Seseorang yang ditugaskan Prabu secara khusus untuk mengawasi seisi dan seputaran rumah setelah kejadian hilangnya Marisa-tampak menghentikan langkah kaki dan mengamati sebuah pintu kamar yang terletak tepat di depan matanya. Pintu yang semula tertutup rapat, kini terlihat sedikit terbuka tak seperti tampilan sebelumnya. Padahal sepengetahuannya, beberapa waktu tak lama dari itu ketika ia masuk untuk memeriksa hingga ia keluar dari sana, pintu itu dapat ia pastikan telah tertutup dengan baik. Tapi mengapa tampilannya malah seperti itu ?!
Berbekal rasa penasaran, ia mendekat-mencoba mengintip pada situasi di dalam sambil memberikan satu gerakan agar pintu itu terbuka lebih lebar lagi. Ketika pintu itu terbuka sempurna, keterkejutanpun muncul. Ia Tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Marisa ada di dalam sana. Ia tertidur kaku di ranjangnya dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya kecuali bagian leher dan kepala. Matanya tertutup rapat dan tidak bergerak sedikitpun. Dengan gerakan cepat, pria paruh baya suruhan Prabu itu segera mendekat.
Ia menyibakkan selimut tebal yang menutupi Marisa dan langsung memeriksa keadaan gadis tersebut. Tangannya bergerak memeriksa pusat nadi ditangan Marisa. Beruntung masih ada denyut disana. Ia berusaha memanggil-manggil agar kesadaran Marisa dapat segera kembali. Dengan keadaan selemah ini, Marisa tidak terlihat hanya tidur biasa. Ada indikasi lain, dan takutnya itu berdampak fatal.
Dimenit pertama tidak ada respon apapun. Pria itu merubah tindakannya. Ia berdiri dan meraih sebuah benda untuk menghubungi Prabu yang terpaksa harus meninggalkan rumah karena urusan pekerjaan yang tidak kalah penting. Hal itulah yang mengharuskannya untuk pergi keluar kota. Rencananya besok siang dia baru akan kembali untuk mengurus masalah hilangnya Marisa atau setidaknya lebih awal dari rencana itu.
"Hallo tuan, maaf menganggu istirahat tuan, non Marisa ditemukan di kamarnya dan tidak sadarkan diri. Apa yang harus saya lakukan ?" Lapor pria itu langsung pada intinya.
"Bawah ke rumah sakit sekarang ! Saya akan usahakan untuk segera pulang."
"Baik tuan,"
Telepon itu berakhir, ia mengambil langkah keluar dari kamar itu dan berusaha memanggil siapa saja yang ada di dalam rumah untuk mengabari keadaan Marisa.
"Bi, non Marisa ditemukan dikamarnya. Keadaannya terlihat lemah. Tuan menyuruh untuk membawahnya ke rumah sakit." Ucap pria itu secara beruntun saat melihat kedatangan asisten rumah tangga keluarga Prabu yang datang dari arah belakang untuk menemui panggilannya.
"Non Icah ?! Mana?" Wanita yang dipanggil bibi itu segera berlari menemui anak tangga untuk menuju akses ke kamar Marisa yang ada dilantai atas. Sedangkan pria yang memberitahunya soal Marisa justru kembali berlari kearah lain. Ia berniat memanggil supir untuk mempersiapkan perjalanan ke rumah sakit seperti titah tuannya.
Didalam kamar Marisa, wanita yang biasa dipanggil bibi itu tidak berhenti mengekspresikan rasa paniknya. Ia bahkan hampir menangis mendapati Marisa yang tak bergerak barang sedikitpun. Matanya benar-benar tertutup rapat. Wajah pucatnya semakin menambah kekhawatiran bagi siapa saja yang saat ini menyaksikan keadaannya.
"Non Icah, bangun," panggil si bibi.
"Non," wanita itu membenarkan posisi jilbab Marisa yang sudah tidak karuan.
Dengan sedikit terisak wanita itu terus memanggil, "Non, hiks" tangannya mengusap pipi Marisa. "Non, kenapa ?" Tanyanya dengan isakkan yang tidak bisa ditahan.
"Ya Allah non Icah," Ia tidak berhenti memanggil Marisa, gadis yang selama ini begitu dekat dengannya.
Kebersamaanya dengan Marisa sudah sangat begitu dekat, bahkan semenjak anak itu dalam kandungan ibunya, bibi telah menjadi teman; mendampingi setiap aktifitas hingga Marisa sebesar ini. Dan saat mendapati keadaan Marisa yang seperti ini rasa-rasanya ia tak sanggup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Seruni ???
Misteri / ThrillerTerbangun dalam keadaan terikat di bangku berkarat dalam sebuah gedung tua yang menyeramkan ! Membuat Seruni begitu merasa ketakutan. Darah yang menetes dari hidungnya menyisakan rasa perih yang tidak bisa ia tahan. Ditengah ketakutan, sese...