Bab 4

14.2K 910 16
                                    

Mereka sudah sampai di mansion keluarga D'Alterio di malam hari. Begitu megah seperti istana presiden, malahan lebih megah dari itu. Laura mencoba mengendalikan raut wajahnya sendiri agar tidak bereaksi berlebihan.

"benvenuti nella dimora della famiglia D'Alterio bebe" ucap Rafaella.

Laura hanya diam. Mereka masuk kedalam, seketika dia langsung terdiam ketika melihat isi mansion itu. Mansion ini unik, seperti kastil? Entahlah, dia tidak tahu istilah yang cocok dengan ini. Tapi ini mirip dengan kastil.

Disana, banyak pria yang memakai baju hitam dengan badan besar mereka. Itu membuat Laura takut, wajah orang-orang itu begitu menyeramkan.

"Ayo, akan aku tunjukan kamar kita" ucap Rafaella lalu membawa Laura naik keatas.

Wait? Kita? Kenapa kita? Itu artinya dia akan tidur satu kamar dengan Rafaella?! Kenapa tidak dipisah saja huh?!

"Tunggu? Aku satu kamar denganmu?!" Ucap Laura.

Raffaella terkekeh.
"Tentu saja! Kau satu kamar denganku" ucap Rafaella.

Mereka sudah sampai di kamar mereka? Saat membuka pintu kamar, dia terdiam lagi. Ini sangat luas untuk sebuah kamar! Ranjang yang sangat besar, ruang kerja, ruang ganti baju, kamar mandi, sofa santai dan banyak lagi! Ini rumah bukan kamar!

"Aku sudah menyuruh anak buahku untuk membawa baju ganti untukmu" ucap Rafaella.

"Anak buah? Kenapa kau memanggil mereka seperti itu?" Ucap Laura.

"Mereka memang anak buahku Bebe" ucap Rafaella.

Laura berpikir sebentar.
"Apa pekerjaanmu?" Ucap Laura.

Rafaella terkekeh. Dia sudah menduga ini, Laura pasti akan menanyakan itu padanya.

"Mafia" ucap Rafaella.

Laura menatap Rafaella bingung. Mafia? Apakah dia bercanda? Laura tertawa dengan keras saking merasa bahwa itu hanya lelucon. Raffaella menatap Laura heran, kenapa dia tertawa?

"Ada apa denganmu?" Ucap Rafaella.

"Mafia? Kau bercanda saja! Mana ada mafia di dunia ini, itu hanya ada dalam film!" Ucap Laura.

Sekarang Rafaella yang tertawa.
"Aku tidak bercanda sayang. Aku adalah seorang pemimpin Mafia" ucap Rafaella.

Rafaella berjalan kesebuah dinding dan menekan tombol yang tersembunyi di balik lukisan. Lalu dinding itu berputar dan muncullah pintu disana. Rafaella membuka pintu itu dan terlihatlah banyak senjata disana.

Laura terdiam. Jika senjata itu palsu, kenapa banyak sekali?!
Rafaella masuk dan membawa sebuah pistol di tangannya dan menunjukan itu kepada Laura.

"Lihat ini sayang! Ini asli!" Ucap Rafaella.

"Tapi itu terlihat seperti plastik" ucap Laura.

Raffaella sedikit kesal sekarang, tapi dia mencoba tenang. Tidak mungkin dia marah pada Laura sekarang.

"Kau masih belum percaya? Baiklah, aku akan mencoba pistol ini sekali saja" Ucap Rafaella.

Rafaella mengarahkan pistol itu kearah Laura lalu menembakkannya. Laura merasa telinganya berdengung sekali, peluru itu melewati sisi tubuh Laura dan mengenai dinding. Suara tembakan itu sungguh keras hingga anak buahnya yang ada dibawa celingak-celinguk mencari sumber suara.

Laura tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Laura merasa, tubuhnya membeku. Lalu dengkulnya melemah, tubuhnya ambruk kebawah.

"Astaga!" Ucap Rafaella panik.

Dengan cepat dia berjalan kearah Laura dan mengangkat tubuh Laura. Dia menidurkan tubuh Laura di ranjang besar miliknya. Rafaella menyentuh wajah Laura dengan pelan dan mengusap bibir Laura yang pucat itu.

"Apakah aku berlebihan? Tapi jika aku tidak melakukan itu kau tidak akan percaya padaku. Maafkan aku hm" ucap Rafaella

Rafaella berdiri dan berjalan kearah ruang senjata tadi lalu menaruh pistol itu. Dia berjalan lagi kearah Laura dan berdiri di samping ranjang.

"Aku pergi sebentar" ucap Rafaella.

Dia mencium bibir Laura sebentar lalu pergi dari sana. Rafaella turun kebawah untuk menemui Marcus. Marcus dengan meminum kopi di dapur.

"Kau sedang minum?" Ucap Rafaella.

Marcus kaget. Hampir dia tersedak kopi yang dia minum. Dengan cepat Marcus berdiri dengan tegap saat Rafaella ada di samping. Rafaella tertawa.

"Santai saja, aku ingin mengobrol denganmu saja. Lanjutkan minum kopimu" ucap Rafaella lalu duduk di kursi lain disana.

Marcus duduk lagi tapi dia tidak meminum kopinya lagi. Dia merasa tidak enak jika minum sendiri, apalagi ada Rafaella di sampingnya.

"Bagaimana dengan pernikahan Jack? Siapa saja yang akan kesana?" Ucap Rafaella.

"Acaranya lusa. Aku tidak tahu pasti siapa atau kelompok mana saja yang akan datang tapi yang jelas beberapa musuh kita akan datang" ucap Marcus.

"Apakah aman jika aku membawa Laura kesana?" Ucap Rafaella.

Marcus berpikir sebentar.
"Aku tidak tahu tentang kondisi besok disana, mungkin aman mungkin juga tidak" ucap Marcus.

Rafaella mengangguk. Marcus dulunya adalah seorang perwira tentara di Italia, bahkan Marcus mempunyai pangkat yang lumayan tinggi. Tapi karena ada satu dan lain hal, Marcus keluar dari dunia militer dan bergabung dengan dunia ini.

"Jangan minum kopi sekarang, ini sudah malam. Tidak baik untuk kesehatanmu, lebih baik kau tidur" ucap Rafaella.

Marcus tertawa.
"Terimakasih atas perhatiannya bos" ucap Marcus.

"Bukannya perhatian, tapi jika kau mati aku akan kesusahan untuk menghandle semua urusan di kelompok kita" ucap Rafaella.

Jleb

Sialan, ingin sekali Marcus mengumpat pada Rafaella. Dia sudah senang tadi tapi sekarang? Ini ibarat terbang lalu jatuh seketika.

"Sto solo scherzando Marcus. Prenditi cura della tua salute" ucap Rafaella lalu pergi dari sana.

"ovviamente capo. Grazie per l'attenzione" ucap Marcus.

Rafaella naik lagi keatas dan berjalan kearah kamar mereka. Saat membuka pintu itu, Laura masih tak sadarkan diri. Rafaella duduk di pinggir kasur itu.

"Kau pasti lelah kan? Aku juga sama" ucap Rafaella.

"Maafkan aku, apakah tadi aku terlalu berlebih-lebihan hm?" Ucap Rafaella.

"Besok kita akan pergi berbelanja untuk kebutuhan mu" ucap Rafaella.

Dia terus berbicara meskipun Laura tidak menjawabnya karena dia tidak sadar. Rafaella menjadi mengantuk setelah beberapa saat mengobrol sendirian disana.

Dia naik keatas kasur dan tidur di samping Laura. Dia memeluk Laura lalu tertidur. Ini sangat nyaman, Rafaella rasa dia akan tertidur sangat nyenyak malam ini.

.

.

.

TBC

Wanted By The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang