💜 11 : Akan Berlanjut Sampai Dimana !?

18 8 2
                                    

Gadis itu masuk menyembunyikan wajah, kedalam selimut sangking tidak karuannya.  

****

Dering ponsel berbunyi bersamaan dengan kasur yang terus saja bergetar–mengusik tidur nyenyak seorang Seruni. Ia menyumpal telinganya dengan guling yang tergeletak bebas disamping karena merasa terganggu.

"Akh—"

"Berisik bambang !" Seruni menekan kuat gulingnya agar benar-benar mampu menghilangkan suara keributan yang tercipta.

Lama... Bunyi ponsel itu masih saja memenuhi seisi ruangan. "Ck, siapa sih?" Tangan Seruni bergerak dengan malas mencari arah dimana ponselnya berada.

Ia mengangkatnya dengan seribu keterpaksaan. "Woi ! ngotak dong, ini tengah malem !" Seruni meluapkan rasa kesalnya pada manusia diseberang.

"KAKAKMU PEMBUNUH !" Gadis itu terdiam mendengar balasan. Suara serak, berat, dan penuh penekanan. Nadanya dingin penuh intimidasi.

Rasa kantuknya sekejap hilang, ia duduk mendengarkan untuk memastikan kalau telinganya tidak salah dengar. Tidak ada satu katapun yang mampu Seruni keluarkan. Termangu, menunggu kalimat berikut yang mungkin saja akan semakin menyeramkan. Seruni melemah, bahkan tidak berkekuatan untuk mengakhiri panggilan itu.

"Kakakmu pembunuh !" Kalimat sama kembali diucapkan, namun kali ini suaranya sedikit lebih pelan.

"Kakakmu pembunuh !" Kalimat itu lagi yang hanya berupa bisikan.

Seruni tidak terima saat kakaknya kembali dilibatkan. Apapun alasannya tidak ada satupun yang berhak menyalahkan sosok almarhumah. "KAKAKKU BUKAN PEMBUNUH ! SIALAN !" Urat leher Seruni menegang.

Tawa menggelegar masuk ke gendang telinga. Orang diseberang, seakan-akan tengah menikmati Seruni dan menjadikannya sebagai bahan comedy  ditengah malam.

"..."

Diam !Tidak ada lagi yang orang itu ucapkan.
Saat Seruni ingin membuka suara, tanda khas telepon berakhir terdengar.

Tut...tut..tut

☎️  Terputus...

Sambungannya diputuskan secara sepihak. Dasar tak punya sopan !

Seruni segera membaca barisan angka yang tertera. Nomor yang sama;persis seperti telepon beberapa hari lalu selepas kejadian pembekapan. Seruni menarik kuat napasnya, dadanya meninggi lalu kendur perlahan. Rahangnya mengeras, jari-jemarinya terkepal kuat. Ada rasa marah yang membuncah tapi Seruni tak tahu harus bagaimana meluapkannya. Ada rasa takut yang menyerang dan Seruni harap selalu ada perlindungan.

Entah semua ini akan berlanjut sampai dimana !?

Seruni pun bangun, tangannya naik mengucek wajah dengar gusar. Detak jam terdengar lebih kentara karena suasana sepi pertanda bahwa masih tidak ada aktifitas disekitar. Masih sangat larut, Seruni tidak lagi berkeinginan untuk tidur. Rasa kantuknya kini benar-benar hilang.

Ia mendongak, menatap langit-langit bermotif awan yang berada tepat diatas kepalanya. Selepas rasa kesal dengan Direct Mesengger dari @jualbelimotorbekas kemarin malam, Seruni ternyata benar-benar tertidur pulas sampai lupa mematikan lampu dalam ruangan.

Tatapan Seruni tidak luput dari motif awan yang terlihat indah diatas sana. Setiap kali dia menatap langit-langit diatasnya, dia selalu teringat akan bayangan sosok ayah. Jika saja ayahnya masih ada, Seruni pasti sudah  mengadu selantang-lantangnya tentang semua yang ia alami sekarang.

Potongan kenangan saat dulu, ketika ia meminta dengan manjanya agar dibuatkan langit-langit awan–kembali terlintas. Teringat betapa bahagianya dia saat semua dikabulkan oleh sang ayah. Saat permintaannya selalu dijadikan nyata.

Alfa & Seruni ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang