Bab 14

7.5K 612 3
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca!
Jadilah pembaca yang baik dengan selalu menekan tombol vote dibawah.

....

Ini hari ke 5...

Laura membuka matanya. Mata itu menelisik setiap sudut ruangan ini, tidak ada siapa-siapa disini. Dan dimana dia? Lalu Laura mengingat Albert, dia jadi panik.

Laura berusaha untuk pergi dari sana, dia membuka infusan yang ada di tangannya dan berjalan tertatih-tatih kearah pintu. Saat memegang gagang pintu, ada seseorang yang masuk.

Itu adalah dokter. Dokter dan perawat itu terkejut melihat Laura yang sudah tersadar. Laura mundur saat mereka mendekat kearahnya, di pengelihatannya mereka adalah Albert.

"Nona! Anda bisa mendengar saya?" Ucap dokter itu mencoba memegang tubuh Laura.

Laura langsung menepis tangan itu.
"Jangan sentuh aku!!!" Teriak Laura histeris.

Laura mulai mengamuk. Mereka mencoba menenangkan Laura tapi Laura terlalu kalut. Dia menyakiti setiap orang yang mencoba menyentuhnya. Salah seorang suster membawa suntikkan dan mengisi suntikan itu dengan obat bius.

Laura yang melihat jarum suntik langsung lebih histeris lagi. Terjadi keributan disana. Para perawat mencoba menangkap tubuh Laura agar bisa menyuntikkan bius itu.

Claudia berlari saat mendengar keributan itu. Dia pergi sebentar ke kantin untuk membawa makanan, tapi saat kembali dia melihat banyak orang yang berdiri di depan kamar inap Laura.

"Laura!!" Teriak Claudia.

Dia melihat para perawat mencoba untuk menangkap tubuh Laura. Claudia langsung mengeluarkan ponselnya dan menelpon Rafaella.

Setelah tersambung, dia langsung mengatakan. "Rafaella!! Laura sudah sadar!!" Teriak Claudia.

Rafaella yang sedang didepan rumah sakit dengan Marcus langsung menatap Marcus. Dia berlari kedalam dengan cepat, Marcus yang bingung hanya berlari mengikuti Rafaella.

Dia melihat Claudia yang sedang mondar-mandir didepan pintu itu. Rafaella berjalan dengan cepat kearahnya.

"Bagaimana Laura?" Ucap Rafaella.

"Kau masuk saja, didalam sangat kacau" ucap Claudia.

Rafaella langsung masuk kedalam. Dia melihat Laura yang sedang mengindari perawat yang mengejarnya. Salah seorang perawat menahan kakinya hingga Laura terjatuh kelantai dengan keras. Perawat itu langsung menahan tubuh Laura dengan kakinya.

"Sialan!! Lepaskan kekasihku!!!!" Teriak Rafaella marah.

"Kami harus membiusnya sekarang" ucap dokter itu.

"Lepaskan dia sialan!!!" Ucap Rafaella lalu menodongkan senjata pada mereka.

Perawatan itu melepaskan Laura. Laura langsung berlari ke pojok ruangan dan menutup kepalanya dengan tangannya. Rafaella mendekat kearah Laura dengan pelan.

"Sayang? Ini aku" ucap Rafaella lembut.

Laura masih panik. Dia mencoba menyerang Rafaella tapi Rafaella mengindar dengan mudah. Rafaella mulai mendekati Laura lagi.

"Aku tidak akan menyakitimu Bebe" ucap Rafaella lalu mencoba memegang kepala Laura.

Melihat itu, Laura langsung menggigit tangan Rafaella dengan keras hingga berdarah. Rafaella menggeram saat gigi Laura menebus kulit tangannya.

Rafaella tersenyum saat Laura menatapnya. Dia memegang kepala Laura lalu mengusapnya. Laura terdiam, dia mulai tenang sekarang.

Drip. Drip. Drip.

Darah yang keluar dari tangannya mengenai wajah Laura. Laura terdiam dan melihat darah itu lalu menatap Rafaella.

Dia ingat Rafaella sekarang.

"R-rafaella?" Ucap Laura pelan.

"Ya, ini aku sayang" ucap Rafaella lembut.

Matanya mulai berkaca-kaca sekarang, dia langsung menangis dengan keras. Rafaella memeluk Laura dengan erat, dia menepuk-nepuk punggung Laura dengan pelan. Lalu Rafaella menoleh pada dokter untuk menyuntikkan obat bius itu.

Dokter berjalan kearah mereka lalu menyuntikkan obat bius itu, Rafaella menahan tubuh Laura dengan memeluknya. Setelah selesai dokter menyeka bekas suntikan itu. Laura mulai melemah.

Laura pingsan.

Rafaella mengangkat tubuh Laura lalu membawanya kembali keatas brankar. Dokter itu mulai memasang infus itu kembali pada tangan Laura. Mereka mulai memeriksa Laura lagi, Rafaella berdiri tak jauh dari sana.

"Bos? Tanganmu harus diobati" ucap Marcus.

"Disini saja" ucap Rafaella.

Marcus mengehela nafasnya. Dia menyuruh seorang perawat untuk mengobati luka Rafaella. Rafaella tidak merasakan sakit saat alkohol itu menyentuh lukanya, dia diam dan terus menatap Laura disana.

Dokter sudah selesai memeriksa Laura, Rafaella langsung berjalan kearah dokter itu. Perawat yang sedang mengobati Rafaella menatapnya kesal.

"Bagaimana?" Ucap Rafaella.

"Dia sudah stabil, tapi kita harus terus memantau perkembangan kondisinya" ucap dokter itu.

Rafaella menghela nafasnya lega. Laura sudah tak apa sekarang, dokter itu pergi dari sana. Claudia mendekat kearah brankar Laura lalu duduk di kursi yang ada di samping.

"Syukurlah kau sudah bangun Laura" ucap Claudia.

Marcus menatap Rafaella yang terlihat ingin berdua dengan Laura. Tapi dia juga tidak tega melihat Claudia yang terus menangis itu.

"Claudia, bisakah kau membantuku membawa makanan untuk orang-orang?" Ucap Marcus.

Claudia menatap Marcus. Sebenarnya dia tidak mau meninggalkan Laura, tapi jika dia menolak Marcus dia tidak enak. Claudia menghela nafasnya.

"Tentu, ayo" ucap Claudia.

Marcus menatap Rafaella lalu mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum. Rafaella menatap Marcus, dia beruntung memiliki tangan kanan yang sangat mengerti dirinya.

Rafaella langsung duduk di samping Laura. Dia memegang tangan Laura lalu menciumi tangan Laura.

"Aku senang kau sudah sadar. Cepatlah bangun lagi dan berbicara denganku. Aku sangat merindukanmu bebe" ucap Rafaella.

Rafaella berdiri lalu mencium bibir Laura sedikit lama. Setelah bibir dia mencium kening Laura.

"Aku akan menunggumu disini" ucap Rafaella.

.

.

.

TBC

Wanted By The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang