💜17: Siapa itu !?

21 5 0
                                    

Ruangan yang begitu rapih dan bersih, berbanding terbalik dengan aura gelap yang terpancar dari pergerakan sosok berhoodie abu-abu, yang sedang duduk ditepian sebuah tempat tidur. Disisinya, terbaring seorang gadis; diikat tali pada tangan dan kaki.

Dengan wajah yang tersembunyi dibalik tudung hoodie yang ia pakai, dia berangsur mengambil pergerakan. Tangannya mendekat dan mengusap lembut permukaan kulit wajah yang pucat pasi itu.

Sebuah seringai lebar terbentuk di bibirnya. Kalau saja gadis itu bukan orang terdekat dari Seruni, mungkin gadis penyakitan itu tidaklah terperangkap ditempat ini.

"Kasihan," bisiknya tertahan.

"Hh ! maaf kau harus terjerat dalam misi ini." Rasanya bahagia sekali. Raut sendu gadis itu adalah kepuasan baginya. Tapi, masih ada yang kurang, dia butuh beberapa pelengkap lagi agar kebahagiaannya benar-benar sempurna.

Perlahan, ia merogoh kantung hoodienya. Dan tanpa berlama-lama, sebuah pisau lipat kini berpindah ke genggamannya. Beberapa detik lagi  ia akan menuju ke kesempurnaan yang ia inginkan. Tangannya terlihat apik menata arah yang tepat. Mulutnya mengatup menahan sedikit rasa ngilu yang ditimbulkan pada setiap goresan lembut yang berhasil mendarat di lengan gadis malang itu.

Sesaat setelah terciptanya dua garis disana, seringai bahagia kembali terbit mengiringi darah segar yang mulai muncul kepermukaan. Ingin menambah lagi, tapi... Ia lebih memilih berbisik ketelinga gadis itu. Dan, memanggil namanya.

"Ma...ri..sa !" Bisiknya pelan.

Napasnya beradu berbalasan dengan napas Marisa yang naik-turun secara teratur. "Marisa si gadis cantik bekerudung," tidak ada sedikitpun geliat dari tubuh mungilnya.

Ada jeda untuk mengambil napas. Ada rasa puas yang dia peroleh. "Sampai jumpa. Pertemuan kita begitu berkesan !"

"Bau darahmu sudah menjadi obat atas sebagian kecil kesakitanku," ia menghirup aroma pisau lipat bekas pakai yang digunakan untuk menggores lengan Marisa.

****

Malam sudah hampir masuk ke pertengahan. Tandanya gadis itu harus segera dikembalikan.
Sebelum menjalankannya, terlebih dahulu ia mengolesi salap luka pada permukaan karya yang sudah ia buat dengan cukup sempurna dilengan gadis yang bernama Marisa itu. Biar bagaimanapun, meposisikan keadaan aman bagi Marisa sudah jadi janji tersurat dalam pesan yang ia kirim.

Janji adalah hutang, sama halnya dengan kesakitan yang pernah dia rasakan. Disana, ada ikrar yang ia buat untuk menjadikannya nyata. Nyata, bahwa mereka yang menjadi sumber kesakitan itu, harus juga merasakan hal sebanding dengan apa yang ia alami.

Perfect !

Tapi sepertinya harus diceritakan lebih panjang lagi.

Saat itu,

Waktu masih dipertengahan malam menuju subuh, seseorang memasang wajah was-was untuk mengamati keadaan sekitar. Kompleks terlihat sepi tak ada aktivitas sama sekali.
Dan, ini waktunya untuk memulai...

Sebelum melangkah, tak lupa ia mengatur posisi masker penutup wajah yang ia gunakan. Sebisa mungkin benda itu harus berfungsi dengan baik. Setelah memastikan keadaan, ia memperbaiki tudung hoodie yang sudah dipakainya sejak awal—membuat benda itu agar dapat menunjang kesempurnaan aksinya.

****

Ia tersenyum lebar saat kakinya berhasil menapaki lantai balkon sebuah kamar.
Rumah mewah tidak cukup menjamin sebuah keamanan. Buktinya, hanya butuh sedikit kekuatan untuk mendaki dinding-dindingnya. Ia hanya perlu mengeluarkan sedikit trik dan kemampuan ototnya agar bisa menaiki seluk-beluk dari dinding-dinding yang tanpa disadari oleh sang penghuni bahwa desain yang menurut mereka indah justru menjadi sumber kemudahan untuk segala kemungkinan. Bahkan yang terburukpun bisa saja terjadi...

Dinding kaca membuatnya dapat dengan leluasa menyaksikan sosok yang tengah tertidur pulas dibalik sana. Ia memalingkan pandangan, sesaat menatap sekitar.
Keadaan dibawah masih sama—sepi dan tidak ada siapapun. Ia kembali fokus menatap kedepan, satu tangannya mendorong pintu transparan yang tampaknya memang sengaja tidak dikunci.

Bunyi gesekkan pintu kaca yang ia dorong tidak memberi pengaruh apapun. Gadis itu tertidur dengan begitu tenang.

Ia terus melangkah, mendekati sebuah nakas disamping kiri. Sesuatu dari dalam kertas putih yang terlipat rapih ia masukkan kedalam teko kecil berisi air. Ia tahu kebiasaan sang pemilik kamar disetiap malamnya.

Pengamatannya tidaklah sia-sia, beberapa hari ini sudah cukup untuk memberinya informasi bahwa Marisa adalah tipe gadis yang suka bangun tengah malam untuk sekedar mengisi tenggorokannya.

Ia mengaduk air dalam teko kecil itu dengan menggunakan jari tangannya. Setelah dirasa cukup ia kembali membersihkan jejak-jejak itu. Lalu keluar dan bersembunyi dipojok balkon—disamping sebuah pot bunga yang berukuran jumbo.

Sabar, tinggal menunggu beberapa saat lagi...

Namun, kenyataannya, perkiraannya malah meleset !

Ia butuh waktu lebih dari satu jam untuk memastikan air itu masuk ke kerongkongan gadis tersebut.
Tidak apa-apa.

Dilihat dari sudut tempatnya berada, pergerakan Marisa mulai terlihat. Gadis itu menggeliat beberapa kali dan akhirnya bangun—mengambil langkah gontai.

Sayang ! Arah tujuannya bukanlah yang diinginkan. Ia bergerak menuju sebuah pintu dengan rambut panjang yang menjuntai tanpa hijab—masuk kedalam kamar mandi, dan baru kembali dibeberapa menit terlewati.

Sekarang waktunya !

Gadis itu mulai menuangkan air dari teko dan meneguknya dengan cepat tanpa terhalang.
Saat selesai, ia kembali membaringkan badan. Tanpa tahu jika yang ia minum adalah sebuah cairan bercampur obat keras yang diperuntukkan bagi kaum pengidap insomnia berat.

Berhasil...

Sosok berhoodie itu kembali keluar dari persembunyiannya dan masuk kedalam kamar itu lagi.

Ia mendekat, dan menggulung asal rambut panjang gadis itu lalu  mengikatnya dengan sembarang. Jilbab sport yang tergeletak asal disisi ranjang diraihnya kemudian dipakaikan pada gadis itu. Lalu ia mengendong gadis itu dipunggung nya dan perlahan mulai melangkah— keluar dari pintu lain yang  sebelumnya tidak ia gunakan.

Ia membawah Marisa melewati undukan tangga dengan langkah cepat dan tepat. Tidak ada satupun yang menaruh curiga. Sesampainya didepan pintu. Bukan hal yang sulit baginya untuk membukanya. Hanya butuh sedikit gerakan, pintunyapun terbuka dengan bantuan kunci yang sudah ada disana sejak awal... Tak lupa.. saat keluar dari sana, ia menutupnya kembali.

*****

Ponsel yang sempat ia raih di nakas tadi, rupanya akan menjadi senjata ampuh untuk memberi peringatan bagi mereka semua. Khususnya Seruni,

Alfa & Seruni ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang