ceritain sama Kak Evo ?!" Giliran Reno mengangguk untuk menyetujui.
"Pantes beda !" Baik Reno maupun orang yang disebut Revan hanya diam saja. Mereka menunggu ucapan berikutnya. "Gantengan kak evo soalnya !" Ucap Seruni melanjutkan dengan nada acuh.
"Buset !!! Gantengan gue lah !!!" Revan membela diri.
"Gantengan Kak Evo, kok."
"Gantengan gue kalikk..." Dua orang itu terlibat, sebut saja aduh ganteng.
"Nenek ?" Seruni mengacuhkan dan meninggalkan perdebatan saat Kumala datang. Ia segera mendekati wanita paruhbaya itu. Tangannya menyambut sebuah paperbag dengan wajah semeringah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Seruni ???
Mystery / ThrillerTerbangun dalam keadaan terikat di bangku berkarat dalam sebuah gedung tua yang menyeramkan ! Membuat Seruni begitu merasa ketakutan. Darah yang menetes dari hidungnya menyisakan rasa perih yang tidak bisa ia tahan. Ditengah ketakutan, sese...