Epilog - Somewhere Over the Rainbow

7.8K 552 201
                                    

Gue memasukkan barang terakhir di laci kerja ke kardus, lalu menutupnya setelah memastikan kubikal gue beneran udah tinggal set komputer, nggak ada lagi barang pribadi. Kemudian gue menatap sekitar. Semua flashback terputar di otak gue. Pertama kali gue masuk ke kantor ini buat ngajuin proposal magang. Hari pertama gue resmi kerja jadi pegawai kontrak, terus diangkat jadi pegawai tetap. Dari junior yang cuma disuruh-suruh merapikan desain, sampai dikasih kepercaan buat nuangin ide gue sendiri. Semua proses yang gue alamin udah ngasih banyak banget pelajaran. Dan akhirnya ini hari terakhir gue di sini.

Sad, but life must go on.

Baru mau beranjak pergi, Baim berdiri di depan gue, menyodorkan kotak persegi panjang dengan hiasan pita.

Gue mengambil benda itu. “Apaan deh lo, sok manis banget,” ledek gue.

Baim mendengus. “Lo nggak mau pake acara perpisahan, jadi gue sama anak-anak ngasih itu aja.”

Gue emang nolak pas anak-anak mau bikin farewell party, tapi udah pamitan sama semuanya satu-satu, minta maaf juga kalau selama kerja bareng gue pernah bikin salah. Selain gue nggak mau jadi emosional mewek-mewek, nggak ada waktunya juga. Gue keterima di salah satu perusahaan multinasional, baru mulai aktif kerja bulan depan, tapi gue mutusin berangkat sekarang buat proses adaptasi.

Gue berangkat malam ini. Barang-barang di apartemen yang nggak bisa gue bawa, udah gue kirim ke rumah orang tua gue di Bali. Gue cuma bawa koper berisi baju sama benda-benda yang beneran penting.

Gue ngucapin makasih ke Baim, minta maaf juga kalau gue punya salah sengaja atau nggak. Kami pelukan bentar, sebelum gue beneran pergi dari sana.

Taksi yang gue tumpangi melaju menuju apartemen. Mobil udah gue jual, apartemen udah nggak gue perpanjang kontraknya. Gue beneran mulai hidup baru di sana nanti. Ini gue ke apartemen cuma buat ngambil koper sama balikin kunci. Begitu semua urusan udah selesai, gue kembali naik taksi, kali ini menuju kediaman Ares sama Kila.

“PAPI!”

Gue melepaskan pegangan koper, kemudian jongkok supaya bisa menerima pelukan gadis kecil kesayangan gue itu. “Hai, cantik,” sapa gue, kemudian berdiri sambil menggendongnya.

Kila muncul dari dalam rumah. “Jam berapa pesawat lo?”

“Sepuluh,” jawab gue, seraya mengikutinya masuk. “Ares masih di kantor?”

Kila mengangguk. “Kayaknya nggak sempet ketemu sebelum lo ke bandara,” ujarnya, seraya melangkah ke arah dapur, sementara gue sama Nala duduk di ruang tengah.

“Papi mau mana?”

“Kerja,” jawab gue, mengusap pelan rambut halus anak itu.

Kalau aja hari itu Nala nggak maksa minta beliin minuman boba, gue sama dia bakal langsung pulang, dan nggak ada insiden gue ketemu lagi sama Marco. Gue harus berterima kasih sama Nala karena secara nggak langsung udah jadi Cupid gue.

“Papi ada hadiah buat Nala.”

Mata bundar anak itu langsung berbinar. Gue merogoh saku celana, mengeluarkan kotak kecil dari sana.

Kila muncul dengan secangkir kopi dan meletakkannya di depan gue, lalu dia ikut duduk di sebelah gue. “Apaan itu?”

Gue membuka kotak kecil tersebut, mengeluarkan isinya. Sebuah kalung emas putih dengan bandul huruf “N”. “N for Nala,” ujar gue, lalu memutar bandul itu sedikit. “Z for Papi Zac.” Gue menyeringai.

Kila geleng-geleng kepala. “Kasian banget ntar pacar anak gue, keduluan elo ngasih kalung.”

Gue berdecak. “Nggak usah pacar-pacaran. Mending temenan kayak bunda sama ayahnya, terus tiba-tiba nikah.”

Somewhere Over The RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang