Park Jihoon seorang presiden mahasiswa yang terkenal dengan keramahannya yang selalu tersenyum hingga membuat hampir seluruh mahasiswa/i kampus jatuh cinta padanya.
Tak hanya itu, ia juga rendah hati, suka menolong, rajin menabung, halah intinya sem...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kini Hyunsuk tengah sibuk dengan alat alat musiknya, pc, keyboard dan sebuah mic yang terpasang di depannya.
Ia sibuk membuat lagu. Setelah kembali ke studio kini ia bisa lancar melakukan semuanya. Rasa campur aduk itu ia tuang semua di satu lagu tersebut.
"Hhaaahh gila pegel juga" monolognya sambil meregangkan otot-otot badannya yang terasa kaku akibat terlalu lama duduk.
Jelas saja, dari tengah hari sampai sekarang pukul 7 malam ia mendem di studionya. Melelahkan.
Namun sialnya saat rehat ia kembali memikirkan Jihoon. Tanpa sadar air matanya jatuh. Dia bahkan gatau kenapa tapi air matanya terus-menerus memaksa keluar. Menyebalkan rasanya. Emang Jihoon itu siapa?
Hyunsuk ga bodoh, tentu saja dia tau Jihoon dan Soobin masih berhubungan. Dan sialnya saat papanya pergi, bukan cuma ada Jihoon, tetapi Soobin pun juga hadir saat itu.
Apa mereka masih bersama?
Apa yang sebenarnya Jihoon lakukan?
Apa Soobin tau jika pacarnya itu mendekati orang lain?
Oh okay so gue disini posisinya sebagai orang ketiga?
Dia cuma mau main-main sama gue atau gimana?
Atau cuma kasihan karna posisi gue saat ini?
Semua kalimat-kalimat pertanyaan itu memenuhi pikirannya.
Padahal, sikap Jihoon sedari awal sangat gentle.
Membawanya pergi mencari angin segar, menghiburnya, mengulurkan tangannya, memberinya bantuan, memberinya kekuatan.
Ia pikir, Jihoon adalah seseorang yang bisa menemaninya untuk melewati semua ini.
Ia pikir, Jihoon adalah seseorang yang bisa menariknya keluar dari rasa hampa ini.
Ia pikir, Jihoon adalah rumahnya, tempat ia berteduh dan berlindung dari hujan badai yang menerpa ini.
Dan kini sekarang
Ia pikir pula, semua hanya angan-angannya saja.
Ia menetapkan eskpektasi yang terlalu tinggi.
Bocah itu hanya ingin bermain saja ternyata.
Fokusnya terpecah saat ponselnya bunyi berdering menandakan telepon masuk. Mengusap air matanya di pipi secara kasar dan melihat ke layar ponsel dengan rasa kecewa, lalu mengangkat telepon itu setelah berhasil mengatur napas dan suaranya kembali normal